Lawan dari tauhid (mengesakan Allah) adalah syirik (menyekutukan Allah). Syirik terdiri atas tiga jenis, tetapi pada hakikatnya syirik ada dua jenis, yaitu syirik besar dan syirik kecil.
Syirik besar adalah perbuatan yang memperuntukkan penyembahan atau sebagiannya kepada selain Allah, perbuatan yang mengingkari perkara yang diketahui secara umum sebagai bagian dari agama yang diwajibkan oleh Allah, seperti salat dan puasa di bulan Ramadan, perbuatan yang mengingkari perkara yang diharamkan oleh Allah dan termasuk perkara yang keharamannya diketahui secara umum, seperti zina dan minum khamar, atau perbuatan yang mengandung kepatuhan kepada makhluk dalam kemaksiatan terhadap Allah dengan menganggapnya sebagai perkara yang halal dan menganggap bahwa seseorang, baik laki-laki maupun perempuan, boleh dipatuhi dalam hal-hal yang menyalahi agama Allah `Azza wa Jalla, seperti presiden, menteri, dan ulama.
Semua perbuatan yang memperuntukkan sebagian ibadah kepada selain Allah, seperti berdoa, memohon pertolongan, dan bernazar kepada para wali, menghalalkan sesuatu yang diharamkan oleh Allah atau mengggugurkan sesuatu yang diwajibkan oleh Allah, seperti meyakini bahwa salat, puasa, haji dengan adanya kemampuan atau zakat adalah tidak wajib atau meyakini bahwa perkara semacam ini tidak disyariatkan sama sekali adalah kekafiran dan kemusyrikan yang besar karena ia mengandung pendustaan terhadap Allah dan Rasul-Nya.
Demikian juga jika seseorang meyakini kehalalan perkara yang diharamkan oleh Allah dan termasuk dalam perkara yang diketahui secara umum oleh kaum Muslimin, seperti menganggap zina, khamar, dan durhaka kepada kedua orang tua sebagai perbuatan yang halal, menganggap halal merampok di jalanan, sodomi atau memakan hasil riba, dan hal-hal lain yang keharamannya diketahui berdasarkan nas dan ijmak, maka dia, berdasarkan ijmak ulama, menjadi kafir.
Semoga Allah memberikan keselamatan kepada kita dari semua itu. Status hukum orang tersebut adalah seperti orang-orang musyrik dengan syirik besar.
Demikian juga orang yang melecehkan dan mengejek agama Islam hukumnya sama dengan mereka dan kekafirannya adalah kekafiran besar. Hal ini sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”(65) Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. (QS. At-Taubah:65-66)
Demikian juga jika seseorang menghina sesuatu yang diagungkan oleh Allah karena meremehkan dan merendahkannya, seperti menghina, mengencingi, menginjak atau menduduk mushaf, maka dia, berdasarkan ijmak, telah menjadi kafir karena dengan perbuatan tersebut dia telah menghina dan meremehkan Allah.
Hal ini mengingat Al-Qur’an adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. Barangsiapa menghinanya, maka dia telah menghina Allah `Azza wa Jalla. Semua perkara ini telah dijelaskan oleh para ulama di dalam bab hukum orang murtad.
Masing-masing ulama dalam empat mazhab menyebutkan satu bab yang berjudul: Bab Hukum Orang Murtad. Di dalam bab ini mereka menjelaskan semua jenis kekafiran dan kesesatan. Bab ini perlu mendapatkan perhatian serius, khususnya di zaman ini, saat banyak jenis kemurtadan terjadi dan banyak orang tidak memahami permasalahan ini dengan baik.
Oleh karena itu, barangsiapa benar-benar memperhatikan permasalahan ini, maka dia akan mengetahui perkara yang membatalkan keislaman seseorang, sebab-sebab kemurtadan, dan jenis-jenis kekufuran dan kesesatan.
Jenis kedua: syirik kecil, yaitu perbuatan yang disebut nas-nas sebagai syirik, tetapi tidak sampat pada tingkat syirik besar. Ini disebut dengan syirik kecil, seperti riya’ (melakukan kebaikan agar dilihat orang) dan sum`ah (melakukan kebaikan agar didengar orang). Contohnya, orang yang membaca Al-Qur’an, melakukan salat, dan berdoa agar dilihat orang. Di dalam sebuah hadis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
“Sesuatu yang paling aku takuti adalah syirik kecil.” Ketika ditanya tentang syirik kecil, ia menjawab, Riya.’ Pada hari kiamat Allah ‘Azza wa Jalla akan berfirman kepada orang-orang yang suka berbuat riya,’ “Temuilah orang-orang yang kalian pamerkan amal ibadah kalian kepada mereka ketika di dunia lalu lihatlah apakah kalian mendapati balasan dari mereka?”
