Terdapat nash-nash yang secara umum menjelaskan tentang keutamaan berjalan dan berusaha menuju kebaikan, dan nash-nash yang secara khusus menjelaskan keutamaan berjalan menuju ke berbagai kebaikan, di antara dalil tersebut adalah firman Allah Ta`ala:
“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin : 12)
Kandungan ayat ini masih bersifat umum. Artinya, pahala yang dicatat atau dituliskan dalam ayat ini bisa berupa pahala berjalan menuju shalat di masjid, menuju medan perang untuk berjihad di jalan Allah, berjalan mencari ilmu yang bermanfaat dan berjalan untuk menyambung tali silaturrahim.
Demikian juga ayat itu bersifat umum mencakup apa saja yang ditinggalkan manusia setelah mati seperti harta yang diwakafkan, karya berupa buku-buku pengetahuan, anak-anak saleh dan hal lain yang memberikan manfaat pada orang lain setelah kematiannya.
Dan di antara dalil-dalil lainnya adalah firman Allah Ta`ala tentang para mujahid:
“Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badwi yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (pergi berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik” (QS. At-Taubah : 120)
Hal ini juga didasarkan pada firman Allah Ta`ala tentang berjalan menuju shalat Jumat dan yang termasuk di dalamnya zikir dan mendengarkan khutbah:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Jumu’ah : 9)
Telah diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Shahihnya dari Anas bin Malik,
“Bahwa Bani Salamah ingin pindah rumah dan tinggal di dekat rumah Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam. Anas berkata: “Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam tidak menyukai mereka pindah rumah. Beliau pun bersabda kepada mereka, “Tidakkah kalian mempertimbangkan pahala jejak (langkah) kalian menuju masjid?”
Telah dijelaskan oleh Mujahid bahwa yang dimaksud dengan atsar atau jejak adalah langkah-langkah menuju masjid dan telah diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari jalan (sanad) Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu `Alaihi wa sallam bersabda:
“Siapa yang pergi ke masjid (di awal atau di akhir siang) maka Allah akan menyiapkan rumah baginya di surga setiap kali ia pergi atau datang”
Telah diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Shahihnya dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
“Pahala shalat seseorang secara berjamaah (di masjid) dilipat gandakan 25 kali lipat dari shalatnya (yang dikerjakan sendirian) di rumah dan di pasar. Itu dikarenakan jika dia berwudhu’ dengan baik, kemudian pergi ke masjid dengan niat khusus untuk shalat, maka tidaklah ia melangkah satu langkah melainkan diangkat satu derajat (di sisi Allah), dan diampuni satu dosanya. Jika dia shalat, maka para malaikat senantiasa memintakan ampunan untuknya selagi dia di tempat shalatnya, “Ya Allah ampuni dan rahmatilah dia.” Dan, salah satu dari kalian akan tetap mendapat pahala shalat selama masih dalam keadaan menunggu shalat.”
Telah diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahihnya bahwa Nabi Shallallahu `Alaihi wa sallam bersabda:
“Siapa yang meniti jalan untuk mencari ilmu, niscaya Allah akan memudahkan jalannya menuju surga.”
Terdapat dalam (Shahih Bukhari dan Muslim) dalam konteks hadits-hadits haji wada’ (perpisahan) bahwa Nabi Shallallahu `Alaihi wa sallam bersabda kepada Aisyah radhiyallahu `anha tatkala melaksanakan umrah dari Tan’im setelah melaksanakan hajinya:
“Pahalamu sebesar rasa lelah yang kamu rasakan dan nafkah yang kamu keluarkan”
Nash-nash ini menunjukkan bahwa pelaku kebaikan akan diberi balasan karena melakukan kebaikan itu sendiri atau karena mengerjakan hal-hal yang menjadi sarana dari kebaikan itu.
Dan, pahala itu bertingkat-tingkat sesuai besar kecilnya (kualitas dan kuantitas) nafkah dan kesulitan, yakni berjalan kaki atau naik transportasi, begitu juga tingkatan ini bervariasi tergantung pada hal-hal lain, seperti tergantung pada tempat dan waktu, dan tingkat keikhlasan, penghayatan dan kekhusukannya.
Kesimpulannya, hukum menjalankan sarana menuju suatu amal perbuatan itu sama dengan hukum menjalankan perbuatan itu sendiri. Hukum perbuatan sama dengan hukum maksud, dari segi baik, buruk, dosa dan pahala.
Akan tetapi dalam pelaksanaan ibadah haji dan umrah dengan naik transportasi, sekiranya ia berasal dari pelosok negeri, maka itu lebih baik baginya daripada haji atau umrahnya dengan berjalan kaki, karena hal itu sesuai dengan ajaran Nabi Shalallahu `Alaihi wa Sallam. Allah `Azza wa Jalla berfirman:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu” (QS. Al-Ahzab : 21)
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.