بسم الله الرحمن الرحيم
Oleh : Luqman bin Muhammad Ba’abduh
Bagian ke-7 : ‘Ulama Kibar menilai Uslub (cara/metode) asy-Syaikh Rabi’ dalam berbagai bantahannya
Telah kita lalui bersama tulisan saya bagian ke-4 yang mendudukkan hakekat sebenarnya penilaian asy-Syaikh al-Albani terhadap uslub (cara) asy-Syaikh Rabi’ dalam karya-karyanya yang membantah Sayyid Quthb. Kesimpulannya adalah bahwa asy-Syaikh al-Albani rahimahullah hanya menilai dari sisi uslub (cara), bukan dari sisi manhaj dan aqidah beliau. Berbeda dengan saudara Firanda, yang telah berupaya dengan sekuat tenaga dan tipu dayanya untuk menggiring pembaca pada kesimpulannya sendiri, sebagaimana telah lalu penjelasannya.
Maka dalam tulisan ke-7 ini, sebelum saya membantah syubhat-syubhat saudara Firanda berikutnya, maka saya ingin menampilkan beberapa penilaian ‘ulama Kibar lainnya terhadap asy-Syaikh Rabi’ al-Madkhali dan karya-karyanya, yang belum saya tampilkan pada tulisan-tulisan yang lalu. Sehingga para pembaca sekalian tahu lebih jauh lagi, bahwa para ‘ulama Kibar tersebut telah memberikan dukungan dan pengakuan terhadap karya-karya dan perjuangan beliau dalam membantah ahlul bid’ah dan hizbiyyah. Sekaligus para pembaca akan tahu bahwa tak seorangpun dari ‘ulama Kibar tersebut yang menilai bahwa uslub (cara) asy-Syaikh Rabi’ adalah mutasyaddid, sebagaimana tuduhan sepihak saudara Firanda dan para Halabiyyun lainnya.
Namun sebelum itu, ada dua buah catatan penting yang harus saya sampaikan di sini. Yaitu ketika saya menulis bantahan-bantahan ini terhadap saudara Firanda atau Halabiyyun lainnya, terlintas di benak saya bahwa permasalahan ini sangat dilematis dan penuh jebakan. Karena para Halabiyyun – termasuk saudara Firanda di dalamnya – telah bersembunyi di balik punggung asy-Syaikh al-Albani rahimahullah dan asy-Syaikh ‘Abdul Muhsin al-’Abbad hafizhahullah atau ‘ulama besar lainnya. Mereka memanfaatkan nama besar kedua ‘ulama Ahlus Sunnah tersebut untuk menebarkan berbagai syubhat dan kebatilan mereka. Sehingga tidak menutup kemungkinan ketika saya mencoba membantah [1] berbagai syubhat dan tipu daya mereka, akan muncul dua hal negatif:
♦ Pertama, Saudara Firanda atau pengikutnya akan berteriak bahwa saya telah membantah asy-Syaikh al-Albani rahimahullah atau asy-Syaikh ‘Abdul Muhsin al-’Abbad hafizhahullah. Padahal hakekatnya saya membantah syubhat-syubhat dan tipu daya saudara Firanda yang berlindung di balik punggung kedua ‘ulama mulia tersebut.
Kekhawatiran saya ini terbukti dengan munculnya tulisan saudara Firanda bagian ke-7, dia mengatakan,
“Syaikh Robi Tidak Mutasyaddid??
(Narasumber penyesatan Radiorodja membantah pemahaman Syaikh Al-Albani)”
Perhatikan ucapan di atas, terbukti apa yang saya khawatirkan sebelumnya ternyata terjadi, yaitu saudara Firanda dan Halabiyyun bersembunyi di balik punggung asy-Syaikh al-Albani rahimahullah. Sikap tidak jujur seperti ini akan menghalanginya untuk sportif dan ilmiah dalam pembahasannya, serta menghalanginya untuk menerima kebenaran.
Kemudian saudara Firanda melanjutkan ucapannya,
“Jika sang narasumber (al-Ustadz Luqman Ba’abduh) tidak setuju dengan pernyataan Syaikh Al-Albani bahwa pada seluruh buku Syaikh Robi’ ada syiddah/kekerasan, maka itu hak sang narasumber. Jika narasumber tidak setuju dengan penafsiran “jahiliyah” sebagaimana yang dipahami oleh Syaikh Al-Albani maka itu terserah nara sumber.”
