Seseorang tidak diperbolehkan mengubah nama ayahnya demi mencari kepentingan duniawi karena sesuatu yang dianggap maslahat tersebut bisa jadi karena ingin mendapatkan keuntungan materi dan jabatan dari nama yang dipakai, namun di saat yang sama dia telah menganggap rendah nasab ayahnya. Perbuatan tersebut adalah dosa besar, sebab mengandung kebohongan, pemalsuan, dan penghinaan terhadap ayahnya karena keengganan menasabkan diri kepada ayahnya.
Perbuatan tersebut bisa jadi juga bertujuan demi mencari keuntungan harta pada warisan, instansi pemerintah, atau keuntungan lainnya. Perbuatan tersebut juga tergolong dosa besar, karena mengandung kebohongan dan penipuan pada garis keturunan, serta memakan harta orang lain dengan cara yang tidak benar.
Kemudian perbuatan tersebut mengubah atau memalsukan garis keturunan yang berakibat pada mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah dan menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah dalam hal pernikahan, harta, dan lain-lain.
Kesimpulannya perbuatan ini akan menimbulkan bahaya yang sangat besar. Dalam hal ini terdapat riwayat dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda,
“Tidaklah seorang mengaku (sebagai anak) dari bukan bapaknya padahal dia mengetahuinya melainkan ia telah kafir.”
Dan juga diriwayatkan dari Sa`d bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda,
“”Barangsiapa mengaku sebagai anak dari selain bapaknya padahal ia tahu bukan bapaknya, maka surga haram baginya.”
Dan juga diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda,
“Janganlah kalian membenci bapak-bapak kalian. Barangsiapa membenci bapaknya maka dia telah kafir.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam orang yang menasabkan diri bukan kepada ayahnya, dan ancaman keras tersebut hingga sampai-sampai pelakunya dihukum kafir serta dia diharamkan masuk surga. Oleh karena itu, orang yang melakukan perbuatan tersebut hendaklah berhenti melakukannya dan bertobat kepada Allah serta meminta ampun kepada-Nya atas kelalaian yang dilakukannya.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.