Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

jika sebuah keluarga mengadopsi seorang anak perempuan dan seorang anak lelaki

2 tahun yang lalu
baca 4 menit
Jika Sebuah Keluarga Mengadopsi Seorang Anak Perempuan Dan Seorang Anak Lelaki

Pertanyaan

Kami suami-istri berdomisili di Taiwan. Kami tidak memiliki anak, sementara umur kami telah mencapai empat puluh tahun. Kami ingin mengadopsi bayi lelaki yang baru lahir yang ditinggalkan oleh orang tuanya, dan seorang anak perempuan berumur tiga tahun. Kedua anak itu bukan dari satu keluarga. Kami telah membicarakan masalah ini dengan imam kami di Taipei, lalu beliau mereferensikan untuk bertanya kepada mufti agung di Kerajaan Arab Saudi demi mendapatkan pendapat yang tepat tentang masalah itu. Kami memohon kepada Anda agar bersedia memberikan pendapat tentang persoalan tersebut, dan tentang bagaimana cara kami berinteraksi dengan keduanya sejak mereka masih kecil hingga dewasa. Kami memohon kepada Allah agar menunjukkan seluruh kaum Muslimin ke jalan yang benar, semoga Allah memberikan balasan kepada Anda dengan balasan yang lebih baik.

Jawaban

Anda berdua tidak boleh mengadopsi bayi yang ditinggalkan dan anak perempuan itu, tidak juga anak-anak lain yang bukan anak sah (kandung) Anda, karena Allah mengharamkan adopsi dalam Islam, dan membatalkan (menghilangkan) adopsi yang pernah dipraktekkan pada masa Jahiliyah dan awal Islam dahulu. Termasuk di dalamnya adopsi yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam terhadap Zaid bin Haritsah. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ

“Dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).” (QS. Al-Ahzab: 4)

Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam juga mengharamkan setiap Muslim dan Muslimah untuk menisbahkan seseorang kepada dirinya atau kepada orang lain, padahal kenyataannya dia bukan keturunannya.

Atau mengklaim bahwa dirinya adalah keturunan seseorang atau suatu kabilah padahal dia berbohong. Dalil yang menunjukkan hal itu adalah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dzar radhiyallahu `anhu bahwa dia mendengar Nabi shallallahu `alaihi wa sallam bersabda,

ليس من رجل ادعى لغير أبيه وهو يعلمه إلا كفر، ومن ادعى قوما ليس له فيهم نسب فليتبوأ مقعده من النار

“Tidaklah seorang mengaku (sebagai anak) dari bukan bapaknya padahal dia mengetahuinya melainkan ia telah kafir, dan siapa yang mengaku dirinya berasal dari suatu kaum padahal dia bukan dari kaum itu, maka bersiaplah menempati tempat duduknya di neraka.” (Muttafaqun `Alaih)

Dan dalam sebuah riwayat lain disebutkan,

إن من أعظم الفرى أن يدعى الرجل إلى غير أبيه

“Sesungguhnya di antara kebohongan yang besar ialah apabila seseorang mengaku (sebagai anak) dari orang yang bukan bapaknya.”

Maka hal yang wajib dilakukan adalah hendaklah setiap orang menisbahkan dirinya kepada ayahnya. Jika dia tidak memilihi ayah yang diketahui, tetapi dia memiliki wali (tuan, atau yang memerdekakan hamba, atau kerabat) maka hendaklah menisbahkan dirinya kepadanya. Jika dia tidak memiliki wali maka hendaklah dia dipanggil dengan (istilah) saudara seagama, maka dikatakan kepadanya, “Wahai saudara lelakiku” atau “Wahai saudara perempuanku (seagama)”. Hal itu berdasarkan firman Allah Ta’ala,

ادْعُوهُمْ لآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ

“Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu . Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu.” (QS. Al-Ahzab: 5)

Hal yang dianjurkan kepada Anda berdua adalah berbuat baik kepada keduanya dan mengasuh keduanya jika mereka tidak memiliki seorangpun sanak kerabat yang menanggungnya. Anda berdua akan mendapatkan pahala dari sisi Allah atas kebaikan itu. Jika mereka berdua tinggal bersama Anda hingga mereka dewasa, dan tidak terjadi penyusuan yang mengharamkan (karena saudara sesusuan) maka mereka berdua adalah orang asing (bukan mahram) bagi kalian.

Tidak halal bagi suami berduaan dengan perempuan itu, dan tidak halal juga memandangnya. Dan tidak halal bagi istri berduaan dengan lelaki itu, dan tidak boleh memandangnya, dan sebaliknya lelaki itu juga tidak boleh memandangnya. Bagi istri wajib menutupi diri dengan hijab yang sesuai ajaran syariat dari anak lelaki itu, dan tidak boleh bepergian dengan keduanya tanpa mahram.

Begitu juga halnya bagi anak perempuan dan anak lelaki itu jika keduanya telah dewasa dan tidak ada susuan yang mengharamkan. Anak perempuan itu adalah wanita asing (bukan mahram) bagi lelaki itu. Mereka berdua tidak boleh berduaan. Anak perempuan itu wajib menutupi dirinya dari lelaki itu dengan hijab yang sesuai ajaran syariat. Lelaki itu tidak boleh bepergian dengannya tanpa mahram.

Anda berdua juga tidak boleh menjadi wali untuk akad pernikahan anak perempuan itu. Jika anak perempuan itu belum memiliki wali dari keturunannya, atau yang diserahi wasiat melalui undang-undang bagi keduanya, atau keturunan dari pihak ayah, maka rujukan dalam persoalan itu adalah kepada pemimpin (kepala pemerintahan) atau wakilnya, seperti hakim.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Oleh:
al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'