Ini juga membuktikan bahwa saudara Firanda telah ‘lempar batu sembunyi tangan’, atau sebagaimana pepatah arab
رمتني بداءها وانسلت
“Dia telah melemparku dengan penyakitnya, kemudian dia segera lari menyelinap (secara sembunyi-sembunyi)”
Tidak bertanggung jawab secara sportif dan ilmiah atas syubhat-syubhat yang dia hembuskan kepada umat. Ketahuilah pembaca sekalian, bahwa para Halabiyyun – termasuk saudara Firanda – adalah kelompok yang sangat getol dan menggebu-gebu dalam merusak citra asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali dan perjuangan beliau membantah ahlul bid’ah. Sehingga mereka terus mencari-cari secara brutal segala sesuatu yang mereka anggap bisa dijadikan sebagai pijakan untuk mengelabuhi umat tentang asy-Syaikh Rabi’ al-Madkhali. [2] Di antaranya, mereka berpegang pada perkataan asy-Syaikh al-Albani dalam dialog yang dinukil secara tidak lengkap oleh saudara Firanda. Karena itu saya mencoba dengan izin Allah mendudukkan pijakan rapuh Halabiyyun tersebut, dengan:
Menukilkan beberapa petikan lainnya dari isi dialog tersebut, yang secara sengaja tidak dinukil oleh saudara Firanda. Supaya para pembaca sekalian tahu, bahwa asy-Syaikh al-Albani walaupun mengkritisi asy-Syaikh Rabi’ dalam permasalahan yang beliau pandang, namun beliau tetap:
– Berupaya menjaga kehormatan dan kapasitas keilmuan asy-Syaikh Rabi’, serta perjuangannya dalam membantah ahlul bid’ah. Semua itu akan dipahami oleh yang membacanya, bahwa asy-Syaikh al-Albani menyampaikan pandangannya tersebut diiringi dengan rasa cinta dan dukungannya terhadap asy-Syaikh Rabi’ dan karya-karyanya.
– Menampakkan sikap senang dan gembira, disertai dengan doa dan ucapan terima kasih atas perjuangan asy-Syaikh Rabi’, sehingga tidak ada kesan sedikitpun bahwa asy-Syaikh al-Albani menjatuhkan kredibilitas beliau, dan tidak ada sedikitpun kesan asy-Syaikh al-Albani menjauhkan umat dari membaca dan mengambil faidah melalui karya-karya beliau yang membantah ahlul bid’ah dan hizbiyah. Berbeda dengan cara dan akhlak para Halabiyyun, termasuk saudara Firanda.
– Bahkan beliau memberikan rekomendasi secara khusus terhadap karya asy-Syaikh Rabi’, yang beliau tulis dengan tangan beliau, dan dinukilkan oleh ‘Ali Hasan al-Halabi sendiri -era lama- dengan penuh kebanggaan.
Kemudian saudara Firanda melanjutkan,
“Sepertinya pernyataan dan kritikan Syaikh Al-Abani terhadap kerasnya Syaikh Robi’ adalah salah menurut narasumber penyesatan Radiorodja ??. Jika perkaranya demikian berarti Syaikh Al-Albani tidak maksum dan perlu ditinjau kembali. Kalau begitu pujian Syaikh Al-Albani terhadap Syaikh Robi’ tentunya tidak boleh juga dimakan secara mentah-mentah !!”
Tampak sekali saudara Firanda ingin menggiring para pembaca untuk melakukan politik ‘barter’ dan menerima konsekuensi yang dia maukan. Yaitu kalau kita menyatakan bahwa penilaian asy-Syaikh al-Albani bahwa pada seluruh buku Syaikh Robi’ ada syiddah/kekerasan, adalah salah, berarti kita semua sepakat bahwa asy-Syaikh al-Albani tidak maksum dan perlu ditinjau kembali. Jika demikian maka sebagai konsekuensinya semua pujian beliau terhadap asy-Syaikh Rabi’ pun tidak boleh diterima mentah-mentah, alias perlu ditinjau kembali.
Apakah dengan analogi politik ‘barter’ ini, saudara Firanda akan mengatakan bahwa seluruh ‘ulama kibar yang telah memberikan pujian dan dukungan terhadap asy-Syaikh Rabi’ dan karya-karyanya dalam membantah ahlul bid’ah dan hizbiyyah perlu ditinjau kembali dan tidak boleh ditelan mentah-mentah? Agar kita tidak memposisikan ‘ulama tersebut sebagai orang yang maksum.
Tampaknya saudara Firanda ingin menjadikan salah satu keyakinan Ahlus Sunnah bahwa tak ada seorang pun yang maksum di umat ini selain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagai alasan utama untuk mencela ‘ulama, dan menolak atau menerima perkataan mereka semaunya sendiri, tanpa memperhatikan metode ilmiah, sportifitas, dan kejujuran.
Sementara kami tetap meyakini bahwa tak seorang pun dari umat ini yang maksum selain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, semua boleh diterima dan ditolak perkataannya kecuali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, menerima atau menolak harus tetap pada koridor ilmiah.
Oleh karena itu, ketika saya mencoba mendudukkan perkataan asy-Syaikh al-Albani – yang saudara Firanda telah bersembunyi di balik punggung beliau – saya berupaya untuk menempuhnya dengan cara yang ilmiah dengan mendatangkan berbagai data dan bukti yang insya Allah bisa dipertanggungjawabkan, sebagaimana saya sebutkan dalam tulisan bagian ke-5 dan ke-6.
Ketahuilah, sebagaimana telah lalu, saudara Firanda menjadikan dialog asy-Syaikh Al-Albani sebagai salah satu dasar syubhatnya, bahkan dia meletakkan judul “Manhaj Syaikh Rabi’ al-Madkhali yang Mutasyaddid (keras)”, kemudian segera dia melanjutkannya dengan penukilan dialog tersebut secara tidak lengkap.
