Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

asal kata “as-shufiyyah” dan akidah sufisme

2 tahun yang lalu
baca 3 menit
Asal Kata “as-Shufiyyah” Dan Akidah Sufisme

Pertanyaan

Saya berharap Anda menjelaskan secara tertulis dan ringkas tentang tasawuf dan para sufi hakikat dan akidah mereka, serta pandangan Ahlussunnah wal Jama'ah terhadap hal ini. Selain itu, mohon dijelaskan juga tentang sikap seorang muslim sebagai Ahlussunnah wal Jamaah terhadap para sufi, jika mereka tetap bersikeras berpegang dengan keyakinannya dan memandang dirinya benar meski pun kebenaran sudah jelas di hadapan mereka. Saya berharap semoga Allah memberikan manfaat ilmu anda kepada banyak orang yang sangat membutuhkan penjelasan masalah ini. Semoga Allah membimbing kita semua menuju apa yang Dia cinta dan suka. Semoga Allah memberikan balasan terbaik kepada anda.

Jawaban

Kata “as-Shufiyyah” diambil dari kata “as-Shuuf” (bulu domba). Sebab, itu adalah identitas pakaian mereka. Pendapat ini lebih tepat secara bahasa dan realitas. Adapun pendapat yang mengatakan bahwa kata “as-Shufiyyah” berasal dari kata “Shuffah” (ruangan fakir miskin di mesjid Nabawi) karena kemiripan para sufi dengan fakir miskin dari kalangan para sahabat yang tinggal di “Shuffah” tersebut, atau berasal dari kata “Shafwah” (bening) karena kebeningan hati dan amalan mereka.

Kedua pendapat ini dianggap salah. Sebab, jika berasal dari kata “Shuffah”, maka seharusnya berbunyi “Shuffiyyun” dengan menggandakan bunyi huruf Fa’ dan Ya’. Jika diambil dari kata “Shafwah”, maka semestinya akan berbunyi “Shafawiyyun”. Sebab, kedua makna dari kata ini tidak sesuai dengan karakter para sufi lantaran memiliki banyak akidah yang rusak dan bidah.

Seluruh tarekat sufi atau tasawuf saat ini dipenuhi banyak bidah bernuansa syirik, hal-hal yang akan membawa kepada bidah dan akidah yang rusak serta menyimpang dari Al-Quran dan Sunnah, seperti meminta pertolongan kepada orang-orang mati dan wali yang menjabat sebagai Quthb dengan mengucapkan “Tolonglah wahai tuan, sayyidah Zainab, Badawy dan Dasuqy!”, serta ucapan lainnya dalam rangka meminta bantuan kepada para guru dan wali Quthb.

Selain itu, termasuk juga keyakinan para sufi bahwa para syaikh mereka dan wali Quthb itu mengetahui perkara gaib dan bisikan hati. Bahkan, mereka diyakini punya rahasia-rahasia yang membuat mereka bertingkah laku di luar kebiasaan, begitu juga dengan memberikan nama-nama baru kepada Allah seperti “Huwa, Huwa, Aah, Aah, Aah”. Para sufi memiliki wirid dan doa yang tidak pernah disyariatkan.

Mereka menyuruh para muridnya untuk berzikir kepada Allah dalam ibadah dengan menyebut nama-nama Allah secara tunggal dan diucapkan bersama-sama seperti Allah, Hayyun dan Qayyum. Mereka membacanya berulangkali setiap hari dan malam, tanpa berpindah kepada nama Allah yang lainnya sebelum mendapatkan izin dari para guru mereka. Jika itu dilakukan tanpa meminta izin terlebih dahulu, maka dianggap telah berdosa dan dikhawatirkan akan dicelakai oleh pelayan nama-nama Allah.

Semua zikir itu dilakukan dengan badan terhuyung, rukuk, bangkit dari rukuk, menari, bernyanyi, bertepuk tangan dan gerakan lainnya yang tidak punya landasan sama sekali, serta tidak pernah dikenal dalam Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Oleh sebab itu, seorang muslim tidak boleh ikut bergabung di majelis para sufi dan wajib menjauhi mereka agar tidak terpengaruh oleh akidah mereka yang rusak dan terjatuh pada kesyirikan atau bid’ah seperti halnya mereka.

Selain itu, seorang muslim juga wajib menasehati dan menjelaskan kebenaran pada mereka. Mudah-mudahan Allah memberikan petunjuk-Nya. Di samping itu, seorang muslim harus tetap mengakui ajaran mereka yang sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah, serta membantah penyelewangan mereka terhadap Al-Quran dan Sunnah dengan tetap mengikuti pedoman Ahlussunnah wal Jama’ah.

Siapa yang ingin mengetahui hakikat dan akidah para sufi secara detail, maka silahkan membaca kitab “Madarij as-Salikin” karya Ibnul Qayyim al-Jauziyyah karya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dan kitab “Hadzihi Hiya as-Shufiyyah” karya Abdurrahman al-Wakil.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Oleh:
al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'