Pertama, diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu `anhu, ia berkata, aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda,
“Barangsiapa berhaji lalu tidak berkata cabul atau bersetubuh dan tidak berbuat fasik niscaya dia kembali seperti hari ketika dilahirkan ibunya.” (Muttafaq `Alaih)
Dan Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda,
“Umrah ke umrah berikutnya itu penghapus dosa di antara keduanya, dan haji yang mabrur itu tidak ada balasan kecuali surga.” (Muttafaq `alaih)
Jadi haji dan amalan-amalan saleh merupakan sebab dihapuskannya kesalahan-kesalahan; selama hamba itu melaksanakannya sesuai tuntunan syariat.
Tetapi untuk menghapus dosa besar harus dengan bertobat, berdasarkan riwayat yang tersebut dalam Shahih Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu `anhu, dari Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,
“(Antara) shalat lima waktu, Jumat ke Jumat berikutnya dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya, kesemuanya menjadi penghapus dosa antara keduanya selama ia menjauhi dosa besar.”
Hanya saja Imam Ibnu Mundzir rahimahullah dan sejumlah ulama berpendapat bahwa haji mabrur menghapuskan semua jenis dosa, berdasarkan zahir dua hadits yang telah disebutkan.
Kedua, diperbolehkan berdagang pada musim haji. Ath-Thabary meriwayatkan dalam kitab Tafsirnya dengan sanadnya, dari Ibnu Abbas radhiyallahu `anhuma, tentang firman Allah,
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu.” (QS. Al-Baqarah : 198)
Maknanya, tidak ada dosa bagimu untuk membeli dan menjual baik sebelum berihram maupun setelahnya.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.