Dalam dialog itu, asy-Syaikh al-Albani menilai pada uslub (cara) asy-Syaikh Rabi’ ada syiddah, yang kemudian dibelokkan oleh saudara Firanda pada manhaj asy-Syaikh Rabi’ mutasyadid. Padahal asy-Syaikh al-Albani hanya menilai uslub. (Lihat kembali tulisan saya bagian ke-4). Ini sebagai permasalahan pertama yang saudara Firanda mencoba untuk mengelabuhi para pembaca.
Penilaian beliau tersebut, berdasarkan penafsiran asy-Syaikh Rabi’ terhadap ungkapan Sayyid Quthb “jahiliyah” dengan makna “kafir”. Kemudian asy-Syaikh al-Albani mengatakan, “lantas dari mana kita bisa menafsirkan dan menisbahkan kepada Sayyid Quthb bahwasanya ia telah mengkafirkan masyarakat ini??” Ini permasalahan kedua, yang telah kami bahas pada tulisan bagian ke-5 dan ke-6.
Maka pada tulisan-tulisan tersebut saya mencoba untuk mendudukkan permasalahan di atas melalui jalur ilmiah sebatas kemampuan saya. Untuk itu saya nukilkan:
Sekarang yang menjadi permasalahan dan membutuhkan jawaban segera dari saudara Firanda adalah,
Maka saya sangat menunggu jawaban saudara Firanda atas pertanyaan-pertanyaan di atas, sebagai tolok ukur terhadap permasalahan-permasalahan lain, apakah saudara Firanda adalah seorang yang mampu dan mau bersikap ilmiah, sportif, dan jujur, ataukah sebaliknya. [3]
♦ Kedua, Ketika dengan terpaksa, saya – atau para thalabatul ilmi lainnya – menukilkan sebagian bantahan ‘ulama ahlus sunnah terhadap beberapa ijtihad kedua ‘ulama mulia tersebut, atau mungkin bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah yang dipandang salah, akan menjadi peluang emas bagi beragam ahlul bid’ah (khawarij, syi’ah, shufiyyah, dll) dan mendapatkan “informasi gratis” untuk menjatuhkan kredibilitas para ‘ulama tersebut demi menjauhkan umat islam dari tauhid dan sunnah serta ilmu-ilmu mereka.
Tetapi saya mengatakan,
Pertama, kepada saudara Firanda dan para Halabiyyun lainnya: sepandai-pandai kalian bersembunyi di balik punggung ‘ulama Ahlus Sunnah untuk mengelabuhi umat, alhamdulillah dengan izin Allah mereka semakin banyak tahu tentang tipu daya kalian melalui tulisan-tulisan kalian sendiri, juga bantahan para thalabatul ilmi.
Kedua, kepada seluruh ahlul bid’ah, ketahuilah bahwa ahlus sunnah tidaklah meyakini ‘ulama mereka sebagai seorang yang maksum, yang tidak terlepas dari kesalahan secara totalitas. Ahlus Sunnah mengkritisi beberapa ijtihad mereka yang salah, namun bersama itu kritikan tersebut dilakukan dengan,
– Berdasarkan kepada al-Qur`an dan as-Sunnah serta manhaj as-Salafush Shalih sebagai rujukan utama, dan para ‘ulama yang mengikuti jejak mereka dengan baik dan benar.
– Menempuh jalur dan metode ilmiah, yang terlepas dari dusta, pembelokan makna, atau penukilan secara tidak sportif.
– Tetap menjaga adab-adab syar’i terhadap ‘ulama tersebut, jauh dari tipu daya dan niatan menjatuhkan kredibilitas mereka di mata umat.
– Tetap memposisikan mereka sebagai ‘ulama sunnah yang terhormat dan menerima ijtihad atau bimbingan mereka, dalam koridor al-Qur’an dan as-Sunnah serta manhaj as-Salafush Shalih.
Sehingga keyakinan Ahlus Sunnah bahwa para ‘ulama tidak maksum bukan sebagai rekomendasi untuk menolak ilmu, fatwa, dan bimbingan mereka secara brutal menurut kemauan hawa nafsu kita.
Sambil menunggu jawaban saudara Firanda, yang saya dan insya Allah para pembaca ingin segera mengetahuinya, mari kita kembali kepada pokok pembahasan pada tulisan bagian ke-7 ini.
Θ Asy-Syaikh al-‘Allamah Shalih al-Fauzan hafizhahullah dalam kata pengantar beliau terhadap buku Dahru Iftira’at Ahliz Zaighi wal Irtiyab ‘an Da’watil Imam Muhammad bin Abdil wahhab (241 halaman), karya asy-Syaikh Rabi’ yang berisi bantahan terhadap salah satu ahlul bid’ah yang bernama Hasan bin Farhan al-Maliki,
فوجدت رد الشيخ ربيع حفظه الله وافياً في موضوعه جيداً في أسلوبه مفحماً للخصم فجزاه الله خير الجزاء وأثابه على ما قام به من نصرة الحق وقمع الباطل وأهله.
