Banyak pembicaraan seputar Watsiqah yang dinisbahkan kepada asy-Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i hafizhahullah, bahwa beliau telah berdamai dan membuat perjanjian dengan pihak Rafidhah Itsna ‘Asyariyah. Ini menjadi pembenaran bagi banyak Ikhwah Salafiyyin untuk mempersamakan antara Watsiqah ini dengan “Watsiqah Hutsiyyin” yang ditandatangani oleh Muhammad al-Imam. Itu semua akibat dari kebodohan mereka, dan sebagiannya karena menentang, demi membela kebatilan yang telah jelas nyata kesalahannya, yaitu dukungan terhadap “Watsiqah at-Ta’ayush” (Dokumen perjanjian untuk Hidup Damai, = yakni Watsiqah dengan Hutsi, pen) Maka aku memohon pertolongan kepada Allah, dengan mengharap taufiq-Nya, agar aku bisa menjelaskan perbedaan antara dua Watsiqah tersebut.
Adapun pembicaraan kita tentang watsiqah yang pertama, yaitu “Watsiqoh ad-Daulah”, maka dari sisi, apa yang ada di dalamnya, bisa diketahui bahwa watsiqah ini dibuat pada tanggal 30 Syawwal 1402 H – 19 Agustus 1982 M. Adapun perbedaan yang sangat jauh antara kedua watsiqah tersebut adalah: Sebagian ikhwan menempatkan ayah dan guru kami asy-Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i rahimahullah berada pada posisi membela poin-poin Watsiqah dengan kelompok Hutsiy. Maka sungguh ini adalah bentuk kezhaliman dan menyamarkan kebenaran dengan kebatilan.
Berikut kami tunjukkan kepada anda garis besar kesepakatan yang ada dalam kedua watsiqah itu, agar seorang yang adil (sportif) bisa melihat kesalahan sebagian ikhwan dalam menempatkan” watsiqah” ini berada pada posisi membela (membenarkan) “watsiqah hutsiy” (Watsiqah antara Muhammad al-Imam dengan kelompok Hutsy), atau membenarkan terhadap penanda-tanganannya dengan alasan-alasan yang mereka anggap rahasia dan berbahaya, yang tidak layak diketahui kecuali oleh sekelompok tholabatul ilmi saja, tanpa diketahui oleh para ulama. Garis besar isi “Watsiqah ad-Daulah” untuk Perdamaian (yang dinisbahkan kepada asy-Syaikh Muqbil) :
1 Berusaha menyatukan shaf dan tidak membesar-besarkan masalah-masalah khilafiyah,
2 Tidak meng-ilzam (mengharuskan) orang/kelompok lain dalam masalah khilafiyah pada pembahasan fiqh yang bersifat ijtihadiyah
3 Menegakkan Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar dengan syarat tidak menggiring kepada kemunkaran yang lebih besar darinya, disertai dengan tidak saling mempertentangkan masalah-masalah khilafiyah
4 Mengambil tindakan-tindakan untuk melawan orang yang menjadikan agama sebagai wasilah untuk tujuan-tujuan tertentu yang tidak disyariatkan.
5 Mengambil tindakan-tindakan dan hukuman untuk melawan orang yang berhubungan dengan pihak-pihak luar negeri yang membelanya melakukan perbuatan ini.
6 Tidak mempertentangkan beberapa pribadi atau madzhab-madzhab, sebagaimana wajib bagi semuanya untuk saling menahan diri dan melupakan apa yang telah berlalu serta meninggalkan hal-hal yang mengantarkan kepada dendam, demi merealisasikan ukhuwwah dalam Islam.
Jadi, setelah mempelajari watsiqah ini, tidak ada kesimpulan pada kami untuk dikritik, kecuali pada satu perkara, yaitu: “Tidak saling mempertentangkan kelompok-kelompok yang menyimpang dan para penganutnya, tidak menampakkan pertentangan itu.” Meskipun demikian, mungkin untuk diberi udzur kepada asy-Syaikh Muqbil rahimahullah, yaitu kondisi beliau yang baru saja keluar meninggalkan Kerajaan Saudi Arabia, maka beliau sangat butuh untuk bisa mendakwahi manusia, membimbing mereka, mengajarkan dan mengenalkan sunnah kepada mereka, hingga terbuka kesempatan yang tepat bagi beliau untuk membantah orang-orang yang menyelisihi sunnah. Kemudian, sesungguhnya asy-Syaikh Muqbil rahimahullah mengetahui bahwa mereka tidak akan diam dan tidak akan konsisten dengan perjanjian. Beliau ingin menjadikan Watsiqah tersebut sebagai hujjah bagi beliau di sisi negara untuk menyerang mereka. Di samping watsiqah ini TIDAK BERISI SESUATU yang MENYELISIHI PRINSIP-PRINSIP ISLAM sebagaimana yang terkandung dalam watsiqah dengan kelompok Hutsy. dan Watsiqah itu tidak mengharuskan (tidak mengikat) seorang pun dari Ahlus sunnah wal jamaah di manapun dia (untuk mematuhi isi Watsiqah) kecuali asy-Syaikh Muqbil saja, rahimahullah. Adapun pembicaraan tentang kejelekan “Watsiqah Hutsiyyin” (yakni Watsiqah antara Muhammad al-Imam dengan Hutsiyyin) adalah tentang isinya yang mengandung:
> kekufuran,
> kebidahan,
> kemaksiatan, dan
> kesalahan yang layak untuk diingkari.
berikut ini penjelasannya:
KEKUFURAN
1 Menyatakan bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah bersekutu dengan Rafidhah Itsna ‘Asyriyah dalam masalah Rabb, Nabi, agama dan kitab suci. Padahal telah pasti berita dari imam-imam Rafidhah bahwa mereka tidak mengakui Rabb, Nabi, dan kitab suci kita (Ahlus Sunnah).
2 Bersekutunya Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam kesepakatan bersama Rafidhah untuk melawan musuh mereka. Padahal Kaum muslimin, terlebih lagi salafiyun, telah mengetahui bagaimana keyakinan Rafidhah yang memusuhi para shahabat dan ulama Islam.
3 Kebebasan berfikir dan berwawasan. Bagaimana bisa, sedangkan pemikiran mereka (Hutsi/Rafidhah) mengandung cercaan kepada ummahatul mukminiin (istri-istri Nabi), bahkan menuduh Rasulullah dengan kekejian, dan mengkafirkan para shahabat kecuali beberapa belas orang saja.
4 Menegaskan persaudaraan antara Ahlus Sunnah wal Jama’ahh dengan Rafidhah, dan itu berdasarkan pernyataan dalam “watsiqah”: “…. Kami adalah kaum muslimin seluruhnya …”, dan pernyataan : ” … dan berusaha menumbuhkan jiwa persaudaraan dan saling membantu di antara semuanya ….”
…. bersambung, insya Allah
WhatsApp Miratsul Anbiya Indonesia