Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

kurban untuk orang yang telah meninggal

setahun yang lalu
baca 2 menit
Kurban Untuk Orang Yang Telah Meninggal

Pertanyaan

Saya sampaikan kepada Anda bahwa saya berkurban untuk bapak saya yang telah meninggal dua puluh tahun lalu. Namun, saya mendengar dari salah seorang teman bahwa berkurban untuk orang yang telah meninggal hukumnya makruh, padahal saya telah berkurban untuk bapak, saudara-saudara, dan keluarga saya yang telah meninggal. Mohon penjelasannya.

Jawaban

Berkurban untuk orang yang telah meninggal hukumnya boleh karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah berkurban untuk umatnya yang belum berkurban dan ini mencakup orang-orang yang masih hidup atau yang telah meninggal. Dari Jabir, ia berkata,

صليت مع رسول الله صلى الله عليه وسلم عيد الأضحى، فلما انصرف أتي بكبش فذبحه، فقال: باسم الله والله أكبر، اللهم هذا عني، وعمن لم يضح من أمتي

“Saya melakukan shalat Idul Adha bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Setelah selesai shalat, ia membawa seekor domba jantan lalu menyembelihnya seraya mengucapkan, “Bismillah, wallahu Akbar (Dengan Nama Allah dan Allah Maha Besar). Ya Allah ini dariku dan dari umatku yang belum berkurban.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi)

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib juga pernah berkurban untuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam setelah ia meninggal, seperti yang disebutkan dalam hadis Hanasy ash-Shan’ani yang berkata,

رأيت عليًّا رضي الله عنه يضحي بكبشين، فقلت له: ما هذا؟ فقال: إن رسول الله صلى الله عليه وسلم أوصاني أن أضحي عنه، فأنا أضحي عنه

“Saya melihat Ali radhiyallahu ‘anhu berkurban dua ekor kambing lantas saya bertanya kepadanya, “Apa ini?” Dia menjawab, “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berwasiat kepadaku agar berkurban untuknya sehingga saya sekarang berkurban untuknya.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Adapun orang yang berkata bahwa tidak boleh berkurban untuk orang yang telah meninggal tidak memiliki dalil tentang hal ini. Pendapat tersebut lemah dan tidak boleh dijadikan sebagai dasar hukum.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Oleh:
al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'