“Maka aku dapati bantahan asy-Syaikh Rabi’ hafizhahullah ini tepat dalam pembahasannya, bagus dalam uslub (cara)nya, membuat lawan tak berdaya, semoga Allah membalasnya dengan sebaik-baik balasan, dan memberinya pahala atas apa yang beliau lakukan dalam membela kebenaran dan menghancurkan kebatilan serta para pengusungnya. ”
Perhatikan, rekomendasi asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah di atas. Padanya mengandung beberapa pelajaran penting bagi kita semua, termasuk bagi para Halabiyyun,
– Beliau memuji uslub (cara) asy-Syaikh Rabi’ dalam membantah ahlul bid’ah tersebut. Beliau katakan, “bagus dalam uslubnya” artinya, sportif dan tidak mutasyaddid.
– Beliau juga mengatakan, “tepat dalam pembahasannya.” Artinya ilmiah, sesuai dengan sasaran, sehingga membuat lawan tak berdaya.
– Beliau mendoakan asy-Syaikh Rabi’ dengan doa kebaikan atas perjuangan beliau dalam membela kebenaran dan menghancurkan kebatilan serta para pengusungnya.
Apakah saudara Firanda mau mengakui dengan sportif pujian, sanjungan, dan dukungan asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah – salah seorang anggota Hai’ah Kibaril ‘Ulama – yang menurut dia sendiri, beliau adalah ‘ulama yang lebih senior daripada asy-Syaikh Rabi’ hafizhahullah. Atau dia akan berkilah dengan caranya yang khas.
Θ Berikut ini Asy-Syaikh al-‘Allamah Ahmad bin Yahya an-Najmi rahimahullah [4] dalam pujian beliau terhadap kitab Jama’atun Wahidah yang terdapat dalam kata pengantar kitab An-Nashrul Aziz ala Ar-Raddil Wajiz, salah satu buku bantahan asy-Syaikh Rabi’ terhadap ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq – pendiri Jam’iyyah Ihya’ut Turats –[5],
وقد رأيت أن الشيخ ربيع حفظه الله كان موفقاً في نقده هذه الأخطاء والرد عليها بالأدلة الصحيحة والفكرة الصائبة والأسلوبالمعتدل ….
“Sungguh aku telah melihat bahwa asy-Syaikh Rabi’ hafizhahullah benar-benar mendapatkan taufik dalam kritikannya terhadap berbagai kesalahan-kesalahan ini, dan juga dalam membantahnya dengan dalil-dalil yang shahih, pemikiran (cara pandang) yang benar, dan uslub (cara) yang mu’tadil (tepat sesuai dengan porsinya).“
Dari rekomendasi asy-Syaikh Ahmad an-Najmi di atas, ada beberapa faidah ilmiah yang bisa dipetik, yaitu:
– Bantahan asy-Syaikh Rabi’ terhadap ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq al-Mubtadi’ telah di dukung dengan dalil-dalil yang shahih dan pemikiran (cara pandang) yang benar.
– Uslub (cara) asy-Syaikh Rabi’ mu’tadil (tepat sesuai dengan porsinya) , artinya tidak mutasyaddid.
Θ Fadhilatu asy-Syaikh DR. ‘Ali bin Muhammad Nashir Faqihi (profesor sekaligus mantan dekan paska sarjana di Universitas Islam Madinah), dalam kata sambutannya terhadap kitab Jama’ah Wahidah La Jama’aat, karya asy-Syaikh Rabi’ al-Madkhali hafizhahullah, masih dalam rangkaian bantahan beliau terhadap ’Abdurrahman ‘Abdul Khaliq (pendiri Jam’iyyah Ihyaut Turats),
إني قرأت هذا الكتاب ، وقد وجدته بحثاً علمياً موثقاً ، ناقش فيه الشيخ ربيع الشيخ عبدالرحمن بن عبدالخالق مناقشة هادفة ، لا شطط فيها ، ولا خروج على الآداب الشرعية في المناقشة والحوار ، بين فيه خطأ المنهج الذي سلكه الشيخ عبدالرحمن في كثير من كتبه وأشرطته ، ورد على تلك الاتجاهات المخالفة لمنهج السلف بالحجة والبيان …
“Sungguh aku telah membaca kitab ini (Jama’atun Wahidah… ) dan sungguh aku mendapatinya sebagai kitab yang penuh dengan pembahasan ilmiah, didukung dengan data-data (yang kokoh). Dalam karyanya ini asy-Syaikh Rabi’ berdialog dengan ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq dengan bentuk dialog yang tepat pada sasarannya, tidak ada sesuatu yang melampaui batas padanya, dan tidak pula keluar dari adab-adab syar’i dalam berdiskusi dan berdialog. Beliau (asy-Syaikh Rabi’) menjelaskan padanya kesalahan manhaj yang ditempuh asy-Syaikh ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq dalam banyak karya dan kaset rekamannya. Beliau (asy-Syaikh Rabi’) membantah berbagai pemikiran yang menyelisihi manhaj salaf tersebut dengan hujjah (argument yang kuat) dan bayan (penjelasan).“
وأكرر قولي : وهو أني قد قرأت ما كتبه الشيخ ربيع في مناقشته لزميلنا الشيخ عبد الرحمن ، فوجدته وافياً بالمقصود ، بعيداً عن الشطط في المناقشة ، فأسأل الله أن ينفع به الشباب وكل قارئ له
“Dan aku ulangi ucapanku, yaitu bahwa aku telah membaca karya yang ditulis oleh asy-Syaikh Rabi’ dalam dialognya dengan teman kita asy-Syaikh ‘Abdurrahman, maka aku mendapatinya sebagai karya yang sangat mencukupi maksud tujuannya, jauh dari sikap melampaui batas dalam berdialog. Semoga Allah memberikan manfaat dengan kitab tersebut kepada seluruh pemuda dan para pembacanya.”
