Ada sebuah pertanyaan yang harus diajukan, yaitu: Mengapa mereka tersesat? Padahal mayoritas kelompok atau aliran tersebut menyatakan bahwa mereka berada di atas Al-Qur’an dan As-Sunnah. Lalu apa yang menyebabkan mereka jatuh pada penyimpangan dan kesesatan?
Jawabannya: karena mereka hendak memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak dengan apa yang diajarkan dan diamalkan oleh generasi salaf. Masing-masing kelompok memiliki pemahaman yang berbeda terhadap nash-nash Al-Qur’an dan Al-Hadits serta cenderung bertabrakan satu sama lain sesuai dengan kepentingan kelompoknya masing-masing. Tiap-tiap kelompok menggunakan nash-nash Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai tameng untuk melindungi penyimpangan dan kesesatan mereka. Dengan cara meletakkannya tidak pada tempatnya, tidak sesuai dengan apa yang telah dipahami, disampaikan dan diamalkan oleh generasi as-salafush shalih. Padahal Rasulullah sebagai junjungan dan penuntun kita, ketika menjelaskan akan munculnya perpecahan yang akan menimpa umat ini menjadi 73 kelompok, dan beliau ditanya tentang ciri-ciri serta kriteria satu-satunya kelompok yang selamat, dengan tegas beliau menjawab:
“Mereka (kelompok yang selamat itu) adalah orang-orang yang kondisinya berada di atas apa yang aku dan para shahabatku berada di atasnya pada hari ini.” [HR. Ath-Thabarani]
Begitu pula ketika beliau mengabarkan kepada para shahabatnya bahwa mereka akan menyaksikan perselisihan yang banyak, dengan tegas beliau memerintahkan para shahabatnya untuk berpegang pada prinsip/manhaj para Al-Khulafa‘ur Rasyidun bersamaan dengan prinsip/manhaj beliau. Dengan tegas pula beliau memperingatkan para shahabatnya dari bahaya bid’ah (logika, ra’yu, cara, atau paham yang diada-adakan). Rasulullah bersabda:
Sesungguhnya barangsiapa di antara kalian yang hidup (setelahku) akan mendapati perselisihan yang sangat banyak. Maka (dalam kondisi seperti itu) wajib atas kalian untuk berpegang teguh dengan sunnah-ku dan sunnah para Al-Khulafa‘ur Rasyidun yang telah mendapatkan petunjuk setelahku. Gigitlah sunnah tersebut dengan gigi-gigi geraham. Jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru yang diada-adakan (dalam masalah agama), karena sesungguhnya setiap perkara baru yang diada-adakan itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu sesat. [dalam riwayat lain]: dan setiap kesesatan itu (tempatnya) di neraka. [HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad]
Namun hawa nafsu hizbiyyah (semangat kekelompokan) yang membutakan telah menghalangi mereka dari mengikuti jejak generasi yang telah dipuji oleh Rasulullah dan dijadikan sebagai barometer kebenaran dalam memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sikap seperti itu menggiring mereka untuk terus lebih mengedepankan logika dan cara pandang kelompoknya dibanding pemahamanan generasi as-salafush shalih. Sehingga mereka terus berada dalam kungkungan perpecahan dan sikap ‘ashabiyyah (sikap membela kelompok secara membabi buta).
Dari : Menebar Dusta Membela Teroris Khawarij hal. 35-36
http://merekaadalahteroris.com/mengapa-m-t.HTM