Dalam tulisan yang lalu telah dijelaskan tentang keharusan manusia untuk beribadah kepada Allah semata tanpa berbuat syirik sedikit pun. Itulah yang disebut dengan tauhid uluhiyyah. Seorang muslim adalah yang mengamalkan tauhid uluhiyyah setelah mengakui tauhid rububiyyah. Sehingga tauhid ini menjadi tema pembahasan kita.
Tauhid adalah ajaran keselamatan yang dibawa oleh para nabi. Tak seorang nabi pun melainkan menyeru umatnya kepada tauhid. Sebab tauhid merupakan inti ajaran agama samawi. Allah subhanahu wa ta`ala berfirman:
“Dan sungguh Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut.” (An-Nahl: 36)
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: ‘Bahwasannya tiada ilah (yang berhak disembah) melainkan Aku, maka beribadahlah kamu sekalian kepadaku.” (Al-Anbiyaa`: 25)
Para nabi menyeru umatnya kepada tauhid karena memiliki keutamaan yang sangat besar. Nasib baik umat manusia di dunia dan akhirat bergantung kepada perealisasian tauhid. Demikian pula keselamatan hanya bisa diraih dengan bertauhid.
Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang bertauhid berbagai keutamaan. Semua itu sebagai pelecut bagi kaum muslimin untuk menggapai keutamaan tauhid tersebut.
Rasa Aman dan Petunjuk bagi Penganut Tauhid
Setiap penganut tauhid akan mendapatkan jaminan keselamatan dari Allah berupa rasa aman dan petunjuk. Hal ini membuktikan betapa penting bagi sekalian manusia untuk memiliki tauhid. Allah subhanahu wa ta`ala berfirman:
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan keimanan mereka dengan kedzoliman, mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk.” (Al-An`aam: 82)
Yang dimaksud dengan kedzoliman di sini adalah syirik besar. Karena Ibnu Mas`ud radhiyallahu `anhu pernah berkata:
“Tatkala ayat ini turun, mereka bertanya: Siapa diantara kami yang tidak mendzolimi dirinya?Maka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam menjawab: (Ayat ini) bukan seperti yang kalian fahami. Tidakkah kalian mendengar ucapan Luqman: Sesungguhnya syirik adalah kedzoliman yang besar.” (HR. Bukhari).
Dengan demikian berarti seorang yang tidak menjauhi syirik besar akan nihil perolehan rasa aman dan petunjuk secara mutlak.
Sebaliknya seorang yang bersih dari syirik besar akan mendulang rasa aman dan petunjuk sesuai dengan tingkat keislaman dan keimanan yang tertanam pada dirinya. Maka rasa aman dan petunjuk yang sempurna hanya akan diraih oleh seorang yang bertauhid dan bertemu dengan Allah tanpa membawa dosa besar yang dilakukan secara terus-menerus.
Seorang yang bertauhid akan menggapai rasa aman dan petunjuk sesuai dengan nilai tauhid dan akan hilang sesuai dengan kadar maksiat. Ini apabila dia memiliki dosa-dosa dan tidak bertaubat darinya.
Allah subhanahu wa ta`ala berfirman:
“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih diantara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang mendzolimi dirinya sendiri, dan di antara mereka ada yang pertengahan, dan di antara mereka ada yang bersegera berbuat kebaikan dengan seizin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” (Faathir: 32)
Orang yang mendzolimi dirinya adalah orang yang mencampur adukkan amalan baik dengan amalan buruk. Golongan ini berada di bawah kehendak Allah. Jika Allah berkehendak maka diampuni dosanya. Bila tidak maka Allah akan menyiksanya akibat dosanya pula. Namun Allah selamatkan dari kekalan dalam api neraka sebab dia memiliki tauhid. Sedangkan golongan yang pertengahan adalah orang yang hanya mengamalkan kewajiban dan meninggalkan perkara yang haram. Ini adalah keadaan Al-Abror (orang-orang yang berbuat kebaikan).
Adapun golongan yang bersegera kepada kebaikan adalah orang yang memiliki kesempurnaan iman dengan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk taat kepada Allah, baik dalam berilmu maupun beramal.
Dua golongan yang terakhir akan memperoleh keamanan dan petunjuk yang sempurna di dunia dan akhirat. Karena sebuah kesempurnaan akan memperoleh kesempurnaan pula. Dan sebuah kekurangan akan memperoleh kekurangan pula. Oleh sebab itu kesempurnaan iman akan mencegah pemiliknya dari berbagai maksiat dan siksanya. Hingga dia berjumpa dengan Rabbnya tanpa membawa satu dosa pun yang bisa mengundang siksa. Sebagaimana Allah ta`ala berfirman:
“Mengapa Allah akan mengadzab kalian, jika kalian bersyukur dan beriman?” (An-Nisaa`: 147)
Penjelasan di atas adalah pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahumallah dan juga merupakan pendapat Ahlus-sunnah wal Jama`ah. (lihat Qurratul `Uyuun karya Syaikh Abdurrohman bin Hasan Alus- Syaikh hal. 12-13, dinukil dengan sedikit perubahan)
Rasa aman dan petunjuk yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah rasa aman dan petunjuk di dunia dan akhirat. Ini pendapat yang benar menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al-`Utsaimin. (lihat Al-Qaulul Mufiid jilid 1 hal. 58)
Allah telah menjanjikan bagi orang-orang yang bertauhid rasa aman yang langgeng di dalam mengarungi kehidupan dunia. Allah subhanahu wa ta`ala berfirman:
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah di ridhoi-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan mereka), sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan Aku dengan sesuatu apa pun. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nuur:55)
Dalam kehidupan akhirat seseorang yang bertauhid dengan sempurna akan menikmati rasa aman dari kekalan dalam api neraka dan ancaman adzab. Sementara orang yang tidak menyempurnakan tauhid karena melakukan dosa besar tanpa bertaubat akan mengecap rasa aman dari kekalan dalam api neraka tetapi tidak merasa aman dari ancaman adzab. Nasibnya tergantung pada kehendak Allah. Apakah Allah mau mengampuninya atau justru mengadzabnya. Allah ta`ala berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidaklah mengampuni dosa syirik terhadap-Nya dan akan mengampuni yang lebih ringan dari itu bagi orang yang Dia kehendaki.” (An-Nisaa`: 116)
Seorang yang bertauhid akan menggapai petunjuk kepada syari`at Allah, baik yang berupa ilmu maupun amal dalam menapaki kehidupan dunia. Ketika di akhirat mereka akan memperoleh petunjuk ke jalan menuju surga. Allah ta`ala berfirman:
“(kepada malaikat diperintahkan): “Kumpulkanlah orang-orang yang dzolim beserta teman sejawat mereka dan sesembahan-sesembahan yang selalu mereka sembah, selain Allah; maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka.” (Ash-Shaaffaat: 22-23)
Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang yang dzolim beserta teman sejawat mereka akan digiring ke jalan menuju neraka Al-Jahim di alam akhirat. Dipahami dari sini bahwa orang-orang yang beriman (baca: bertauhid) akan diarahkan ke jalan menuju surga An-Na`im. (lihat Al-Qaulul Mufiid jilid 1 hal. 57-58)
Wallahu a’lam bisshawab.
Sumber: Buletin Al-Muslim, diterbitkan oleh Panitia Kajian Islam Jogjakarta
Redaksi: Urwah, Miftah. Produksi: Abu Husain Munajat. Distribusi: Zain, Abu Abdirrahman, Kautsar, Aji.