Warisan
Bertobat Karena Tidak Memberikan Hak Waris Kaum Wanita

Fatwa Ulamaby al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'
November 28, 2022•5 min read

Ringkasan Artikel
Anda harus login untuk membuat ringkasan otomatis menggunakan AI.
Login sekarang →Di tempat kami, Kabilah Bani Malik yang ada di propinsi Taif, memiliki tradisi yang diwariskan secara turun-temurun. Mereka tidak memberikan bagian waris milik kaum perempuan. Harta warisan yang terdiri dari tanah, rumah, lahan pertanian, ternak, dan uang hanya dibagikan kepada para ahli waris laki-laki.
Terkadang, pembagian warisan dihadiri oleh para tokoh kabilah. Tidak ada seorang perempuan pun yang berani meminta bagian mereka dari harta warisan yang telah ditetapkan oleh Allah. Bahkan, aturan tersebut telah dilupakan dan punah di kalangan masyarakat. Mayoritas perempuan di tempat kami juga tidak mengetahui bagian mereka dari harta warisan yang telah ditetapkan oleh Allah.
Seakan-akan harta warisan hanya halal untuk para laki-laki, namun haram bagi para perempuan. Apabila seseorang diingatkan tentang pembagian warisan yang disebutkan di dalam Al-Quran dan Sunnah, maka dia berkata, "Saya mengakui hak para kerabat perempuan saya dari harta warisan. Akan tetapi saya tidak akan memberi mereka sedikit pun selama mereka tidak memintanya."
Dia berkata demikian karena merasa yakin bahwa para kerabat perempuannya tidak akan meminta warisan sama sekali lantaran tidak tahu hak mereka. Selain itu, tradisi kabilah kami tidak membenarkan para perempuan untuk meminta bagian dari harta warisan, sekalipun kondisinya sangat membutuhkan dan kerabatnya berkecukupan.
Di samping itu, sebagian anggota kabilah yang laki-laki merasa tidak terhormat jika harta ayah mereka harus dibagi oleh saudarinya bersama suami dan anak-anaknya, khususnya jika berupa tanah dan pertanian, dan ini dianggap sebagai aib. Lebih dari itu, dalam dokumen pembagian harta warisan, pihak yang benar-benar boleh mengambil dan menggunakan harta warisan hanyalah para laki-laki.
Sementara para wanita yang seharusnya menerima warisan hanya sekadar dicantumkan namanya. Apabila harta warisan tersebut akan dijual, maka kaum laki-laki hanya cukup meyakinkan para perempuan agar mengizinkan penjualan tersebut, ikut membubuhkan tanda tangan, dan merelakannya.
Dalam kondisi diperlukan sekalipun, pihak laki-laki terkadang hanya memberikan sedikit hasil penjualannya, sama seperti pemberian alakadarnya kepada orang miskin. Pemberian alakadarnya ini disebut sebagai "basathah" atau "radhwah", sekadar untuk membuat diam perempuan malang itu. Kami berharap agar Anda sudi memberikan fatwa dan arahan kepada kami terkait dengan tradisi tersebut.