Dari rekomendasi asy-Syaikh DR. ‘Ali Nashir Faqihi hafizhahullah di atas ada beberapa pelajaran penting yang dapat diambil untuk semua pihak yang menginginkan kebaikan, sportif dan jujur, yaitu :
– Bahwa beliau telah membaca dengan seksama karya asy-Syaikh Rabi’ sebelum memberikan penilaiannya. Beliau mengulangi kembali penegasannya tersebut bahwa beliau telah membaca karya asy-Syaikh Rabi’ dengan seksama. Apakah saudara Firanda ketika mencoba mengkritisi asy-Syaikh Rabi’ telah membaca karya beliau dengan seksama, tenang dan tidak terburu-buru, sebagai wujud sportifitas, objektivitas, serta kejujuran dalam menilai? Ataukah yang ada adalah sikap terburu-buru sehingga tidak pernah membacanya? Ataukah memang sudah phobi dan antipati terhadap karya-karya asy-Syaikh Rabi, sebagaimana kebiasaan ahlul bid’ah dan hizbiyyah di masa ini.
Jika saudara Firanda ternyata tidak pernah membacanya – apalagi antipati – sudah dapat dipastikan kesimpulan-kesimpulan negatif yang dia tuduhkan kepada asy-Syaikh Rabi’ adalah bersifat sepihak, tidak amanah, dan tidak ilmiah. Lahaula wal Quwwata illa Billah.
– Beliau menilai asy-Syaikh Rabi’ dalam karya-karyanya ketika membantah ahlul bid’ah
- Kitab karya asy-Syaikh Rabi’ tersebut adalah kitab yang penuh dengan pembahasan ilmiah,
- didukung dengan data-data (yang kokoh),
- bentuk dialog yang tepat pada sasarannya, tidak ada sesuatu yang melampaui batas padanya, dengan kata lain tidak mutasyaddid.
- dan tidak pula keluar dari adab-adab syar’i dalam berdiskusi dan berdialog,
- disertai pula dengan hujjah (argument yang kuat) dan bayan (penjelasan).
Ketiga ‘ulama kibar Ahlus Sunnah di atas, semuanya menilai uslub (cara) asy-Syaikh Rabi’ dalam membantah ahlul bid’ah dengan penilaian positif dan penuh dukungan, sangat berbeda dengan cara saudara Firanda yang bernada provokatif dan mengandung kesan yang sangat kuat dalam menjatuhkan kredibilitas asy-Syaikh Rabi’ hafizhahullah, serta menjauhkan umat dan karya-karyanya.
Θ Berikut ini, kami mengajak para pembaca sekalian – dan semua pihak yang menginginkan kebenaran – untuk mengikuti dengan seksama rekomendasi DR. asy-Syaikh Shalih bin Sa’d as-Suhaimi hafizhahullah, Dosen dan Dekan Fakultas Aqidah di Universitas Islam Madinah.
إزاء هذه الطعون في المنهج السلفي والقائمين عليه تحت تأثير الحزبية المقيتة التي يتصدرها الشيخ عبدالرحمن عبدالخالق ، قام فضيلة الشيخ العلامة الأستاذ الدكتور ربيع بن هادي مدخلي بالرد على عبدالرحمن عبدالخالق بعد أن استفرغ وسعه وبذل جهده في مناصحته سراً وجهاراً، …
“Di hadapan berbagai celaan terhadap manhaj salafi dan para tokohnya tersebut, (yang muncul) di bawah pengaruh hizbiyyah yang dibenci ini, dan dimunculkan oleh asy-Syaikh ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq, maka tampillah Fadhilatusy Syaikh al-’Allamah Prof. DR. Rabi’ bin Hadi al-Madkhali, dengan bantahan terhadap ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq, setelah beliau menuangkan segala upaya dan perjuangannya dalam menasehati dia (‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq), baik secara rahasia maupun terbuka … “
Dari pernyataan di atas, ada beberapa faidah, antara lain:
– Bahwa yang sering memunculkan celaan terhadap ‘ulama Ahlus Sunnah adalah pengaruh hizbiyyah yang dibenci. Antara lain pengaruh ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq pendiri Ihya’ut Turats ini.[6]
– Asy-Syaikh Rabi’ al-Madkhali telah berupaya dengan bersungguh-sungguh untuk memberikan nasehat kepada ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq, baik secara rahasia maupun terbuka. Hal ini menunjukkan bahwa sikap beliau dipenuhi dengan kelembutan, ta’anni (tidak terburu-buru), serta keinginan baik untuk orang yang dibantahnya. [7] Tidak seperti yang dikesankan oleh para hizbiyyun halabiyyun, disertai dengan berbagai istilah dan julukan yang batil.
