Pertanyaan : Kami melihat Daurah Nasional Indonesia ini terdapat/disiarkan di situs Miratsul Anbiya’ (www.miraath.net ), dan antum sempat menyebutkan situs tersebut di pelajaran (kemarin) bahwa para ‘ulama menyampaikan durus-nya di situs tersebut. Mohon penjelasan lebih jauh tentang situs www.miraath.net dan juga situs sahab salafiyyah (www.sahab.net )
Jawab: Situs Sahab Salafiyyah merupakan situs yang paling kita kenal. Situs ini diasuh oleh para ‘ulama dan para masyaikh kita. Cukuplah bahwa tulisan-tulisan/artikel-artikel asy-Syaikh Rabi’ ditampilkan dalam situs ini sejak bertahun-tahun yang lalu. Situs ini memperhatikan manhaj salafiyah yang adil dan wasath, yaitu wasathiyyah Islam, bukan wasathiyah versi tasawwuf, atau versi mumayyi’in (orang-orang yang lembek dalam manhaj). Tapi (sekali lagi) wasathiyyah Islam yang dibawa oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dan kalian tahu bahwa para masyaikh kita semuanya, asy-Syaikh Rabi’, asy-Syaikh ‘Ubaid, asy-Syaikh Muhammad bin Hadi, asy-Syaikh al-Fauzan, asy-Syaikh al-Luhaidan, dan ‘ulama lainnya, maka sahab.net mempublikasikan durus mereka, fatwa-fatwa mereka, dan sikap-sikap yang tepat dalam menghadapi fitnah. Sahab.net maupun miraath.net
Siaran radio miraath.net berperan besar dalam menyebarkan dakwah, menyiarkan ilmu dan durus para masyaikh kita sejak lebih dari 10 tahun yang lalu. Semuanya terpublikasikan melalui saluran siaran radio salafiyah ini (miratsul anbiya’ /www.miraath.net ) . Aku tidak mengetahui seorang ‘ulama salafy pun kecuali merekomendasi dan memujinya.
Semoga Allah memberikan barakah kepada para pengampunya dan membalasnya dengan kebaikan yang besar.
Juga aku sampaikan kabar gembira, bahwa sekarang miraath.net juga mencetak buku-buku para ‘ulama kita. termasuk di Indonesia ini juga telah dicetak beberapa buku terbitan miratsul anbiya’ yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.
————————————————————-
Ar-Rabi’ bin Sulaiman mengisahkan tentang al-Imam al-Buwaithi, “Sungguh aku melihatnya di atas Bighal dengan leher terbelenggu, dan kaki juga dibelenggu, antara kedua belenggu tersebut ada rantai padanya ada batu (beban) seberat 40 rathl. Beliau mengatakan, “Allah menciptakan makhluk dengan kalimat Kun (jadilah). [1] Kalau seandainya “Kun” itu makhluk, maka berarti makluk diciptakan dari makhluk. Sunguh kalau aku dipertemukan dengannya (yakni Khalifah al-Watsiq) niscaya aku akan tetap mengatakan kebenaran di hadapannya dan aku akan binasa di belenggunya ini. Supaya generasi setelah ini tahu bahwa di sana telah gugur orang-orang besar di belenggu-belenggu penguasa demi mempertahankan urusan ini (aqidah ahlus sunnah wal jama’ah).” (Siyar A’lamin Nubala’ IX/459)
Sungguh kalimat yang agung, kisah yang agung. Padanya sangat banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik oleh generasi muslim Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Di antaranya:
1. Perhatikan bagaimana para ‘ulama rela disiksa dan diadzab demi mempertahankan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Namun meskipun demikian, para ‘ulama tersebut tidak mencabut tangan ketaatan terhadap pemerintah! Bahkan tetap memandang wajibnya memberikan an-Nush (kebaikan dan nasehat) kepada pemerintah yang mengadzab dan menyiksanya. Mereka bersikap demi agamanya, bukan demi membela dirinya.
Ditanyakan kepada al-Imam Ahmad – beliau adalah orang terdepan dalam mempertahankan aqidah sehingga siksaan kepada beliau paling besar pula – “tidakkah engkau mendoakan kejelekan untuk penguasa yang menyiksamu ini?” maka dengan tegas beliau menjawab, “Kalau seandainya aku memiliki doa yang mustajab, niscaya aku berdoa untuk kebaikan waliyyul amr.” Inilah jawaban beliau, padahal beliau sedang disiksa. Hal yang sama ditanyakan kepada Fudhail, maka beliau menjawab dengan jawaban yang sama. Demikianlah fiqh (pemahaman) para ‘ulama.
2. Banyak para ‘ulama berguguran demi mempertahankan aqidah yang bersih murni ini, aqidah ahlus sunnah wal jama’ah as-salafiyah. Permasalahan aqidah merupakan urusan besar, bukan urusan remeh. Maka jangan tertipu dengan orang-orang yang meremehkan urusan aqidah. Yang hanya mementingkan untuk menyatukan umat, menggerakkan umat, tanpa melihat permasalahan aqidah.
3. Jangan tertipu dengan para “dai” – yang sebenarnya mereka hanya para orator atau politikus – yang dipenjara oleh penguasa karena mempertahankan agama katanya. Padahal dia menjerumuskan kaum muslimin ke banjir darah!! demi mempertahankan atau mengembalikan kekuasaan si fulan!!
