Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

ingin rujuk kepada mantan istri yang telah dikhuluk tetapi ditolak

2 tahun yang lalu
baca 1 menit
Ingin Rujuk Kepada Mantan Istri Yang Telah Dikhuluk Tetapi Ditolak

Pertanyaan

Seorang lelaki menceraikan istrinya (H. M. S.) tanpa dia sadari di saat dia sedang sangat marah dan istrinya hamil. Setelah istrinya melahirkan, dia menceraikannya untuk kedua kalinya. Dia telah rujuk kepadanya lagi di hadapan hakim. Saat ini anak-anaknya bersama istrinya dalam kondisi yang menyedihkan, tetapi dia sulit memisahkan anak-anaknya dari ibu mereka. Apakah perempuan tersebut boleh dirujuk lagi? Setelah menanyakan kepada Hakim Wadi Damad tentang permasalahan mereka berdua, sang hakim menjawab bahwa A. M. J. menceraikan istrinya (H. M. S.) satu kali cerai dengan imbalan, yaitu istrinya menyerahkan anak-anaknya (A. A.) dan (H. A.) kepadanya hingga mereka dewasa atau ibu mereka menikah. Hal tersebut kemudian dicatat dalam dokumen nomor 407 pada tanggal 29/11/1393 H. Ketika sang suami menyebutkan bahwa mantan istrinya tersebut ingin kembali menjadi istrinya, maka pihak perempuan dipanggil dan dijelaskan kepada mereka berdua tentang isi surat Ketua Departemen Riset Ilmiah dan Fatwa serta ditanyakan kepada pihak perempuan apakah dia ingin kembali menjadi istri lelaki tersebut dengan suka rela, akad, dan mahar yang baru, tetapi dia tetap tidak ingin menjadi istrinya kembali. Keputusannya tersebut pun dicatat dalam buku catatan C 18, halaman 95 tahun 1394 H.

Jawaban

Mengingat peminta fatwa (A. M. J.) telah menceraikan istrinya (H. M. S.) satu kali dengan imbalan, sebagaimana telah disebutkan oleh hakim dan ditulis dalam dokumen nomor 407 pada tanggal 29/11/1393 H, dan mengingat hakim telah memanggil sang istri berdasarkan permintaan sang suami untuk rujuk kembali dan pengakuan suami bahwa perempuan tersebut ingin menjadi istrinya kembali dan hakim telah memahamkan keduanya bahwasanya mereka boleh kembali menjadi suami istri dengan akad, mahar baru, dan kerelaan dari pihak perempuan, tetapi pihak perempuan tetap tidak ingin menjadi istrinya kembali, maka A. M. J. tidak dapat menikahi kembali mantan istrinya tersebut, H. M., kecuali dengan akad, mahar baru, dan kerelaan darinya.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Oleh:
al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'