Kemudian asy-Syaikh DR. as-Suhaimi hafizhahullah melanjutkan,
وذلك في كتابه الذي عنوانه (جماعة واحدة لا جماعات وصراط واحد لا عشرات) فقد قرأت الكتاب من ألفه إلى يائه فالفيته كتاباً : نافعاً قيماً وافياً بالغرض الذي ألف فيه . . فيه عرض وتحليل دقيق لأقوال عبد الرحمن عبد الخالق التي أوردها في أشرطته وسطرها في كتبه، وبيان زيف تلك الأقوال بالحجج الواضحة والبراهين القاطعة مع الأمانة العلمية في النقل والتوثيق من المصادر والنصح للأمة عامة وللشيخ عبدالرحمن خاصة بالسير على منهج السلف الصالح ، ونبذ كل المناهج الدخيلة المخالفة للكتاب والسنة ؛ …
“Dan itu ada pada kitab beliau yang berjudul “Jama’atun Wahidah la Jama’at, wa Shirathun wahid La ‘Asyarath]”, sungguh aku telah membaca kitab tersebut dari alif hingga ya’ (yakni dari A sampai Z) maka aku dapati kitab tersebut sebagai sebuah karya yang bermanfaat, kokoh, dan memenuhi target yang karenanya dia ditulis … dalam karya tersebut terdapat pemaparan sekaligus jalan keluar yang detail dari berbagai pernyataan ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq, yang dia sampaikan dalam kaset-kasetnya dan dia tuliskan dalam kitab-kitabnya, sekaligus (kitab karya asy-Syaikh Rabi’ ini) mengandung penjelasan tentang kepalsuan berbagai pernyataan (‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq) tersebut dengan berbagai hujjah yang jelas dan bukti-bukti yang meyakinkan, disertai dengan amanah ilmiah dalam penukilan, dan penguatan dari berbagai literatur, serta mengandung nasehat untuk umat secara umum, dan asy-Syaikh ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq secara khusus, agar meniti jalan di atas manhaj as-Salafush Shalih serta mencampakkan seluruh manhaj susupan yang menyelisihi al-Qur`an dan as-Sunnah.”
Dari pernyataan beliau di atas, ada beberapa faidah berharga yang dapat kita ambil,
– Beliau menegaskan, bahwa telah membaca karya asy-Syaikh Rabi’ tersebut dengan penuh ketelitian dari awal hingga akhir. Sekali lagi yang seperti ini tidak dilakukan oleh saudara Firanda.
– Dengan penuh keilmuan, beliau mengakui karya asy-Syaikh Rabi’ tersebut sebagai sebuah karya yang bermanfaat, kokoh, dan memenuhi target, sekaligus mengandung pemaparan dan jalan keluar yang detail dari berbagai syubhat ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq. Kalau saudara Firanda mau amanah dan sportif, insya Allah dia akan memiliki kesimpulan seperti yang disampaikan oleh asy-Syaikh as-Suhaimi.
– Menurut beliau, karya asy-Syaikh Rabi’ ini mengandung penjelasan tentang kepalsuan berbagai pernyataan ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq, diiring dengan berbagai hujjah yang jelas dan bukti-bukti yang meyakinkan, disertai dengan amanah ilmiah dalam penukilan, dan penguatan dari berbagai literatur,
– serta mengandung nasehat untuk umat secara umum, dan ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq secara khusus.
وهذا الكتاب العظيم الذي وضع فيه الشيخ ربيع النقاط على الحروف لا غنى لطالب العلم عنه ، حتى يكون على بينة من أمره وحتى تزول الغشاوة التي رانت على كثير من الناس بسبب ما في تلك المناهج الدخيلة من بهرجة وتنميق للعبارات وحذلقة في الأساليب التي لا تعدوا أن تكون جعجعة كطحن القرون، وهذا الجهد العظيم الذي قدمه فضيلة الشيخ ربيع حفظه الله هو واحد من الإسهامات الكثيرة التي قام بها لنصرة الدين والذب عن السنة والدفاع عن العقيدة وكشف زيف أهل البدع والأهواء بأسلوب علمي رصين ومنهج متوازن يتضح ذلك من خلال تلك المؤلفات القيمة والمحاضرات النافعة واهتمامه بالشباب وتوجيههم إلى المنهج الحق وقضاء كل وقته في خدمة العلم وطلابه مع مالاقاه من أذى خصوصاً من تلك الجماعات الحزبية الغالية التي استهدفت العلماء وطلاب العلم والدعاة السلفيين بالتشويه والإشاعات الباطلة والكذب والتزوير والتدليس وتحريف الكلام عن مواضعه .
