Adopsi pernah menyebar pada zaman Jahiliyah, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengadopsi Zaid bin Haritsah sebelum Islam datang, sehingga ia dipanggil dengan nama Zaid bin Muhammad sebagai pengganti dari Zaid bin Haritsah. Orang tersebut bernasab kepada selain ayahnya.
Setelah Islam datang kemudian mengingkari hal tersebut dan mengharamkannya, dan memerintahkan kepada setiap orang untuk bernasab pada bapaknya bukan kepada yang mengadopsinya, dan mengharamkan kepadanya untuk menasabkan diri kepada yang lainnya, dan mengharamkan kepada orang-orang untuk menasabkan diri kepada orang lain selain ayahnya, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutuk orang yang menasabkan diri selain kepada ayahnya, dan mengancamnya dengan diharamkan baginya surga. Allah Ta’ala berfirman,
” Dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).(4) Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu . Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu.” (QS. Al-Ahzab: 4-5)
Dan Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam bersabda,
” Barangsiapa mengaku mempunyai keturunan dengan selain ayahnya, atau mengaitkan diri kepada selain walinya (orang yang memerdekakannya), maka laknat Allah yang terus-menerus hingga hari kiamat ditimpakan kepadanya.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab Sunannya)
Dan Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam bersabda,
“Siapa mengaku anak seseorang yang bukan ayahnya padahal dia mengetahuinya, maka surga haram baginya.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam Musnadnya dan al-Bukhari dan Muslim)
Dari sini jelaslah bagi penanya bahwa jika seseorang dinasabkan kepada yang bukan ayahnya hanya dengan menuruti keinginannya saja maka ia sama-sama dengan orang yang menasabkan kepada selain ayahnya dalam terperangkap pada perbuatan dosa besar, dan keduamya termasuk kepada yang mendapat peringatan laknat Allah dan diharamkan dari surga karena membantu perbuatan jahat.
Adapun orang yang telah meninggal sementara ada orang yang menasabkan diri kepadanya, maka orang tersebut tidak ada apa-apa setelah kematiannya, dan tidak akan berdosa atas perlakuan orang yang saling tolong-menolong dalam dusta; karena ia bukan dari perbuatannya, dan (Allah) Ta’ala telah berfirman,
“Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. Ath-Thuur: 21)
Dan Dia berfirman,
“Ia mendapat pahala (dari kebaikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)
Dan Dia berfirman,
” Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain.” (QS. Al-Israa’: 15)
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.