Allah azza wa jalla- berfirman: “Dan tetaplah memberi peringatan karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (Adz Dzariyāt: 55).
Asy-Syaikh Abdur-Rahman bin Nāshir As-Sa’di (atau As-Si’di: terdapat dua bacaan dikalangan para ulama, dan Asy-Syaikh DR. Shalih Fauzan lebih senang membaca As-Si’di)rahimahullah- berkata: “Allah azza wa jalla- mengkhabarkan bahwa peringatan bermanfaat bagi orang-orang yang beriman, karena pada diri mereka terdapat keimanan, rasa takut, taubat dan mengikuti ridha Allah, yang semua itu mengharuskan peringatan tersebut bermanfaat bagi mereka.
Sebagaimana firman-Nya; “Oleh sebab itu berilah peringatan karena peringatan itu bermanfaat. Orang-orang yang takut kepada Allah akan mendapat pelajaran,
orang-orang kafir dan celaka akan menjauhinya.” (Al-A’la: 9-11).
Dan adapun orang yang tidak memiliki iman dan tidak bersedia menerima peringatan, maka peringatan baginya tidak akan bermanfaat bagaikan tanah tandus yang hujan pun tidak akan bermanfaat baginya sedikitpun. Golongan ini
apabila datang kepada mereka ayat Allah azza wa jalla- mereka tidak beriman dengannya sampai mereka melihat azab yang pedih.” (Taisîr Al-Karîmirrahmān, hal. 812-813).
Setelah kita mengetahui tentang betapa pentingnya suatu peringatan, maka langkah berikutnya kita perlu untuk bermuhasabah, mampu kah kita merealisasikan peringatan tersebut? Apakah kita sanggup seperti para shahabat, apabila ayat turun atau Rasulullah -shallallhu ‘alaihi wa sallam- bersabda mereka mendengarkannya dan langsung melaksakan, mereka tidak bertanya-tanya, bagaimana kalau?
Seandainya aku lakukan akan…?
Kalau saya meninggalkan
kema’siatan maka aku akan…?
Tapi Subahanallah mereka (para shahabat dan orang-orang mu’min) berkata: “Kami mendengar dan taat”
BERSEDIA MENYAMBUT DAN MELAKSAKAN KEBENARAN
Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Sesungguhnya jawaban atas orang-orang yang beriman bila mereka diseru kepada Allah dan Rasul-Nya agar menghukumi (mengadili) diantara mereka, ialah ucapakan mereka: “Kami mendengar dan kami
taat,” Mereka itulah orang-orang yang beruntung.”(Annūr: 51).
Asy-Syaikh Abdur-Rahman bin Nāshir As-Sa’di rahimahullah- berkata: “(Adapun) orang-orang yang beriman bila mereka diseru kepada Allah dan Rasul-Nya agar
menghukumi diantara mereka, (apakah hukum itu) mencocoki keinginan mereka atau menyelisihi keinginan mereka, mereka mengatakan: “Kami mendengar hukum Allah dan Rasul-Nya dan siap menyambut siapa saja yang menyeru kami kepadanya dan kami akan mentaatinya dengan ketaatan yang sempurna tanpa ada perasaan berat pada diri kami.” (Taisîr Al-Karîmirrahmān, hal. 572).
Menyambut dan tunduk dan melaksanakan kebenaran adalah sebagai salah satu bentuk perwujudan tawadhu’, Al-Imam Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah- ditanya tentang tawadhu’, maka beliau menjawab: “Ketundukkan kepada kebenaran dan memasrahkan diri kepadanya serta menerima dari siapapun yang mengucapkannya.” (Madarijus Sālikin: 2/329).
Al-Imam Ibnu Qayyim rahimahullah- berkata: “Siapapun yang angkuh untuk tunduk kepada kebenaran walaupun datang dari anak kecil atau yang dimarahinya atau yang dimusuhinya maka kesombongan kepada Allah ‘azza wa jalla- karena Allah adalah Al-Haq, ucapan-Nya haq, agama-Nya haq, al-haq
datangnya dari Allah dan kepada-Nya akan kembali.
Barangsiapa menyombongkan diri untuk menerima kebenaran berarti dia menolak segala yang datang dari Allah dan menyombongkan diri di hadapan-Nya.” (Madarijus Salikin: 2/333).
Wallahu a’lam