Syukur dan tahmid terbingkai indah dalam sanjungan hamba untuk Dzat Yang Maha Pemurah. Dia-lah, dengan taufik dan hikmah-Nya, yang memilihkan derajat tinggi untuk hamba atau hina berkepanjangan.
Shalawat serta salam terangkai elok dalam do’a hamba kepada baginda agung, Muhammad bin Abdillah [saw]. Beliau lah, dengan penuh kasih dan sayang, yang telah mengarahkan jalan-jalan mudah menuju keabadian surga.
Kawan…
Lama sudah rasanya kita tidak berjumpa. Ada rindu yang mengejar sebenarnya, jika sekian waktu berpisah. Sebab, engkau adalah kawan dekatku. Karena, kita pernah berjalan dan hidup bersahabat.
Namun, itu dahulu kala…
Saat kita masih disatukan oleh majelis ilmu. Saat semangatku dan semangatmu dalam thalabul ilmi bagai banjir bandang yang tak terbendung. Ya, momen-momen indah kita dalam suka duka belajar agama.
Kawan…
Masihkah teringat olehmu ? Saat orangtua kita telihat marah karena cara berpakaian kita yang berubah. Apalagi ketika kita mulai senang dan gemar menilai segala sesuatu dengan pandangan agama ?
Dan, orangtua kita pun akhirnya memaklumi. Sebab, kita masih berdarah muda. Suka dengan hal-hal baru dan menantang.
Masihkah pula engkau teringat ? Saat nama-nama kita dipanggil dalam sebuah dewan guru. Karena kita terlambat masuk kelas demi menegakkan shalat dzuhur berjama’ah ?
Dan, akhirnya kita pun menang. Sebab, sebagian guru pun mendukung. Sekali lagi, sebab kita masih muda. Semangat dan sikap idealis kita begitu tinggi.
Kawan…
Masihkah engkau seperti yang dulu ? Bersemangat membara untuk fokus belajar ilmu-ilmu agama ?
Kawan…
Engkau begitu cerdas. Daripada menghafal rumus dan aksioma dalam ilmu matematika, apakah tidak sebaiknya engkau menghafal ayat-ayat suci Al-Qur’an ? Aku yakin engkau pasti mampu menjadi seorang penghafal Al-Qur’an.
Engkau sungguh pintar. Daripada menghafal nama-nama latin tumbuhan lengkap dengan ordo dan familinya, apakah tidak sebaiknya engkau menghafal hadits-hadits Nabi [saw] lengkap dengan sanadnya ? Aku yakin engkau pasti bisa menjadi seorang penghafal hadits.
Engkau benar-benar pandai. Daripada engkau menghafal vocabulary dan rumus-rumus tense dalam Bahasa Inggris, apakah tidak sebaiknya engkau menghafal mufradat Bahasa Arab dan menguasai tata Bahasa Arab ? Aku yakin engkau dapat menjadi seorang ahli nahwu dan sharaf.
Engkau memiliki kekuatan mengingat yang tinggi. Daripada engkau menghafal tahun dan peristiwa yang terjadi dalam lintasan sejarah romawi dan daratan eropa, apakah tidak sebaiknya engkau menghafal tahun dan peristiwa yang terjadi dalam sejarah kehidupan Nabi [saw] ? Aku yakin engkau mampu menjadi seorang ahli tentang sejarah islam.
Kawan…
Dengan kemampuan, kecerdasan, dan kemauan juga tentu dengan pertolongan dari Allah [swt], aku yakin engkau bisa menjadi seorang pembimbing agama.
Namun…
Di mana engkau sekarang ?
Kemana engkau pergi ?
Apalagi yang sedang engkau kejar ?
Kawan…
Sedih rasanya saat mendengar tentangmu kini. Cahaya ilmu di wajahmu telah tertukar dengan gelapnya dosa. Sujud dan rukukmu yang lalu telah berubah menjadi langkah-langkah cela. Do’a dan dzikirmu telah berganti nada dan lagu.
Engkau bukan yang dahulu lagi.
Kawan…
Sekuntum surat ini aku rangkaikan untukmu. Moga-moga engkau teringat kembali akan tekad dan cita-citamu untuk menjadi seorang ulama’, penerang umat manusia.
Sungguh, do’aku selalu ada untukmu.
Ditulis ulang dari buku “PEMUDA DI WARNA WARNI THALABUL ‘ILMI” Penerbit Toobagus Publishing
Karya Al Ustadz Abu Nashim Mukhtar “Iben” Rifai La Firlaz