Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

hikmah wanita diwajibkan ‘iddah (masa menunggu)

2 tahun yang lalu
baca 2 menit
Hikmah Wanita Diwajibkan ‘Iddah (Masa Menunggu)

Pertanyaan

Apa hikmah wanita diwajibkan 'iddah setelah ditinggalkan suami? Jika alasannya untuk mengetahui apakah ia hamil atau tidak, kenapa diwajibkan sampai empat bulan sepuluh hari yang tidak membolehkan wanita tersebut menikah dan keluar dari rumah serta berhias, padahal kedokteran modern dapat mengetahui kehamilan wanita atau tidaknya dalam waktu dua puluh empat jam. Apa pendapat Anda dalam masalah tersebut ?

Jawaban

Allah Subhanahu mensyari’atkan masa menunggu untuk wanita karena ada banyak hikmah. Al-‘Allamah Ibnu al-Qayyim semoga Allah memberi rahmat menulis dalam kitabnya I’lam al-Muwaqi’in sebagai berikut, “Tingkatan pertama, terdapat beberapa hikmah di balik disyariatkannya `iddah, di antaranya untuk mengengetahui bersihnya rahim, sehingga tidak terjadi percampuran dua sel sperma atau lebih dalam satu rahim, yang akan menyebabkan percampuradukan dan kerusakan keturunan. Kerusakan keturunan itulah yang dicegah oleh syari’at.

Hikmah lain, untuk memuliakan akad pernikahan, mengagungkan dan menampakkan kemuliaannya. Hikmah lain, untuk memperlambat masa kembali seorang yang melakukan talak pertama, barangkali ada penyesalan dan berubah pikiran untuk kembali menjalin hubungan pernikahan dengan mantan isterinya. Hikmah lain, untuk menyelesaikan hak seorang suami dan menampakkan rasa belasungkawa dengan cara tidak berhias.

Karenanya disyari’atkan berduka ketika ditinggalkan suami lebih lama daripada ditinggalkan bapak dan anak. Hikmah lain, sebagai sikap hati-hati dalam menjaga hak suami, kepentingan isteri, hak anak dan melaksanakan hak yang diwajibkan Allah. Dalam iddah ada empat hak. Allah telah menempatkan kematian sama kedudukannya dengan kedudukan suami menggauli isterinya sebagai terpenuhinya syarat dalam akad nikah.

Masa nikah adalah seumur hidup. Oleh karena itu, kondisi suami menggauli isterinya menempati kedudukan tersendiri dalam menyempurnakan maskawin, dan dalam diharamkannya anak istri (rabibah) menurut sekelompok sahabat dan setelahnya, sebagaimana mazdhab Zaid bin Tsabit dan Ahmad dalam salah satu riwayatnya. Maksud iddah bukan sekedar membersihkan rahim yang merupakan sebagian tujuan dan hikmahnya saja.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Oleh:
al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'