Berdasarkan hadis dari al-Hasan bin Ali radhiyallahu `anhuma bahwa Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam mengajarinya qunut dalam shalat Witir. Dalam Musnad Ahmad, Sunan Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Majah, dan selainnya bahwa al-Hasan radhiyallahu `anhu mengatakan, “Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam mengajari saya beberapa kalimat yang diucapkan ketika Witir,
“Allaahumma-hdinii fii-man hadayt, wa `aafinii fii-man `aafayt, wa tawallanii fii-man tawallayt, wa baarik lii fii-man a`athayt, wa qinii syarra maa qadhayt, fa innaka taqdhii wa laa yuqdhaa `alayk, innahuu laa yadzillu man waalayt, tabaarak-ta rabba-naa wa ta`aalayt” (Ya Allah, berikanlah kami petunjuk sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah kami perlindungan sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri perlindungan. Berilah kami pertolongan sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri pertolongan. Berilah berkah pada segala yang telah Engkau berikan kepada kami. Jauhkanlah kami dari segala kejahatan yang telah Engkau tetapkan. Sesungguhnya Engkau adalah Dzat yang Maha menentukan dan Engkau tidak dapat ditentukan. Tidak akan hina orang yang Engkau lindungi. Maha berkahlah Engkau dan Maha Luhurlah Engkau)”
At-Tirmidzi berkata, “Derajat hadis ini hasan, dan kami tidak menemukan dari Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam terkait qunut yang lebih baik dari ini”.
Dan al-Hafidz Ibnu Hajar berkata, “Derajat hadis ini hasan sahih”. Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu `anhu bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam di akhir witirnya membaca,
“Allaahumma innii a`uudzu bi-ridhaaka min sakhatika, wa bi-mu`aafatika min `uquubatika, wa a`uudzu bi-ka min-ka laa uhshii tsanaa’an `alayka anta ka-maa atsnayta `alaa nafsik” (Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan keridaan-Mu (agar selamat) – dari murka-Mu , dan dengan keselamatan-Mu (agar terhindar) dari siksaan-Mu, dan aku berlindung dengan-Mu dari (siksaan)-Mu. Aku tidak mampu menghitung pujian kepada-Mu sebagaimana Engkau memuji diri-Mu sendiri)”
Diriwayatkan oleh lima perawi (Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah, karyanya terkumpul dalam bentuk kitab Sunan).
Apabila seseorang berdoa dengan doa “jawami’u ad-du’a” terutama yang riwayatnya sampai kepada Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam maka yang demikian diperbolehkan, sebab sama dengan doa qunut dan saat itu adalah waktu untuk berdoa. Inilah pendapat sejumlah ulama.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.