Beberapa uzur yang membolehkan seorang laki-laki tidak shalat di masjid, antara lain sakit parah yang menyulitkannya untuk pergi ke masjid, kekhawatiran kalau dia pergi ke masjid ada orang yang membunuhnya dalam perjalanan atau dalam masjid atau ada orang yang akan menangkap dan memenjarakannya secara zalim dan karena motif permusuhan, sedang merawat orang sakit yang kalau ditinggal pergi shalat berjamaah ke masjid akan mati atau mengalami luka parah dan lain sebagainya.
Keterbatasan waktu mahasiswa untuk shalat berjamaah, kekhawatiran konsentrasinya terganggu, dan kesulitan belajar dan menguasai materi perkuliahannya bukan termasuk uzur syar’i. Waktu itu sangat lapang dan masa perkuliahan pun berbulan-bulan.
Sedangkan waktu melaksanakan shalat berjamaah lima waktu di masjid hanya sebentar jika dibandingkan dengan masa perkuliahan yang berbulan-bulan. Keterbatasan waktu terjadi karena kelalaiannya melaksanakan tugas tepat waktunya dan menunda-nundanya hingga dekat waktu ujian.
Bukan karena melaksanakan kewajiban shalat berjamaah. Melaksanakan shalat berjamaah di masjid termasuk jenis ketakwaan yang paling agung dan mulia. Allah Ta’ala berfirman,
“dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.(2) dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. An-Naml : 29-31)
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.