Doa merupakan ibadah, dan semua ibadah adalah tauqifi (yaitu harus berdasarkan dalil Alquran dan Sunah), maka tidak bisa dikatakan, “Bahwa ibadah ini disyariatkan dari sisi hukum asalnya, bilangan, cara, dan tempatnya kecuali ada dalil syar`i yang menjelaskannya.” Kami tidak mengetahui tuntunan hal tersebut dari Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam, baik perkataan, perbuatan, dan ketetapannya, sebagaimana yang diklaim oleh kelompok kedua.
Semua kebaikan itu adalah dengan mengikuti petunjuk Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam. Petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam masalah ini adalah riwayat sahih dengan dalil-dalil yang menjelaskan tentang apa yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam setelah salam. Inilah yang diterapkan oleh para khalifah dan sahabat setelah masa Nabi serta para tabiin yang mengikuti mereka dengan baik setelah itu.
Barangsiapa mengada-adakan sesuatu yang tidak sesuai dengan petunjuk Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam, maka amalannya akan tertolak. Nabi Muhammad Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda,
“Barangsiapa melakukan suatu perbuatan yang tidak berdasarkan perintah (agama) kami, maka perbuatan tersebut tertolak.”
Imam yang berdoa setelah salam kemudian para makmum mengamini doanya dan semua orang mengangkat tangannya diminta untuk mengemukakan dalil yang mendasari amalannya. Jika dia tidak mampu mengemukakannya, maka amalannya tersebut tertolak. Begitu juga dengan yang mengerjakannya setelah shalat-shalat sunah. Dia diminta untuk mengemukakan dalil yang mendasari amalannya, sebagaimana Allah Ta`ala berfirman dalam hal ini,
“Katakanlah: “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar.”
Kami tidak mengetahui satu dalil pun dalam Alquran dan Sunah yang menunjukkan adanya syariat yang diklaim oleh kelompok kedua, yaitu berdoa dan zikir secara berjemaah seperti yang disebutkan dalam pertanyaan.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.