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanad sahih dari Mahmud bin Labid al-Asyhali al-Anshari radhiyallahu `anhu. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Thabrani. Sementara itu, Baihaqi dan sejumlah ulama meriwayatkannya secara mursal dari Mahmud bin Labid. Mahmud bin Labid ini adalah seorang sahabat kecil yang tidak pernah mendengar hadis dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam secara langsung.
Namun, menurut para ulama, mursal sahabi adalah sahih dan dapat dibuat hujah. Bahkan sebagian ulama menyebutkan bahwa hal ini merupakan ijmak.
Di antara syirik kecil adalah ucapan seseorang, “Maa syaa’ Allah wa syaa’a fulan (Apa yang dikehendaki Allah dan juga dikehendaki si fulan),” “Seandainya bukan karena Allah dan karena si fulan” atau “Ini dari Allah dan dari fulan.”
Semua ini termasuk dalam syirik kecil sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad sahih dari Hudzaifah radhiyallahu `anhu dari Nabi Shallallahu `alaihi wa Sallam, bahwasanya ia bersabda,
“Janganlah kalian berkata, “Maa syaa’allah wa syaa’a fulaan (Apa yang dikehendaki Allah dan juga dikehendaki si fulan),” tetapi katakanlah, “Maa syaa’allah tsumma syaa’a fulaan (Apa yang dikehendaki Allah kemudian dikehendaki si fulan).”
Di antaranya juga hadis yang diriwayatkan oleh Nasa’i dari Qutailah,
“Bahwa orang-orang Yahudi berkata kepada para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Sesungguhnya kalian menyekutukan Allah. Kalian mengatakan, “Maa syaa’allah wa syaa’a Muhammad (Apa yang dikehendaki Allah dan juga dikehendaki Muhammad)”. Kalian juga mengatakan, “Wal-Ka’bah (Demi Ka’bah).” Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan mereka jika ingin bersumpah agar berkata, “Wa Rabbil Ka`bah (Demi Tuhan Ka’bah)” dan berkata, “Maa syaa’allah tsumma syaa’a Muhammad (Apa yang dikehendaki Allah kemudian dikehendaki Muhammad).”
Dalam riwayat Nasa’i juga dari Ibnu Abbas radhiyallahu `anhuma
Bahwa ada seorang lelaki berkata, “Rasulullah, Maa syaa’allah wa syi’ta (apa yang Allah kehendaki dan yang engkau kehendaki).” Lantas ia bersabda, “Apakah kamu menjadikanku sebagai saingan Allah. Apa yang dikehendaki oleh Allah semata.”
Demikian pula riwayat sahih dari Ibnu Abbas radhiyallahu `anhuma tentang tafsir firman Allah Ta’ala
“Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kamu mengetahui.”
Ibnu Abbas radhiyallahu `anhuma berkata, “Kemusyrikan ini yang terjadi di dalam umat Islam lebih halus dari jalannya semut di atas batu hitam di malam hari, yaitu ketika kamu mengatakan, “Demi Allah, demi kehidupanmu Fulan dan demi kehidupanku,” ketika kamu berkata, “Seandainya bukan karena anjing kecil ini, pasti kita telah kecurian,” “Seandainya bukan karena bebek di rumah ini, tentu para pencuri sudah masuk,” dan ketika seseorang berkata, “Apa yang dikehendaki oleh Allah dan olehmu” serta ucapan, “Seandainya bukan karena Allah dan fulan.” Jangan engkau sebut fulan di dalamnya. Semua ini mengandung kemusyrikan.” Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dengan sanad hasan.
Semua perbuatan ini dan semisalnya termasuk dalam jenis syirik kecil. Demikian juga bersumpah dengan selain Allah, seperti bersumpah dengan Ka`bah, para nabi, amanah, kehidupan seseorang, dan kehormatan seseorang. Semua ini termasuk syirik kecil berdasarkan hadis yang diriwayatkan di dalam Musnad dengan sanad sahih dari Umar Ibnu al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu (semoga Allah meridainya) dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, bahwasanya ia bersabda
“Barangsiapa bersumpah dengan sesuatu selain Allah, maka ia telah berbuat syirik”
Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi rahimahumullah telah meriwayatkan dengan sanad sahih dari Ibnu Umar radhiyallahu `anhuma bahwasanya Nabi Shallallahu `alaihi wa Sallam bersabda
“Barangsiapa bersumpah dengan menyebut selain Allah, maka sungguh ia telah kafir atau berbuat syirik.”