وأقول لهؤلاء وأمثالهم :
لا يضر البحر أمسى زاخراً أن رمى فيه غلام بحجر
{فأما الزبد فيذهب جفاء ، وأما ما ينفع الناس فيمكث في الأرض}
جزى الله الشيخ ربيع على هذه الجهود العظيمة خير ما يجزي به عباده الصالحين وأجزل له المثوبة وثقل بتلك الجهود موازينه، إنه قريب مجيب ، وصلى الله وسلم وبارك على عبده ورسوله محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين وأتباعهم بإحسان إلى يوم الدين .
‘’Dan kitab (Jama’atun Wahidah … ) yang agung ini, yang asy-Syaikh Rabi’ telah meletakkan catatan huruf demi huruf (yakni secara rinci), tak ada seorang penuntut ilmu-pun yang tidak butuh terhadap karya beliau tersebut [8], agar dia berada di atas ilmu tentang perkara (agama)nya dan sirnalah penutup yang telah mengotori kebanyakan manusia dengan sebab berbagai kepalsuan, penghiasan terhadap berbagai ungkapan, berbagai kelicikan dalam caranya … . Dan usaha agung yang dipersembahkan oleh Fadhilatusy Syaikh Rabi’ hafizhahullah ini adalah salah satu dari sumbangsih beliau yang cukup banyak dalam menolong agama, membela as-Sunnah dan aqidah, serta membongkar kepalsuan ahlul bid’ah dan ahwa’ (pengusung bid’ah dan hawa nafsu), dengan uslub (cara) yang ilmiah lagi kokoh dan manhaj yang adil (terukur). Hal itu tampak jelas dari karya-karya tulis (beliau) yang kokoh, ceramah-ceramah (beliau) yang bermanfaat, dan kepedulian beliau yang besar terhadap para pemuda dengan senantiasa membimbing mereka kepada manhaj yang haq, serta menghabiskan segenap waktu beliau untuk berkhidmat kepada ilmu dan para penuntut ilmu, seiring dengan adanya gangguan yang beliau dapatkan terutama dari kelompok-kelompok hizbiyah yang ekstrim, yang membidik para ulama’, para penuntut ilmu, dan para da’i salafy dengan pencemaran nama baik, isu-isu batil, kedustaan, pemalsuan, penipuan, dan penyelewengan ucapan dari maksud yang sebenarnya. Maka aku katakan kepada mereka dan yang semisal dengan mereka,
Tidaklah samudra yang telah pasang airnya menjadi terganggu
Oleh anak kecil yang melempar batu padanya
‘Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; sedangkan yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi’.”[9]
Semoga Allah membalas asy-Syaikh Rabi’ dengan sebaik-baik balasan yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya yang shalih atas berbagai upayanya yang agung, dan semoga Allah memperbanyak pahala untuknya, dan menjadi berat timbangan amal shalih beliau dengan berbagai usaha (membantah ahlul bid’ah) tersebut. Sesungguhnya Dia Maha Dekat dan Maha Mengabulkan. … .”
Dari pernyataan rekomendasi asy-Syaikh Shalih as-Suhaimi hafizhahullah pada alenia ke-3 di atas, dengan tegas beliau:
– Menilai uslub (cara) asy-Syaikh Rabi’ dalam berbagai karyanya ketika membantah syubhat dan membongkar kepalsuan ahlul bid’ah sebagai uslub yang ilmiah lagi kokoh, dan manhaj yang adil (terukur)
– bahwa beliau mendapati celaan dan gangguan dari berbagai kelompok hizbiyyah yang memiliki kebiasaan membidik para ulama’, para penuntut ilmu, dan para da’i salafy dengan pencemaran nama baik, isu-isu batil, kedustaan, pemalsuan, penipuan, dan penyelewengan ucapan dari maksud yang sebenarnya [10]
Subhanallah, keempat ‘ulama kibar ahlus sunnah di atas – Asy-Syaikh al-‘Allamah Shalih al-Fauzan, Asy-Syaikh al-‘Allamah Ahmad bin Yahya an-Najmi, Fadhilatu asy-Syaikh DR. ‘Ali bin Muhammad Nashir Faqihi, asy-Syaikh DR. Shalih bin Sa’d as-Suhaimi – semuanya sepakat menilai uslub asy-Syaikh Rabi’ dalam karya-karyanya yang membantah ahlul bid’ah sebagai uslub yang ilmiah, mu’tadil, tepat, tidak keluar dari adab-adab syar’i dalam berdialog. Tidak ada satupun dari mereka yang menilai uslub asy-Syaikh Rabi’ sebagai uslub yang mutasyaddid. Hanya para hizbiyyin, seperti halabiyyun dan para pengikutnya yang menuduh asy-Syaikh Rabi’ dengan tuduhan di atas, dengan bersembunyi di balik punggung asy-Syaikh al-Albani rahimahullah dan asy-Syaikh ‘Abdul Muhsin al-’Abbad hafizhahullah.
Yang juga penting untuk diketahui oleh para pembaca adalah, upaya saudara Firanda yang sangat menggebu-gebu untuk mengesankan kepada umat bahwa manhaj dan metode kritik asy-Syaikh Rabi’ tidak sejalan dengan para imam dakwah salafiyah masa kini, atau seolah-olah asy-Syaikh Rabi’ bukan ‘ulama senior, atau kapasitas ilmu dan perjuangannya tidak bernilai di hadapan para kibar ‘ulama lainnya.
