Sunnah fi’liyyah (perbuatan) dan qauliyyah (perkataan) Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menunjukkan bahwa shalat berjamaah diselenggarakan di masjid, bahkan beliau berniat untuk membakar rumah orang-orang yang tidak berjamaah di masjid.
Para khalifah, shahabat radhiyallahu ‘anhum, dan para tabiin pun terbiasa melaksanakan shalat berjamaah di masjid. Ada sebuah hadits sahih dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang menyebutkan bahwa beliau bersabda,
“Orang yang mendengar adzan tetapi tidak mendatangi (tempat adzan itu dikumandangkan), maka shalatnya tidak diterima, kecuali jika ada udzur.”
Selain itu, sebuah riwayat sahih juga menjelaskan bahwa ada seorang lelaki buta yang berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
“Wahai Rasulullah, aku tidak memiliki penuntun yang menuntunku ke masjid, apakah aku mendapatkan keringanan untuk salat di rumah?” Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya kepadanya, “Apakah kamu mendengar panggilan (adzan) untuk shalat?” Dia menjawab, “Ya.” Beliau pun bersabda, “Kalau begitu penuhilah (panggilan itu)!”
Dalam redaksi riwayat lain disebutkan,
“Aku tidak melihat ada keringanan bagimu.”
Dengan demikian, jelaslah bahwa semua pihak yang ada di lembaga pendidikan tersebut, yaitu dewan guru, para pegawai, dan para pelajar wajib melaksanakan shalat berjamaah di masjid yang berdampingan dengan bangunan lembaga pendidikan tersebut dalam rangka mengamalkan sunnah Nabi, menunaikan kewajiban, mencegah agar tidak ada celah untuk meninggalkan shalat berjamaah di masjid, serta agar terhindar dari sifat orang munafik.
Selain itu, kemaslahatan kerja dan maksimalisai tingkat kehadiran para pegawai tidak dapat dijadikan sebagai alasan atau halangan syar’i yang bisa diterima untuk membenarkan pelaksanaan shalat di dalam gedung lembaga.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.