Pemberian kewarganegaraan dan hukum-hukum yang menyangkut kepemilikannya diatur secara khusus oleh undang-undang. Aturan ini terkadang berbeda-beda di tiap negara. Oleh karena itu, tindakan yang dilakukan oleh individu dalam penyampaian di atas haruslah mematuhi aturan negaranya, selama tidak bertentanganan dengan syariat Islam.
Sebab, ini termasuk dalam kerjasama dalam kebaikan dan ketakwaan. Allah Subhanahu wa Ta`ala telah memerintahkan hal ini dalam firman-Nya,
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa” (QS. Al-Maa-idah : 2)
Melanggar aturan tersebut mengakibatkan kerusakan pada individu, masyarakat, dan negara, sehingga ini dikategorikan bekerjasama dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. Allah telah mengharamkan hal ini dengan firman-Nya,
“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Maa-idah : 2)
Sebab, orang yang memegang salinan dokumen tersebut menggunakan nama si empunya kewarganegaraan dan menyatakan bahwa dialah pemilik saham. Padahal yang sebenarnya tidak demikian. Dengan demikian, transaksi ini dibangun atas dasar kebohongan, kecurangan, dan penipuan, dan ini tidak dibolehkan.
Di samping itu, menggunakan cara ini untuk mendapatkan uang adalah memakan harta yang haram oleh kedua belah pihak. Sebab, keduanya mendapatkan harta dengan cara yang diharamkan, yaitu berbohong, berbuat curang, dan menipu negara.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.