Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

ihram umrah dari tanah halal dan dalilnya

3 tahun yang lalu
baca 2 menit
Ihram Umrah Dari Tanah Halal Dan Dalilnya

Pertanyaan

a. Jika dalil orang-orang yang mengatakan bahwa penduduk Makkah harus keluar ke Tanah Halal yang terdekat ketika melakukan umrah adalah perintah Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam kepada Aisyah dan Abdurrahman, dua anak Abu Bakar radhiyallahu `anhum, apakah Aisyah dan Abdurrahman radhiyallahu `anhum termasuk penduduk Makkah, sehingga keharusan penduduk Makkah untuk keluar dari Tanah Haram dapat diqiyaskan kepada keluarnya mereka berdua? b. Jika ini benar -dan orang yang mensahihkan hadis Aisyah tersebut harus menyebutkan dalil argumennya-, mengapa Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam mengqashar salatnya ketika tinggal di Makkah selama 19 hari sebagaimana disebutkan dalam riwayat yang sahih? c. Begitu juga mengapa Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam memerintahkan orang-orang Muhajirin untuk tidak menetap di Makkah selama lebih dari tiga hari setelah mereka melakukan ibadah haji, sebagaimana disebutkan dalam hadis Al-`Ala' bin Al-Hadhrami yang diriwayatkan oleh Bukhari,
ثلاث للمهاجرين بعد الصدر
"(Diperbolehkan tinggal di Makkah) tiga hari saja bagi kaum Muhajirin setelah mereka keluar dari mabit di Mina." Padahal bukankah Abdurrahman dan Aisyah radhiyallahu `anhuma termasuk dari kaum Muhajirin?

Jawaban

Benar, dalil bahwa orang yang ingin umrah saja dan sedang berada di Tanah Haram wajib berihram dari Tanah Halal adalah perintah Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam kepada Aisyah radhiyallahu `anha untuk melakukan umrah dari Tan`im, dan agar saudaranya, Abdurrahman radhiyallahu `anha pergi bersamanya sebagai mahramnya. Hal ini mengingat bahwa Rasulullah Shallallahu `Alahi wa Sallam setiap kali diberi pilihan antara dua perkara selalu memilih yang paling mudah.

Seandainya tidak ada perbedaan antara Tanah Haram dan Tanah Halal untuk memulai ihram umrah mereka berdua, tentu beliau memerintahkan Aisyah untuk berihram dari Al-Abthah (daerah lereng gunung dekat lokasi jamrah), tempat mereka singgah, yang masih termasuk Tanah Haram. Beliau tentu tidak akan menyusahkan Aisyah dan saudaranya untuk pergi ke Tan`im pada malam hari agar Aisyah melakukan ihram dari sana.

Beliau juga tentu tidak akan menyusahkan diri beliau sendiri dengan harus berpisah dengan istri beliau, Aisyah, pada malam hari itu dan terpaksa menentukan tempat untuk bertemu kembali padahal mereka sedang dalam perjalanan jauh.

Perintah beliau kepada Aisyah tersebut bukan karena Aisyah termasuk dari kaum Muhajirin dan bukan dari penduduk Makkah, karena orang yang singgah di bangunan rumah Makkah atau di Al-Abthah, yang bukan termasuk penduduknya, cukup melakukan ihram haji dari tempatnya berada dan tidak dibebani kewajiban untuk keluar ke Tanah Halal atau ke miqat negerinya, baik dia termasuk dari kaum Muhajirin atau seorang pendatang jauh yang bukan dari kaum Muhajirin.

Keharusan berihram dari Tanah Halal bagi penduduk Makkah atau Tanah Haram yang ingin umrah saja ini tidaklah diqiyaskan kepada kandungan hadits tentang umrah Aisyah dari Tan`im, akan tetapi hadits ini merupakan ketetapan hukum syariat yang berlaku umum bagi setiap orang yang ingin melakukan umrah dan sedang berada di dalam Tanah Haram, baik dia berada di Makkah atau di luarnya, dan baik dia seorang pendatang jauh dari kaum Muhajirin atau yang lainnya.

Karena perintah Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam kepada satu orang seperti perintah beliau kepada jamaah, yaitu ketetapan hukum syariat yang berlaku umum, kecuali jika ada dalil yang menunjukkan kekhususannya.

Dengan jawaban ini Anda tahu jawaban paragraf (a) dan paragraf (b). Kami telah katakan bahwa Aisyah dan saudaranya, Abdurrahman, radhiyallahu `anhuma termasuk dari kaum Muhajirin .

Oleh:
al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'