Saya pernah mendengar seminar Islam di sebuah acara televisi yang disampaikan oleh beberapa ulama tentang hukum menzalami orang lain. Ada yang berkata, "Dia harus menjelaskan kezalimannya." Yang lain berkata, "Cukup dirahasiakan saja." Lalu seminar itu berakhir dengan kesimpulan demikian. Saya mulai mengintrospeksi diri karena saya berniat untuk berhaji pada tahun 1404 H.
Dahulu semasa kecil ada sejumlah harta seseorang bersama saya. Kemudian saya pergi ke rumah orang itu, mengingatkannya bahwa saya memiliki tanggungan terhadapnya, dan memberinya sejumlah uang. Saya telah mengharamkan harta itu untuk saya sebagaimana keharaman ibu saya bagi saya. Saya juga telah menjelaskan kezaliman saya tersebut kepadanya.
Namun, dia menolak, mengembalikan lagi uang tersebut, dan memaafkan kesalahan saya. Mohon beri saya fatwa. Semoga Allah membalas Anda dengan yang lebih baik. Apa yang harus saya perbuat dengan uang tersebut karena saya pernah mendengar Rasul Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda,
أهل التبعات تأخر نزول العفو عنهم يوم عرفة
"Pengampunan Allah kepada orang-orang yang pernah berbuat zalim tertunda turunnya pada hari Arafah ."
Apakah ini benar? Perlu diketahui, bahwa saya pernah mengatakan kepada orang itu, "Sekiranya jumlah uang segini tidak cukup, saya bersedia menambahnya."
Pertama, Membebaskan atau melepaskan diri dari kesalahan menzalami orang lain adalah wajib dan tidak hanya terkait dengan permasalahan haji dan sebagainya, tetapi harus dilakukan dengan segera.
Kedua, Jika realitanya sebagaimana yang Anda sebutkan, yaitu Anda mengharamkan uang itu seperti keharaman ibu Anda bagi Anda dan dia tidak mau menerima apa yang telah Anda berikan kepadanya, maka Anda wajib membayar kafarat (denda) sumpah, yaitu memberi makan sepuluh orang miskin, memberi mereka pakaian atau memerdekakan seorang budak yang beriman. Jika Anda tidak mampu, maka Anda harus berpuasa selama tiga hari.
Ketiga, Lebih baik Anda menginfakkan uang yang tidak diterimanya tersebut dengan meniatkan pahalanya untuk dia.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.