Ada kemungkinan kata “atau’ di dalam hadis di atas disebabkan keraguan perawi dan ada kemungkinan “aw” di dalam hadis di atas mempunyai makna waw (dan) dan maknanya adalah “maka dia telah menjadi kafir dan berbuat syirik.”
Di antaranya juga adalah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Umar radhiyallahu ‘anhuma dari Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam bahwasanya ia bersabda
Barangsiapa hendak bersumpah, maka hendaklah bersumpah dengan menyebut nama Allah atau diam.
Hadis-hadis dalam pengertian yang sama banyak sekali.
Semua ini adalah jenis-jenis syirik kecil dan bisa termasuk syirik besar sesuai dengan keyakinan yang ada di dalam hati pengucapnya. Apabila di dalam hati orang yang bersumpah dengan Nabi, al-Badawi atau syekh fulan ada keyakinan menyerupakannya dengan Allah, memohonnya bersama Allah, dan meyakini bahwa dia mempunyai pengaruh bersama Allah terhadap alam semesta atau sejenisnya, maka dengan keyakinan tersebut dia telah melakukan syirik besar.
Adapun jika orang yang bersumpah dengan selain Allah tidak bermaksud demikian, tetapi sekedar ucapan yang keluar dari mulutnya tanpa memaksudkan hal-hal di atas akibat kebiasaannya saja, maka itu adalah syirik kecil.
Ada pula syirik yang disebut dengan syirik yang samar. Sebagian ulama menyebutnya syirik jenis ketiga dan berhujah dengan sabda Nabi Shallallahu `alaihi wa Sallam dalam hadis Abu Sa’id al Khudri bahwa Nabi Shallallahu `Alaihi wa sallam bersabda
“Maukah kalian saya beritahu tentang apa yang lebih saya takutkan terhadap kalian daripada al-Masih ad-Dajjal?” Para sahabat menjawab, “Ya, Rasulullah.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Syirik yang samar, yaitu seseorang melakukan salat lalu dia memperindah salatnya ketika melihat ada orang yang memandangnya.”
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Namun, yang benar adalah ini bukan jenis syirik yang ketiga, melainkan termasuk syirik kecil. Syirik ini terkadang samar karena ia ada di dalam hati sebagaimana disebutkan di dalam hadis di atas dan seperti orang membaca Al-Qur’an karena riya,’ memerintahkan kebaikan dan melarang keburukan karena riya’ atau berjihad karena riya.’
Terkadang syirik ini adalah samar dari sisi hukum syariat bagi sebagian orang, seperti berbagai jenis syirik yang disebutkan di dalam hadis Ibnu Abbas di atas.
Terkadang pula ia samar tetapi ia termasuk syirik besar, seperti keyakinan orang-orang munafik. Mereka bersikap riya’ dengan amal-amal yang terlihat jelas sedangkan kekafiran mereka adalah samar dan tidak mereka tampakkan. Hal ini seperti disebutkan di dalam firman Allah Ta’ala
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka . Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali(142) Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir).” (QS. an-Nisa’:142-143)
dan seterusnya.
Ayat tentang kekafiran dan riya’ orang-orang munafik banyak sekali. Semoga Allah memberikan keselamatan kepada kita.
Berdasarkan apa yang telah kami sebutkan, maka dapat diketahui bahwa syirik yang samar tidak keluar dari dua jenis syirik sebelumnya, yaitu syirik besar dan syirik kecil walaupun disebut sebagai syirik samar. Jadi, syirik itu ada yang samar dan ada yang jelas.
Adapun syirik yang jelas adalah berdoa kepada orang yang telah meninggal dunia, meminta kepada orang-orang yang telah mati, bernazar untuk mereka, dan perbuatan-perbuatan semisalnya.
Syirik yang samar adalah apa yang ada dalam hati orang-orang munafik.
Mereka melakukan salat dan berpuasa bersama orang-orang sedangkan di dalam hatinya mereka adalah orang-orang kafir yang meyakini kebolehan menyembah berhala dan patung dan mereka mengikuti agama orang-orang musyrik. Ini adalah syirik yang samar karena ia ada di dalam hati.
