Pertama, apabila imam berdiri untuk melakukan rakaat kelima karena lupa dan para makmum telah mengingatkannya, sedangkan imam sendiri merasa tidak yakin, maka dia wajib kembali duduk.
Jika dia tetap meneruskan rakaat kelima dengan sengaja, maka batallah shalatnya dan shalat orang yang mengikutinya melakukan hal tersebut jika mereka tahu bahwa rakaat itu merupakan rakaat kelima.
Kedua, berbicara dengan sengaja tatkala shalat itu membatalkan shalat, kecuali jika dilakukan orang yang tidak tahu hukumnya dan orang yang lupa maka hukumnya tidak membatalkan shalatnya menurut pendapat yang kuat, berdasarkan hadis Muawiyah bin Al-Hakam bahwasanya ada seseorang yang berdiri di sampingnya bersin (dan mengucap alhamdulillah), lalu dia menjawab dengan mendoakan yarhamukallah, sehingga para sahabat yang lain -radhiyallahu `anhum- menegur bahwa hal itu tidak boleh.
Ketika dia telah selesai shalat, dia mendatangi Nabi shallallahu `alaihi wa sallam. Dia menanyakan hal itu kepada beliau. Beliau pun menjawab dan bersabda kepadanya,
“Sesungguhnya di dalam shalat ini tidak pantas ada perkataan manusia sedikit pun. Shalat hanyalah berisi tasbih, takbir dan bacaan Alquran.”
Beliau tidak menyuruhnya mengulangi shalat, sehingga hal ini menunjukkan bahwa berbicara di saat sedang shalat tidak membatalkannya jika pelakunya tidak tahu hukumnya. Demikian juga berbicara di saat sedang shalat untuk kemaslahatan shalat itu sendiri, seperti dalam hadis Dzulyadain.
Ketiga, barang siapa yang masbuk (tertinggal rakaat) dalam shalat sedangkan imam yang diikutinya menambah shalat dengan rakaat kelima, maka masbuk tidak menghitung rakaat tambahan itu dan dia tetap wajib menggenapi rakaat yang tertinggal.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.