Allah Subhanahu wa Ta`ala memerintahkan untuk menikah. Ini tertuang dalam firman-Nya,
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antaramu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan menjadikan mereka mampu dengan karunia-Nya” (QS. An-Nuur: 32)
Nabi Muhammad Shallallahu `Alaihi wa Sallam juga memerintahkan untuk menikah, sebagaimana keterangan dari Abdullah bin Mas`ud radhiyallahu `anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda,
“Wahai sekalian pemuda, siapa pun di antara kalian yang sudah memiliki kemampuan, maka hendaknya dia menikah. Sebab, hal tersebut lebih menundukkan pandangan dan amat menjaga kemaluan. Siapa pun yang belum mampu, maka hendaknya dia berpuasa, karena puasa adalah pelindung baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Redaksi riwayat di atas juga bersumber dari keduanya. Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasai. Ada pula hadis lain yang menceritakan tentang tiga orang yang datang (ke rumah istri-istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) dan menanyakan tentang ibadah beliau.
Setelah mereka mendapatkan jawabannya, mereka merasa hal itu seolah-olah masih sedikit bagi mereka. Dalam kisah tersebut, salah seorang dari mereka berkata, “Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selama-lamanya (demi berkonsentrasi dalam ibadah).”
Rasulullah lalu membantah perkataan mereka dengan menegaskan bahwa beliau Shallallahu `Alaihi wa Sallam berpuasa dan juga berbuka (tidak terus menerus setiap hari), salat malam dan juga tidur (tidak begadang ibadah semalam penuh), dan beliau juga menikahi wanita. Lalu, beliau bersabda,
“Orang yang benci (tidak suka) dengan sunnahku, maka dia bukan termasuk golonganku.”
Kisah ini diriwayatkan oleh Bukhari secara panjang lebar. Dalam kisah ini, Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam melarang perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, seperti rahbaniyyah (sikap kependetaan), yaitu tidak menikah (dan mengurung diri dalam biara) baik itu laki-laki maupun wanita. Wanita yang disebutkan dalam pertanyaan tersebut tidak sepatutnya hidup tanpa suami.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.