4. Perhatikan bagaimana teladan yang ditunjukkan oleh Amirul Mukminin Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, beliau sangat sayang kepada kaum muslimin, tidak rela darah kaum muslimin tertumpah. Maka ketika beliau dikepung oleh para pemberontak bejat, maka shahabat Nabi radhiyallahu ‘anhum lainnya datang demi membela beliau dan mengusir para pemberontak!! Namun Amirul Mukminin mengatakan kepada para shahabat tersebut, “Barangsiapa yang masih memandang kewajiban mentaatiku, maka hendaknya menyimpan pedangnya masing-masing dan keluar dari rumahku ini.” demi menjauhkan kaum muslimin dari fitnah dan menjaga agar darah mereka tidak tertumpah!!
Apakah para revolusioner yang mengepung rumah ‘Utsman di atas kebenaran? Demi Allah mereka di atas kebatilan. Mereka adalah para pemberontak. Maka perhatikan sikap Amirul Mukminin yang menyayangi umat ini, bandingkan dengan para orator yang menjerumuskan kaum muslimin untuk berhadapan dengan senjata-senjata mematikan, mengeluarkan kaum wanita agar turun ke jalan-jalan melakukan demo,, demi mengembalikan si fulan ke tampuk kekuasaannya??! Ini sangat jauh dari fiqh para salaf.
5. Perhatikan kisah di atas, “Sunguh kalau aku dipertemukan dengannya (yakni Khalifah al-Watsiq) niscaya aku akan tetap mengatakan kebenaran di hadapannya.”
Inilah jihad!! Kalimat haq yang disampaikan dihadapan penguasa zhalim. Bukan dia mengucapkan di depan mimbar, di hadapan umum. Ketika itu berani berkata. Namun ketika di hadapan penguasa secara langsung, dia tidak berkata benar. Tidak kuasa mempertahankan al-haq.
(faidah yang aku catat dari pelajaran al-Muhimmat al-Awwaliyah fi al-Muqaddimat al-Fiqhiyyah bersama asy-Syaikh Hani bin Braik, pagi ini 22 Syawwal 1434 H/29 Agustus 2013 M. Semoga bermanfaat bagi semua)
[1] Kalimat “Kun” dari Allah adalah kalam-Nya, bukan makhluk!
————————————————————-
Muncul fenomena taqlid / fanatik madzhab di tengah-tengah kaum muslimin yang mengantarkan pada kemunduran umat. Demi Allah, sungguhnya baik al-Imam Abu Hanifah, al-Imam Malik, al-Imam asy-Syafi’i, maupun al-Imam Ahmad tidak ada seorang pun dari mereka yang mengajak/menyerukan umat untuk bertaqlid pada dirinya.
Lihatlah, al-Imam Malik datang setelah Abu Hanifah mengambil ilmu dari sebagian murid Abu Hanifah, namun beliau tidak bertaqlid pada Abu Hanifah. Asy-Syafi’i murid langsung al-Imam Malik, apakah beliau bertaqlid pada Malik? Tidak. Al-Imam Ahmad murid langsung al-Imam asy-Syafi’i, apakah beliau bertaqlid pada asy-Syafi’i? Tidak. Kalau para imam tersebut bertaqlid, niscaya tidak akan sampai kepada kita warisan agung nan mahal ini, yakni madzhab dan pendapat masing-masing para imam tersebut.
Namun ketika muncul orang-orang jumud, menyatakan bahwa pada masa itu pintu ijtihad sudah tertutup dan tidak boleh seorang pun untuk keluar dari madzhab yang empat. Seorang muslim wajib berpegang pada satu madzhab tertentu! Mereka menjadikan ini wajib. Jika ada seorang muslim beribadah berdasarkan dalil, maka mereka katakan sebagai orang yang main-main (dalam agamanya). Untuk ini mereka menulis kitab-kitab tentang kewajiban untuk berpegang pada satu madzhab tertentu atas setiap muslim! Bahkan mereka menolak dakwah salafiyyah!
Allahu akbar!! Dakwah Salafiyyah adalah manhaj Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ini adalah manhaj empat imam tersebut, yaitu tidak ada taqlid. “Apabila hadits itu shahih maka itu adalah madzhabku.”
Asy-Syaikh Muhammad Najib Ma’shumi al-Khujandi al-Bukhari – beliau adalah syaikh para masyaikh kami, seorang ‘ulama Makkah, mudarris di Daril Hadits al-Khairiyyah sekaligus beliau salah satu pendirinya – beliau menulis risalah penting, “ar-Radd ‘ala ahlil Yaban” yang dicetak dengan judul, “Hal Yajib ‘alal Muslim Luzumul Madzhab Mu’ayyan?” (Apakah wajib atas setiap muslim berpegang pada satu madzhab tertentu?).
Alhasil, as-salafiyyah yang benar dan manhaj yang benar adalah tidak jumud pada satu madzhab tertentu. Adapun madzhab-madzhab maka itu adalah warisan ilmiyah yang sangat agung, mewariskan kepada kita ijtihad para ‘ulama kita. Wajib kita menghormati dan menghargainya. Namun kita tidak mengikuti kecuali apa yang shahih dan mencocoki dalil.
Ada kitab yang ditulis oleh asy-Syaikh al-Albani, Shifat Shalat Nabi. Beliau meletakkan muqaddimah indah sekali. Beliau menukilkan ucapan-ucapan para imam madzhab dalam melarang umat dari bertaqlid terhadapnya.
(faidah yang aku catat dari pelajaran al-Muhimmat al-Awwaliyah fi al-Muqaddimat al-Fiqhiyyah bersama asy-Syaikh Hani bin Braik, Dhuha Kamis 22 Syawwal 1434 H/29 Agustus 2013 M. Semoga bermanfaat bagi semua.
Sumber : dammajhabibah