Saya memiliki seorang istri, dan kami dikaruniai seorang anak perempuan dan dua anak laki-laki. Anak yang terkecil berusia satu tahun. Istri saya buta huruf, tidak mengerti baca tulis. Dahulu saya tinggal di timur laut kawasan Kerajaan Arab Saudi yang berbatasan dengan Kuwait. Namun saya meminta untuk dipindahkan ke kawasan selatan, karena harus merawat kedua orang tua saya yang tidak memiliki keluarga selain saya.
Berkat kemurahan Allah Subhanahu wa Ta'ala Yang Maha Mengetahui pandangan mata dan apa yang disembunyikan di dalam hati, juga atas bantuan para petugas yang berwenang semoga Allah menjaga dan meluruskan langkah-langkah mereka saya dipindahkan ke kawasan al-Qunfudzah yang berjarak 160 km dari rumah saya yang juga tempat menetap kedua orang tua saya.
Istri dan anak-anak saya yang melayani mereka ketika saya pergi bekerja, dan saya baru pulang ke rumah di akhir pekan. Ibu saya sudah tua dan tidak bisa baca tulis. Beliau dan istri saya sering cekcok. Masing-masing tidak mau menerima nasihat dan masukan satu sama lain. Akhirnya saya membuat rumah kecil untuk ibu saya yang berjarak 500 m dari rumah saya, lengkap dengan sebuah kamar tidur, dapur, dan kamar mandi.
Saya mengatakan kepada ibu bahwa semua yang beliau perlukan sudah saya sediakan. Ayah saya orang yang bijak dan sabar menghadapi semua kondisi. Dia juga selalu berusaha untuk menenangkan suasana. Akan tetapi ibu saya tidak dapat menerima satu kata pun, baik yang kecil maupun besar. Pada suatu hari, ketika saya baru pulang kerja dan mengucapkan salam kepada ibu, beliau langsung mengadukan berbagai permasalahan antara dirinya dengan istri saya.
Saya berusaha meminta pengertian dan memohonnya untuk bersabar dari hal-hal yang menurutnya tidak layak dari istri saya, karena dia masih harus menjaga anak-anak saya. Namun ibu saya menangis seakan-akan menyalahkan saya. Saat beliau meradang itulah saya berkata sambil menggenggam tangannya, "Saya berjanji akan memutus hubungan dengan istri saya. Namun saya mohon ibu untuk bersabar sedikit sampai anak saya yang masih kecil itu tumbuh besar."
Begitulah isi hati dan janji saya. Putus hubungan dalam janji saya itu maksudnya adalah bercerai. Namun setelah satu bulan berlalu, kondisi keluarga saya berjalan ke arah positif dan istri saya memperlakukan ibu dengan amat baik. Kemungkinan istri saya takut akan akibat buruk yang akan terjadi jika dia tetap tidak akur dengan ibu saya. Kini, saya membatalkan niat untuk menceraikannya.
Mohon penjelasan atas hal ini, apa konsekuensinya bagi saya atas hal ini? Apakah ada konsekuensi syariat bagi istri saya? Apakah saya harus menunaikan janji saya kepada ibu? Semoga Allah menjaga dan melindungi Anda untuk kami dan untuk umat.
Jika kenyataannya seperti yang telah Anda sebutkan, bahwa Anda telah berjanji kepada ibu Anda untuk menceraikan istri demi menenangkan hatinya, maka tidak jatuh talak pada istri Anda atas janji tersebut. Anda juga tidak wajib mengucap cerai kepada istri Anda demi memenuhi janji itu.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.