Hukum riba adalah haram dengan kedua macamnya; riba nasi’ah dan riba fadhl, berdasarkan Alquran, Sunah, dan Ijmak. Allah Ta’ala berfirman
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda.” (QS. Al-‘Imran : 130)
Dan Allah Ta’ala berfirman,
“Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah : 275)
Dan Allah Ta’ala berfirman,
” Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.(278) Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.” (QS. Al-Baqarah : 278-279)
Di dalam hadits sahih disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
“Melaknat orang yang memakan harta riba, orang yang menyebabkannya berbuat riba, penulis, dan saksinya. Beliau bersabda: “Mereka semua hukumnya sama”.
Dan dari Abu Said al Khudri radhiyallahu `anhu bahwa Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda,
“Janganlah kalian menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain. Janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain. Dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari sini diketahui bahwa bunga bank yang diberikan berdasarkan persentase dari modal, baik secara mingguan, bulanan, maupun tahunan, semuanya merupakan riba yang diharamkan dan dilarang oleh syariat Islam, baik persentase itu berubah atau tidak.
Adapun proyek inventasi yang dibangun berdasarkan prinsip yang benar secara syariat, seperti mudharabah, maka itu tidak apa-apa, karena itu merupakan aktivitas bisnis yang halal, Allah Ta’ala berfirman,
” Apabila shalat telah ditunaikan, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah : 10)
Adapun memberi uang kepada para pengangguran dari harta zakat, maka ini merupakan perkara wajib yang harus diambilkan dari harta kaum Muslimin untuk diberikan kepada saudara-saudaranya yang miskin, jika mereka tidak mampu bekerja dan tidak memiliki pekerjaan, atau penghasilannya tidak mencukupi kebutuhannya.
Jika mereka dalam kondisi tersebut, maka mereka harus diberi dari harta zakat, Allah Ta’ala berfirman
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin.” (QS. At-Taubah : 60)
Adapun uang tersebut tidak dikembangkan, baik oleh bank maupun orang yang meminjam, maka sebenarnya bukan ini masalahnya, akan tetapi masalahnya adalah masalah penghalalan dan pengharaman. Allah berfirman,
“Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah : 275)
Allah tidak menentukan riba secara tertentu. Oleh karena itu, bagaimana bisa masalah riba digugurkan dengan argumen tidak dikembangkannya uang tersebut, meninggalkan perintah dan syariat Allah, dan bertentangan dengan agama Islam yang berarti pasrah diri kepada Allah dan tunduk kepada perintah-Nya. Adapun mengenai saham, Dewan Ulama Senior telah mengeluarkan keputusan secara mayoritas, yang berisi:
Dewan Ulama Senior menetapkan secara mayoritas bahwa saham merupakan jenis mata uang tersendiri, seperti mata uang biasanya. Mata uang Saudi merupakan satu jenis, dan mata uang Amerika adalah jenis lain. Demikian juga setiap mata uang merupakan sebuah jenis tersendiri. Dengan demikian, maka konsekuensi hukum syariatnya sebagaimana berikut:
Pertama: Riba dengan kedua macamnya terpraktikkan sebagaimana halnya pada emas dan perak dan harta-harta lainnya seperti uang. Ini meniscayakan hal-hal berikut ini:
a) Tidak boleh sama sekali menjual sebagian dari saham tersebut dengan sebagian yang lain, atau harta jenis lainnya seperti emas, perak, atau selain keduanya secara nasi’ah. Misalnya tidak boleh menjual satu dollar Amerika dengan 5 riyal Saudi, atau lebih sedikit atau lebih banyak secara nasi’ah.
b) Tidak boleh menjual antar mata uang yang sejenis dengan nilai lebih, baik secara nasi’ah maupun serah terima langsung. Misalnya, tidak boleh menjual 10 riyal Saudi dengan 11 riyal Saudi.
c) Tidak boleh menjual sebagian jenis mata uang dengan sebagian yang lain secara mutlak, jika dilakukan serah terima secara langsung. Boleh menjual lira Syiria atau Lebanon dengan riyal Saudi baik berupa uang kertas maupun perak, lebih sedikit atau lebih banyak. Dan boleh juga menjual satu dollar Amerika dengan tiga riyal Saudi, lebih sedikit atau lebih banyak, jika dilakukan serah terima secara langsung. Demikian juga boleh menjual satu riyal perak Saudi dengan tiga riyal uang kertas Saudi, lebih sedikit atau lebih banyak secara langsung, karena hal itu menjual sebuah jenis dengan jenis yang lain. Tidak ada pengaruhnya karena sekedar sama dalam nama, jika berbeda dalam hakekat barangnya.
Kedua: Wajib dikeluarkan zakatnya jika nilainya telah mencapai nisab paling rendah dari nisab emas atau perak. Atau jika nisabnya dapat sempurna dengan harta lainnya, barang-barang dagangan, jika statusnya merupakan miliknya.
Ketiga: Boleh menjadikannya sebagai modal dalam jual beli salam dan perserikatan. Permasalahan tidak adanya bank islami di Amerika dan jarak jauh antara para penduduk di Amerika, sedangkan bank-bank islami tidak memperbolehkan bermuamalah dengan riba, maka orang yang memiliki kelebihan harta bisa menginvestasikannya dalam bentuk properti atau perdagangan berupa jual beli, atau memberikannya ke seseorang agar dikelola dalam sebuah bisnis, dengan kesepakatan keuntungan yang sesuai dengan syariat.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.