Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

hukum menambah kalimat ‘ash-shalah khairun min an-naum’ pada adzan subuh

3 tahun yang lalu
baca 3 menit
Hukum Menambah Kalimat ‘ash-Shalah Khairun min an-Naum’ pada Adzan Subuh

Pertanyaan

Jawaban

Sebagian hadits yang menjelaskan masalah ini ada yang dikategorikan ma’lul (cacat; daif) oleh ulama Jarh wa Ta’dil (salah satu cabang ilmu hadits mengenai kualitas dan karakter negatif atau positif perawi), sementara sebagian menganggapnya sahih.

Di sisi lain, ada hadits yang menunjukkan bahwa tatswib (ash-shalah khairun min an-naum) dibaca pada adzan pertama. Ada juga riwayat yang menjelaskan bahwa itu dilakukan pada adzan kedua. Diriwayatkan oleh as-Siraj, ath-Thabrani, dan al-Baihaqi, dari Ibnu ‘Ajlan, dari Nafi’, dari Ibnu Umar yang berkata,

كان الأذان الأول بعد حي على الصلاة حي على الفلاح (الصلاة خير من النوم) مرتين

“Dalam adzan pertama setelah kalimat ‘hayya ‘ala al-falah’ diserukan ‘ash-shalah khairun min an-naum’ sebanyak dua kali.”

Menurut Ibnu Hajar, derajat sanad hadits ini hasan. Sementara itu menurut al-Ya’muri, derajat sanad hadits ini sahih. Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah, ad-Daruquthni, dan al-Baihaqi, dari Anas yang berkata,

من السنة إذا قال المؤذن في الفجر: (حي على الفلاح) قال: (الصلاة خير من النوم

“Termasuk sunah jika seorang muadzin mengucapkan ‘ash-shalah khairun min an-naum’ setelah kalimat ‘hayya ‘ala al-falah’ pada adzan Subuh.”

Menurut al-Ya’muri, sanadnya sahih. Imam Baqiyy bin Makhlad menerima hadits dari Yahya bin Abdul Hamid, dari Abu Bakar bin ‘Ayyasy, dari Abdul Aziz bin Rafi’ yang mendengar Abu Mahdzurah berkata,

كنت غلامًا صبيًّا فأذنت بين يدي رسول الله صلى الله عليه وسلم الفجر يوم حنين، فلما انتهيت إلى حي على الفلاح قال: ألحق فيها الصلاة خير من النوم

“Ketika masih kecil, saya mengumandangkan adzan Subuh di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam saat perang Hunain. Ketika saya sampai pada kalimat ‘hayya ‘ala al-falah’ beliau bersabda, ‘Ucapkanlah ‘ash-shalah khairun min an-naum’ setelahnya.”

Diriwayatkan pula oleh Nasa’i dari jalur sanad yang berbeda, dari Abu Ja’far, dari Abu Sulaiman, dari Abu Mahdzurah, dan dipandang sebagai hadits sahih oleh Ibnu Hazm.

Dapat dikatakan bahwa riwayat yang menunjukkan tatswib adzan pertama dan kedua, pada awalnya adalah di adzan pertama, kemudian ditetapkan pada adzan kedua, sebagai pengamalan atas dalil-dalil yang ada.

Ada kemungkinan pula bahwa maksud dari adzan pertama dalam keterangan tersebut adalah benar-benar “adzan”, bukan iqamah yang dalam beberapa keterangan disebut sebagai adzan kedua.

Sebab, saat disebutkan berbarengan dengan adzan, maka iqamah disebut sebagai adzan kedua, sebagaimana di dalam sebuah hadits,

بين كل أذانين صلاة

“Di antara setiap dua adzan ada shalat.”

Pengertian seperti ini ditunjukkan oleh hadits Aisyah sebagaimana yang diriwayatkan Abu Dawud. Oleh karena itu, pernyataan hadits ini jelas sekali menerangkan bahwa yang dimaksud dengan adzan pertama adalah adzan kedua Subuh (dalam Islam disyariatkan untuk mengumandangkan adzan dua kali ketika fajar: seruan untuk membangunkan dan penanda masuk waktu fajar). Sesungguhnya penamaan adzan pertama semata-mata agar tidak dipahami sebagai iqamah.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Oleh:
al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'