Pertama, Arafah secara keseluruhan adalah sebagian dari syiar haji yang Allah Ta’ala perintahkan untuk dijadikan sebagai tempat pelaksanaan salah satu dari manasik haji, yaitu wukuf di Arafah pada tanggal sembilan Dzulhijjah dan malam Idul Adha, dan bukan sebagai tempat tinggal bagi manusia.
Oleh karena itu tidak perlu untuk membangun masjid di sana apa lagi di Jabal Arafah yang sangat masyhur di kalangan jemaah dengan nama Jabal Rahmah sebagai tempat melaksanakan shalat, karena di sana telah ada Masjid Namirah tempat yang oleh Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam dijadikan sebagai tempat untuk melaksanakan shalat Zuhur dan Asar pada haji wada’ supaya jemaah haji bisa menjadikannya sebagai tempat shalat pada waktu wukuf di Arafah, bagi siapa yang sanggup melaksanakan shalat Zuhur dan Asar di sana pada hari itu.
Demikian juga, tidak pernah ada riwayat dari kalangan salaf adanya pembangunan masjid di bukit yang terkenal dengan nama Jabal Rahmah. Membangun masjid atau beberapa masjid di sana adalah bidah. Salat dua rakaat atau lebih di setiap masjid adalah bidah kedua dan shalat dua rakaat atau lebih pada waktu terlarang adalah bid’ah ketiga.
Kedua, Tujuan jemaah ke masjid-masjid ini, mengusap dinding dan mihrab, dan meminta berkah adalah termasuk bid’ah yang tercela, pihak berwenang harus memerintahkan untuk menghilangkan dan menghancurkan masjid ini, untuk menutup peluang keburukan dan menghindari terjadinya fitnah sehingga jemaah haji tidak lagi memiliki alasan yang mendorong mereka pergi dan mendaki Jabal Rahmah dengan alasan untuk mendapatkan berkah dan melaksanakan shalat di sana.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.