Demikian juga dengan syirik samar yang kecil, seperti orang yang membaca Al-Qur’an, melakukan salat, dan bersedekah untuk mendapatkan pujian orang-orang. Ini adalah syirik yang samar, tetapi ia adalah syirik kecil.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa syirik ada dua, yaitu syirik besar dan syirik kecil. Masing-masing terkadang berupa syirik yang samar, seperti syirik orang-orang munafik, tetapi di waktu yang sama ia adalah syirik besar dan terkadang berupa syirik yang samar dan kecil, seperti orang yang pamer salat, sedekah, berdoa kepada Allah, amar makruf, dan nahi munkar.
Oleh karena itu, setiap orang Mukmin wajib mewaspadai hal-hal tersebut dan menjauhi jenis-jenis syirik ini, terutama syirik besar, karena ia adalah kemaksiatan terbesar terhadap Allah dan kejahatan makhluk yang paling berat. Inilah yang difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala
Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. (QS. al-An’am:88)
dan difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka.” (QS. al-Maidah:72)
serta difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya (QS. an-Nisa:48)
Orang yang meninggal dunia dalam kondisi tersebut dapat dipastikan sebagai penghuni neraka, haram mendapat surga, dan abadi di dalam neraka untuk selamanya. Semoga Allah melindungi kita dari hal tersebut.
Adapun syirik kecil lebih besar dari dosa-dosa besar dan pelakunya berada dalam bahaya yang besar. Namun, ia terkadang dihapus darinya karena kebaikannya lebih banyak. Terkadang pelakunya dihukum dengan sebagian siksa, tetapi tidak abadi di dalam neraka seperti orang-orang kafir karena jenis syirik ini tidak termasuk hal yang mengharuskan seseorang abadi di neraka atau yang membuat terhapusnya semua amal ibadah, tetapi ia menghapus amal yang menyertainya.
Dengan demikian, syirik kecil menghapus amal yang menyertainya, seperti orang yang riya’ dalam salatnya tidak mendapatkan pahala, bahkan dia berdosa.
Demikian juga orang riya’ dalam membaca Al-Quran tidak mendapatkan pahala, bahkan dia mendapatkan dosa. Ini berbeda dengan syirik besar dan kekafiran besar, yang menghapus seluruh amal ibadah. Hal ini sebagaimana difirmankan oleh Allah Ta’ala
Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. (QS. al-An’am:88)
Oleh karena itu, laki-laki dan perempuan, ulama dan pelajar, dan semua Muslim wajib memperhatikan masalah ini dan memahaminya agar mengetahui hakikat tauhid dengan semua jenisnya, agar mengetahui hakikat syirik dengan kedua jenisnya; besar dan kecil, agar segera bertobat dengan sungguh-sungguh dari syirik besar atau syirik kecil yang bisa jadi telah dia lakukan, agar konsisten dengan tauhid dan senantiasa istikamah di jalurnya, dan agar senantiasa taat kepada Allah dan menunaikan hak-Nya karena tauhid mempunyai hak-hak yang harus ditunaikan, yaitu menunaikan perkara-perkara yang fardu dan meninggalkan hal-hal yang dilarang.
Tauhid harus disertai dengan menunaikan perkara-perkara yang fardu dan meninggalkan hal-hal yang dilarang dan harus disertai dengan meninggalkan semua bentuk kemusyrikan, baik yang kecil maupun yang besar.
Syirik besar bertentangan dengan tauhid dan bertentangan dengan Islam secara keseluruhan dan syirik kecil bertentangan dengan kesempurnaannya yang wajib sehingga kedua jenis syirik ini harus ditinggalkan.
Oleh karena itu, kita semua harus benar-benar memperhatikan permasalahan ini dan memahaminya dengan baik serta menyampaikannya kepada orang-orang dengan sungguh-sungguh dan dengan penuh kejelasan hingga seorang Muslim benar-benar memahami perkara-perkara yang besar ini.
Semoga Allah `Azza wa Jalla memberi kami dan Anda semua taufik untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan melakukan amal saleh, semoga menganugerahkan kepada kita dan seluruh kaum Muslimin pemahaman atas agama-Nya dan kokoh di jalurnya, dan semoga membela agama-Nya, meninggikan kalimat-Nya, dan menjadikan kami dan Anda semua sebagai para da’i yang mendapatkan petunjuk. Selawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang baik hingga hari kiamat.