Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

kenajisan khamar

2 tahun yang lalu
baca 3 menit
Kenajisan Khamar

Pertanyaan

Mengingat bahwa khamar itu najis walaupun masih diperselisihkan apakah najisnya seperti air seni atau najis ma`nawi, maka kehati-hatian dalam hal ini tetap wajib. Oleh karena itu, sebagai bentuk kehati-hatian, sebaiknya seseorang mencuci benda yang terkena khamar. Hanya saja, saya bertanya-tanya bahwa mengingat setiap yang memabukkan itu khamar dan setiap khamar itu haram dan najis, maka alkohol pun juga najis, sebagaimana Al-Qur'an menjelaskan sifat khamar di akhirat,
لاَ فِيهَا غَوْلٌ وَلاَ هُمْ عَنْهَا يُنْـزَفُونَ
"Tidak ada dalam khamar itu alkohol dan mereka tiada mabuk karenanya." Dari sini saya memahami bahwa alkohol adalah bahan yang memabukkan. Jika alkohol dihilangkan dari khamar, maka endapan khamar yang telah dipisahkan dari alkoholnya tersebut tidak lagi memabukkan. Apakah khamar yang demikian berarti tidak najis, sama dengan air yang diambil dari saluran, karena fatwa yang dikeluarkan sebelumnya, kalau tidak salah, menyatakan bahwa endapan khamar itu tidak memabukkan karena alkoholnya sudah dihilangkan? B. Mengingat bahwa alkohol najis dan dia adalah khamar karena memabukkan, bukankah sebagai bentuk kehati-hatian sebaiknya alkohol tidak dipakai untuk mengecat tembok, pintu, jendela atau barang apapun di masjid karena kebanyakan bahan tiner yang dipakai untuk melarutkan cat mengandung alkohol atau sebagai bentuk kehati-hatian kita bertanya kepada para ahli tentang tiner dan cat yang tidak mengandung alkohol jika memang benar seperti yang saya tahui bahwa cat yang kita pakai di masjid-masjid ada kandungan alkoholnya. C. Berhubung muktamar yang beberapa kali diadakan untuk mencari bahan alternatif pengganti alkohol dalam obat-obatan belum juga membuahkan hasil, apakah obat-obatan yang barangkali kadar kandungan alkoholnya sampai 14% boleh dipakai dan apakah itu termasuk kategori terpaksa? D. Mengingat bahwa sebagian suntikan, semisal minyak hati, yang diambil dari hati binatang, maka tidakkah binatang tersebut adalah babi karena berasal dari negara-negara non muslim dan kalau memang bukan dari babi, apakah binatang tersebut disembelih sesuai tata cara Islam atau tata cara Ahli Kitab yang benar? Bolehkah suntikan tersebut digunakan? Mohon beri saya fatwa. Semoga Allah senantiasa menolong Anda dan memberi Anda balasan yang baik.

Jawaban

Pertama, hukum Khamar tidak sama dengan hukum air saluran, baik hukum ketika didiamkan atau ketika digunakan sebagaimana adanya atau setelah dipisahkan dari najis yang mencampurinya. Khamar harus dibuang karena memabukkan, bukan karena kenajisannya, karena Nabi Shallallahu `alaihi wa Sallam memerintahkan hal itu saat dua ayat tentang pengharaman khamar turun.

Jadi, mendiamkan khamar dan memanfaatkannya sebagaimana kondisi aslinya adalah haram. Mengubah status khamarnya dengan cara mencampurnya dengan cuka atau memisahkan sebagian kandungannya dan membersihkannya dari kandungan alkohol serta mencampurnya dengan bahan lain untuk dimanfaatkan adalah haram karena Nabi Shallallahu `alaihi wa Sallam melarang mencampurkan cuka dalam khamar sebagai tindakan preventif dan menutup kemungkinan bahan-bahan khamar tersebut dicampur kembali dan dipakai. Lain halnya dengan air yang terkena najis.

Cacatnya terletak pada benda yang terkena najis sehingga dalam kondisi aslinya masih boleh dipakai untuk menyiram tanaman, pepohonan, dan lainnya. Air tersebut juga boleh dipisahkan dari najis yang mencampurinya sehingga dapat digunakan untuk manfaat yang sesuai, seperti merabuk tanah dan menyiraminya, diminum atau lainnya. Khamar tidak sama dengan air seni dalam kenajisan `ainnya, bahkan khamar jauh lebih najis. Jika didiamkan, maka khamar dikhawatirkan akan diminum sedangkan kekhawatiran seperti ini tidak berlaku terhadap air seni sehingga air seni boleh didiamkan guna memupuk tanaman.

Kedua, sudah dijelaskan dalam jawaban masalah pertama bahwa khamar tidak boleh disimpan, dimurnikan dari kandungan alkohol, dan diurai komposisinya serta dicampur dengan bahan lain untuk dimanfaatkan. Jika seseorang yang memegang khamar mencampurnya dengan cat atau sejenisnya untuk dimanfaatkan kemudian tampak bekasnya pada warna, rasa atau bau, maka cat tersebut tidak boleh dipakai, misalnya, untuk mengecat masjid atau yang lainnya dan harus dibuang. Jika bekasnya tidak ada, maka cat tersebut boleh digunakan. Namun, untuk lebih hati-hati, sebaiknya cat tersebut tidak digunakan.

Ketiga, obat-obatan tidak boleh dicampur dengan alkohol yang memabukkan. Namun, jika dicampur dengan alkohol sedangkan kadar campuran alkohol tersebut hanya sedikit dan tidak tampak bekasnya dalam warna, rasa, dan bau obat, maka obat tersebut boleh dikonsumsi. Jika bekas campurannya tampak, maka obat tersebut haram dikonsumsi.

Keempat, hukum asal segala sesuatu adalah suci dan boleh sehingga hanya dapat berubah dengan menentukan atau menduga dengan kuat sesuatu yang menyebabkannya berubah. Jika minyak hati yang disuntikkan diragukan, misalnya, apakah diambil dari hati babi atau hewan lain atau disangsikan apakah diambil dari hari binatang yang disembelih dengan cara syar`i atau tidak syar`i, maka keraguan tersebut tidak memberi efek apapun dan tidak mengubah hukum aslinya, yaitu suci dan halal. Oleh karena itu, suntikan dan sejenisnya boleh dipakai untuk pengobatan jika memang tidak ada bukti yang menetapkan adanya campuran bahan yang mengeluarkannya dari hukum aslinya, yaitu suci dan halal.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Oleh:
al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'
Sumber Tulisan:
Kenajisan Khamar