Orang yang sakit boleh diobati dengan menggunakan api jika memang diperlukan dan semoga Allah membuatnya bermanfaat. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, beliau berkata,
“Rasulullah shallallalhu ‘alaihi wa sallam pernah mengirimkan seorang tabib kepada Ubay bin Ka`b . Kemudian tabib itu memotong sebuah urat dan mengobatinya dengan menggunakan api. Dan hadis yang menyebutkan bahwa ketika Sa`d bin Mu`adz radhiyallahu `anhu terkena panah, Nabi shallallahu `alaihi wa sallam menempelkan ujung busur panah yang telah dipanaskan pada pembuluh darah di lengannya.”
Dalil lainnya, hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari Anas radhiyallahu `anhu,
“Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menempelkan besi panas pada luka As’ad bin Zurarah karena terkena duri.” At-Tirmidzi berkata, “Ini adalah hadits hasan gharib”
Begitu juga dengan hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas radhiyallahu `anhuma, Nabi shallallahu `alaihi wa sallam bersabda,
“Kesembuhan ada dalam tiga hal: seteguk madu, mengeluarkan darah dan menempelkan besi panas pada luka, namun saya melarang umatku dari pengobatan dengan menempelkan besi panas.”
Dalam redaksi hadis yang lain,
“Dan saya tidak suka menggunakan besi panas untuk pengobatan.”
Perbuatan dan pemberitahuan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang “al-Kayy” sebagai salah satu penyebab kesembuhan, menunjukkan bahwa pengobatan “al-Kayy” tersebut boleh dilakukan saat dibutuhkan. Adapun larangan Nabi dalam masalah ini, itu dianggap berlaku dalam kondisi tidak diperlukan lantaran ada alternatif yang lain, atau dipahami sebagai penjelasan yang menunjukkan bahwa menggunakan “al-Kayy” itu bukan yang terbaik.
Sebab, hal itu menambah rasa sakit dan mirip dengan siksaan Allah kepada para pendurhaka dengan menggunakan api. Oleh sebab itu, Nabi shallalllahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan bahwa dirinya tidak menyukai pengobatan “al-Kayy” dan memuji orang-orang yang tidak melakukannya karena sifat tawakal mereka yang kuat kepada Allah. Di samping itu, pengobatan semacam ini harus dilakukan oleh pakarnya untuk dipraktikkan di bagian tubuh pasien yang membutuhkannya, serta mengontrol kondisinya.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.