Semua amal yang tujuannya adalah untuk beribadah kepada Allah dan mengharap pahala-Nya, harus sesuai dengan apa yang ditetapkan Allah dalam Kitab-Nya atau telah ditetapkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik dengan perkataan, perbuatan, maupun penegasan (pengakuan).
Berhubung takziah merupakan amal yang tujuannya adalah untuk meraih pahala dari Allah dengan menghibur keluarga mayit dan meringankan duka mereka dengan doa, maka cara melakukan takziah kepada keluarga mayit telah ditetapkan dengan as-Sunnah yang berasal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan telah dipraktikkan oleh para sahabat dan Khulafa’ Rasyidin – semoga Allah meridai mereka semua. Hal itu,
“Berdasarkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam saat beliau sedang bertakziah kepada salah seorang putri beliau yang ditinggal anaknya yang masih kecil, “Sesungguhnya apa yang telah diambil oleh Allah adalah milik-Nya, dan apa yang telah Dia berikan juga milik-Nya. Bagi Allah, segala sesuatu sudah ditetapkan waktunya.” Beliau kemudian memerintahkan kepada putrinya agar bersabar dan mengharap pahala dari-Nya.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.
Doa apa pun yang diajarkan syariat, boleh digunakan untuk mendoakan mereka. Contohnya adalah, “Semoga Allah menjadikan takziah Anda sebagai kebaikan, memberikan pahala atas musibah yang menimpa Anda, serta menggantinya dengan yang lebih baik”.
Diriwayatkan dari Ummu Salamah bahwa dia pernah bercerita, Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda,
“Tatkala seorang hamba tertimpa suatu musibah lalu dia mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Allahumma ajirnii fii mushibatii wa akhluf lii khairan minhaa (Sesungguhnya kita semua adalah milik Allah dan akan kembali kepada-Nya. Ya Allah, berilah pahala atas musibah yang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik)”, maka Allah akan memberinya pahala atas musibah yang menimpanya dan menggantinya dengan yang lebih baik”. Umu Salamah melanjutkan, “Ketika Abu Salamah meninggal dunia, aku mengucapkan doa, seperti yang diperintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadaku. Allah kemudian memberiku ganti dengan yang lebih baik darinya, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Diriwayatkan oleh Muslim.
Doa ini diucapkan untuk wali mayit, baik di rumahnya, di jalan, di pasar, maupun di tempat kerja. Tidak pernah diriwayatkan secara sahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau dari para sahabatnya yang mulia atau para Khulafa’ Rasyidin atau salah satu imam bahwa Rasulullah pernah berkumpul untuk bertakziah atau menentukan hari, waktu, atau tempat tertentu untuk bertakziah, atau mengumpulkan orang-orang untuk bertakziah.
Seandainya semua itu memang bisa mendekatkan seseorang kepada Allah, niscaya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskannya. Sementara paman beliau, Hamzah bin Abdul Muthalib telah terbunuh. Begitu juga dengan Ja`far bin Abi Thalib, anak lelaki Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ibrahim, meninggal dunia, kemudian anak perempuan beliau, Zainab, juga meninggal dunia.
Sahabat-sahabat terbaik Rasulullah juga meninggal dunia pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selain itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia, dan beliau sangat dicintai kaum Muslimin. Lebih-lebih para sahabatnya yang begitu mencintainya. Seandainya berkumpul untuk menyampaikan takziah adalah hal yang dibolehkan syariat, niscaya mereka melaksanakannya.
Kemudian Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, istri-istri Rasulullah, dan sahabat-sahabat yang lain juga meninggal dunia. Dan tidak pernah ada cerita bahwa ada orang yang membuat acara takziah atau berkumpul untuk takziah.
Hal itu menunjukkan bahwa berkumpul untuk menyampaikan takziah, menyiapkan makanan dan minuman untuk orang-orang yang hadir, adalah bid’ah tidak terpuji yang tidak ada dasarnya dalam agama Islam. Sebaliknya, hal itu harus diingkari (ditolak), dan orang yang membantu membuat acara seperti itu akan berdosa.
Ketika hal itu terjadi pada generasi modern, seorang sahabat yang mulia, Jarir bin Abdullah al-Bajali berkata, “Kami -maksudnya adalah para sahabat – menganggap mengadakan pertemuan untuk keluarga mayit dan membuat makanan (untuk orang-orang yang bertakziah) termasuk perbuatan meratap”. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanad hasan
Lebih bid’ah lagi jika ditambah dengan membuat tempat khusus, menentukan waktu tertentu, atau mendatangkan hal-hal lain seperti lampu-lampu, para qari’, makanan, dan minuman di rumah keluarga mayit. Oleh karena itu, kami melarang didirikannya gedung khusus untuk takziah, baik dengan uang sewa maupun tanpa uang sewa (gratis).
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.