Hadis tersebut diriwayatkan dari berbagai jalur. Di antaranya, hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan redaksi,
“Tidak sah persaksian seorang lelaki dan perempuan pengkhianat dan persaksian orang yang menyimpan rasa dengki terhadap saudaranya, serta tidak sah pula persaksian orang yang mengaku keluarga dan wala’.”
Dikeluarkan oleh at-Tirmidzi dalam Kitab Jami’nya juz 2 halaman 48, dan dia berkata, “Hadis ini menurut saya tidak sahih dari segi sanadnya”. Hadis itu juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam kitab as-Sunan al-Kubra juz 10 halaman 155, dan dia berkata, “Hadis ini lemah”. Hadis itu juga diriwayatkan oleh ad-Daraquthni 529 dan dia berkata, “Hadis lemah yang tidak bisa dijadikan argumentasi”.
Hadis ini diriwayatkan dari Amr bin Syuaib dari ayahnya, dari kakeknya diriwayatkan secara marfu’ dengan readaksi,
“Tidak sah persaksian seorang lelaki dan perempuan pengkhianat dan persaksian orang yang menyimpan rasa dengki terhadap saudaranya.”
Dikeluarkan oleh al-Imam Ahmad di dalam kitab al-Musnad juz 2 halaman 204, 225 – 226. Hadis itu juga diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Kitab Sunannya nomor 3600, 3601. Dan hadis itu juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi di dalam as-Sunan al-Kubra juz 10 halaman 200 dan ad-Daruquthni 528.
Dan al-Hafidz Ibnu Hajar di dalam kitab at-Talkhish juz 4 halaman 198, ia berkata, “Sanadnya kuat”. Oleh karena itu, hadis ini sahih melalui jalur ini dan bisa dijadikan argumentasi”.
Makna ungkapan,
“Orang yang menyimpan rasa dengki.”
Yang teradapat pada hadis: Diriwayatkan di dalam kitab al-Fath ar-Rabbani juz 5 halaman 220. Dan sabdanya,
“Dan tidak pula (persaksian) orang yang menyimpan kedengkian.”
Dengan huruf ghain berbaris di bawah dan mim sukun dan setelahnya ra berbunyi ghimr, yakni dengki dan dendam. Al-Khaththabi berkata, “Antara dirinya dan orang yang disaksikan (tertuduh) secara lahir mempunyai permusuhan”.
Adapun khianat yang terdapat pada hadis tidaklah terbatas kepada khianat dalam menjaga amanat manusia, tetapi mencakup setiap orang yang meninggalkan perintah Allah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau melakukan larangan Allah dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dengan demikian, orang yang berkhianat dalam pengertian seperti ini tidak dianggap sebagai orang yang adil dan tidak boleh memberi kesaksian. Ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfal: 27)
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.