Wahai para hamba Allah, sidang jum’at yang dimuliakan oleh Allah …
Sesungguhnya kehidupan manusia di dunia ini akan dipenuhi oleh berbagai cobaan dan rintangan. Maka tak ada tempat berlindung kecuali hanya kepada Allah semata. Setiap urusan dan perkara bergantung kepada kehendak dan kekuaasan-Nya. Tak ada yang bisa memberi kemaslahatan dan menghindarkan dari bahaya kecuali hanya Dzat-Nya dan tak ada sekutu bagi-Nya.
Oleh karena itu, bertawakal kepada Allah merupakan senjata ampuh bagi kaum mukminin dalam menghadapi berbagai tantangan hidup yang waktu demi waktu semakin tajam. Allah menegaskan di dalam Al-Qur’an:
وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
“ dan hanya kepada Allah, kaum mukminin bertawakal.” (Ali Imran: 122)
Ayat ini menunjukkan bahwa bagi kaum mukminin, tak ada yang bisa memberikan rasa aman, kemaslahatan, dan perlindungan dari berbagai marabahaya, kecuali hanya Allah semata. Allah ta’ala berfirman:
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ
“Kemudian jika kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah.” (Ali Imran: 159)
Sesungguhnya setiap urusan yang akan diperbuat oleh setiap hamba sangat membutuhkan kepada pertolongan dan kemudahan dari Allah Ta’ala. Yang bisa mewujudkannya hanya Allah saja dan tidak yang selainnya. Maka bagi kaum mukminin, Allah Ta’ala merupakan tempat menggantungkan diri dalam menghadapi segala urusan yang mereka lakukan di dunia ini. Sehingga keinginan, harapan, dan tujuan mereka tercapai dan terpenuhi dengan seizin Allah.
Sebagai bentuk tawakal kepada Allah, hendaknya setiap perkara baik yang akan dilakukan oleh seorang mukmin, diawali dengan ucapan ’bismillah’ untuk memohon pertolangan dan kemudahan dari Allah. Inilah madzhab ahlus sunnah dalam memaknai ucapan ’bismillah’ dari seorang hamba yang tunduk kepada Dzat yang Maha kuasa.
Allah ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
“Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (Ath-Thalaq: 3)
Maka seluruh perkara berada di tangan Allah yang memiliki seluruh alam ini. Allah ta’ala berfirman:
وَلِلَّهِ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِلَيْهِ يُرْجَعُ الْأَمْرُ كُلُّهُ فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
“Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi, kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan seluruhnya, maka sembahlah dia, dan bertawakallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Robmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.” (Hud: 123)
Khutbah yang kedua
Wahai para hamba Allah, sidang jum’at yang dimuliakan oleh Allah …
Dalam sebuah hadits, dari sahabat Abu huroiroh radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
الْمُؤْمِنُ الْقَوِيّ خَيْرٌ وَأَحَبّ إِلَىَ اللّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضّعِيفِ. وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ.
“Seorang mukmin yang kuat lebih dicintai oleh Allah daripada seorang mukmin yang lemah, dan pada masing-masingnya ada kebaikan.” (HR. Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa kekuatan seorang hamba adalah pada keimanannya. Oleh sebab itu, Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengkaitkan keimanan dengan kekuatan seorang hamba. Maka jika keimanan seorang hamba bertambah kuat, niscaya dirinya akan semakin dicintai oleh Allah daripada seorang hamba yang lemah keimanannya.
Lalu darimanakah bermula kekuatan iman bagi seorang hamba? Kekuatan iman yang sangat besar akan lahir dari bertawakal kepada Allah. Sebagaimana yang diucapkan oleh sebagian salaf: “Barangsiapa yang ingin menjadi seorang hamba yang kuat (keimanannya), maka hendaklah dia bertawakal kepada Allah”. Ucapan ini mensiratkan bahwa tawakal kepada Allah mendatangkan kebaikan-kebaikan dunia dan akhirat. Itulah sebabnya, keimanan seorang hamba akan menjadi kuat dengan bertawakal kepada Allah subhanahu wa Ta’ala.
Tawakal di dalam Islam memiliki kedudukan yang cukup tinggi. Ibnu Qayyim rohimahulah berkata dalam kitabnya ”Madarijus Salikin”: “Bertawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan setengah dari agama”. Ini menunjukkan bahwa bertawakal kepada Allah memiliki kedudukan yang sangat tinggi di dalam Islam.
Apakah yang dimaksud dengan bertawakal kepada Allah? Bertawakal kepada Allah yaitu seorang hamba benar-benar menyandarkan dan mempasrahkan dirinya kepada Allah di dalam menggapai berbagai kemaslahatan atau menolak berbagai marabahaya, baik dalam urusan dunia maupun akhirat. Maka inilah yang disebut dengan bertawakal kepada Allah. Dengan bertawakal kepada Allah, seorang hamba akan memiliki kekuatan iman dalam meraih seluruh yang dinginkannya dari segala kebaikan dunia maupun akherat.
Allah ta’ala berfirman:
وَاتَّقُوا اللَّهَ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
“Dan bertakwalah kalian kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus bertawakal.” (Al-Maidah: 11)
Bagi seorang yang tidak bertawakal kepada Allah, maka cobaan yang kecil sekalipun akan mampu menggoncangkan keimanannya. Perkara yang sedikit sekalipun akan bisa memalingkannya dari menghadap Allah ta’ala. Semua itu karena dia telah kehilangan tawakal kepada Allah secara keseluruhan atau sebagiannya.
Pernyataan Allah pada ayat diatas: “Dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus bertawakal”, ini menunjukkan bahwa seorang yang lemah keimanannya akan berkurang tawakalnya dan seorang yang lemah tawakalnya akan berkurang keimanannya. Maka tidak ada keimanan bagi seorang yang sama sekali tidak bertawakal kepada Allah.
Wallahua’lam bi shawab.