Mayoritas ulama berpendapat bahwa hukum aqiqah itu sunah, berdasarkan hadits riwayat Ahmad, Bukhari dan para penulis Kitab Sunan, dari Salmān bin `Āmir dari Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,
“Bersama (kelahiran) anak (ada kewajiban) aqiqah, maka sembelihlah hewan untuknya, dan hilangkanlah kotoran dari badan anak.”
Dan hadits riwayat Hasan dari Samrah bahwa Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda,
“Setiap anak yang lahir itu tergadai dengan aqiqahnya, yang disembelih untuknya pada hari ketujuh (dari kelahirannya), dicukur rambutnya dan diberi nama.” (HR. Ahmad dan dan para penulis Kitab Sunan, dan Tirmidzī menghukuminya sahih)
Begitu juga hadits riwayat Amr bin Syu`aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda,
“Barangsiapa di antara kalian yang ingin mengaqiqahi anaknya maka lakukanlah, untuk anak laki-laki sebanyak dua ekor kambing dan untuk anak perempuan seekor kambing.” (HR. Ahmad, Abū Dāwud dan Nasā’ī dengan sanad hasan)
Janin yang keguguran tidak perlu diaqiqahi, sekalipun sudah diketahui jenis kelamin lelaki atau perempuan apabila keguguran terjadi sebelum ditiupkan roh ke dalam tubuh janin; karena belum dinamakan sebagai anak dan bayi.
Akikah disembelih pada hari ketujuh setelah kelahiran. Jika janin lahir dalam kondisi hidup lalu mati sebelum hari ketujuh, maka dianjurkan untuk diaqiqahi pada hari ketujuh dan diberi nama.
Namun jika telah melewati hari ketujuh dan masih belum diaqiqahi, beberapa ahli fikih berpendapat bahwa tidak dianjurkan untuk mengaqiqahinya setelah hari ketujuh; karena Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam menentukan waktunya pada hari ketujuh.
Mazhab Hanbalī dan sekelompok ulama berpendapat bahwa dianjurkan untuk diaqiqahi walaupun telah melewati waktu sebulan, setahun atau lebih dari waktu kelahirannya sesuai hadits-hadits sahih dan sesuai hadits riwayat Baihaqī dari Anas radhiyallahu `anhu, bahwa Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam mengaqiqahi dirinya sendiri setelah diutus menjadi Nabi. Pendapat inilah yang lebih berhati-hati.
Wabillāhittaufīq, wa Shallallāhu `alā Nabiyyinā Muhammad wa Ālihi wa Shahbihi wa Sallam.