Jawaban 1: Jika penanya itu memang bersumpah atas nama istrinya saat mengatakan bahwa dirinya telah membayar lima puluh riyal, maka sumpahnya dianggap belum dilanggar berdasarkan kepada keyakinannya itu sekalipun suatu saat nanti keyakinannya terbukti salah. Ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
“Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu.” (QS. Al-Ahzab: 51)
Dan sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
“Sesungguhnya Allah mengampuni umatku dari kesalahan yang tidak disengaja, kealpaan, dan perbuatan yang dilakukan karena paksaan.”
Selain itu, dia memang tidak meniatkan sumpahnya itu sebagai penyangkalan, sehingga sumpahnya tetap dianggap berlaku. Ini adalah pendapat sekelompok ulama dan pandangan yang paling kuat dalam mazhab Syafi’i serta lebih diunggulkan dalam kitab al-Khulashah. Disebutkan dalam kitab al-Furu’ bahwa ini adalah pendapat yang paling kuat, sedangkan dalam kitab al-Inshaf disebutkan bahwa ini adalah pendapat yang benar, sekaligus pilihan Syaikh al-Islam Taqiyuddin Ibnu Taimiyah.
Jawaban 2: Jika dia memang bersumpah kepada sepupunya, “Demi Tanah Haram, kamu harus menghilangkan bangunan baru tersebut”. lalu mereka berdua berdamai dan sepakat untuk membiarkan bangunan baru tersebut, maka berarti dia telah melanggar sumpahnya sehingga wajib untuk membayar kafarat sebagai denda sumpah, yaitu: memberikan makanan atau pakaian kepada sepuluh orang miskin, serta memerdekakan seorang budak yang beriman.
Jika tidak memperoleh budak yang beriman, maka diganti dengan berpuasa selama tiga hari yang lebih bagus dilakukan secara berturut-turut. Disamping itu, lantaran penanya hanya menyebutkan “Demi haram, anda harus menghilangkan bangunan yang baru tersebut” tanpa menyebut istrinya, maka ucapan ini tidak berpengaruh pada hukum menggauli istrinya.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.