Saya telah menikah dengan seorang perempuan sekitar enam tahun yang lalu. Istri saya seorang yatim, akhlaknya baik dan pergaulannya bagus. Saya telah berjanji padanya untuk tidak memadunya kecuali pada salah satu dari tiga kondisi kematian, perceraian dan penyakit parah.
Seiring berjalannya waktu kondisi perekonomian istri saya semakin membaik, dia memiliki banyak rumah, lahan pertanian, dan tanah yang luas. Akan tetapi hubungan rumah tangga dan kasih sayang kami memasuki kondisi yang rawan dan kritis. Dia menolak untuk pulang ke rumah saya karena saya merasa tidak nyaman dan tenang tinggal di rumahnya.
Di samping itu dia juga belum melahirkan anak sampai saat ini. Saya berpikir untuk menikah lagi dengan perempuan lain dan dia tidak menolak keinginan saya itu. Yang menjadi masalah sekarang adalah bagaimana saya melepaskan diri dari janji yang telah saya ikrarkan untuk diri saya.
Sesungguhnya meskipun saya tidak berpikir untuk menikah lagi namun istri saya sebenarnya lebih tua dari saya dan tidak lagi mampu menjalankan kehidupan rumah tangga dengan kadar paling minim sekalipun. Berilah saya penjelasan, semoga Allah memberi balasan pahala kepada Anda.
Jika realitasnya sebagaimana yang disebutkan bahwa telah terjadi perubahan kondisi dari yang sebelumnya di mana Anda pernah mengatakan untuk tidak melanggar janji, maka Anda boleh untuk menikah lagi tanpa harus menceraikan istri pertama. Hal itu boleh Anda lakukan dibarengi dengan kewajiban membayar kafarat sebagai tebusan melanggar sumpah.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.