Untuk mengetahui lebih jauh ketidakjujuran saudara Firanda dalam ambisinya di atas, mari kita ikuti berikut ini beberapa surat resmi asy-Syaikh al-’Allamah ‘Abdul ‘Aziz bin Baz yang ditujukan kepada al-’Allamah Rabi’ bin Hadi al-Madkhali. Semoga Allah menolong kita semua menjadi hamba-Nya yang selalu mau mencari dan menerima kebenaran. Amin.
Berikut ini surat beliau yang pertama, yang beliau kirim kepada asy-Syaikh Rabi’ pada 7 Shafar 1413 H
Gambar Surat asy-Syaikh Bin Baz kepada asy-Syaikh Rabi’ (7 Shafar 1413 H)
بسم الله الرحمن الرحيم
KERAJAAN ARAB SAUDI
Pimpinan Umum Badan Riset Ilmiah, Fatwa, Dakwah, dan Bimbingan
Amanat Umum Untuk Hai’ah Kibar al-’Ulama
No : II/252
Tanggal : 7/2/1412
Perihal :
Dari ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz kepada Hadhirat al-Akh al-Mukarram Fadhilatusy Syaikh Rabi’ bin Hadi Madkhali, dosen di Universitas Islam, waffaqahullah
سلام عليكم ورحمة الله وبركاته … وبعد :
Telah sampai kepadaku bahwa anda telah menulis sesuatu tentang al-Ustadz Abul A’la al-Maududi rahimahullah. Maka aku mohon agar anda berkenan memberikan kepadaku satu naskah tulisan anda tentang itu.
Aku memohon kepada Allah agar memberikan taufiq untukku dan untuk anda kepada sesuatu yang dicintai dan diridhai-Nya. Dan semoga Dia menolong kita semua untuk melaksanakan setiap kebaikan, sesungguhnya Dia sebaik-baik pihak yang diminta.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ketua Umum
Lembaga Riset Ilmiah, Fatwa, Dakwah, dan Bimbingan
(stempel resmi asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz)
– * * * —
Kalau kita perhatikan surat beliau di atas, ada beberapa faidah penting nan ilmiah yang dapat kita petik.
__ * * * __
Berikut ini contoh kedua surat asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz kepada asy-Syaikh al-’Allamah Rabi’ bin Hadi hafizhahullah.
Gambar Surat asy-Syaikh Bin Baz kepada asy-Syaikh Rabi’ (24 Rajab 1415 H)
بسم الله الرحمن الرحيم
KERAJAAN ARAB SAUDI
Pimpinan Umum Badan Riset Ilmiah, Fatwa, Dakwah, dan Bimbingan
No : I/2202
Tanggal : 24/7/1415
Perihal :
Perihal : Tentang Pembicaraan Nazih Hammad di Radio al-Qur`an al-Karim
Dari ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz kepada hadhirat al-Akh al-Mukarram Fadhilatusy Syaikh DR. Rabi’ bin Hadi al-Madkhali sallamahullah amin
سلام عليكم ورحمة الله وبركاته … وبعد :
Telah menyampaikan berita kepadaku yang mulia DR. Muhammad bin Sa’d asy-Syuwai’ir, bahwa antum (asy-Syaikh Rabi’, pen.) mendengar pembicaraan seorang yang disebut dengan Nazih Hammad yang disiarkan di radio al-Qur`an al-Karim pada hari Selasa 12/6/1415 H, antara jam 7 – 8 pagi. Pada pembicaraannya terdapat pentakwilan terhadap sifat al-Haya’ dan sifat al-Ghadhab yang disandang oleh Allah ‘azza wa jalla.
Oleh karena itu aku memohon kepada antum, demi mendapatkan pahala, untuk membantahnya dan menjelaskan al-Haq. Karena aku sendiri tidak mendengar pembicaraan tersebut.
Semoga Allah memberi anda taufiq kepada setiap kebaikan, dan melipatgandakan pahala anda. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Dekat.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Mufti Umum Kerajaan Arab Saudi
sekaligus Ketua Hai’ah Kibarul Ulama dan Lembaga Riset Ilmiah dan Fatwa
(stempel resmi asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz)
__ * * * __
Ada beberapa faidah yang bisa dipetik dari surat tersebut:
__ * * * __
Berikut contoh ke-3 dari surat-surat asy-Syaikh Bin Baz rahimahullah kepada asy-Syaikh Rabi’
Gambar Surat asy-Syaikh Bin Baz kepada asy-Syaikh Rabi’ (25 Jumadal Ula 1415 H)
بسم الله الرحمن الرحيم
KERAJAAN ARAB SAUDI
Pimpinan Umum Badan Riset Ilmiah, Fatwa, Dakwah, dan Bimbingan
Kantor Mufti Umum Kerajaan
No : I/1744
Tanggal : 25/5/1415
Lampiran : 10
Dari ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz kepada hadhirat al-Akh al-Mukarram Fadhilatusy Syaikh DR. Rabi’ bin Hadi al-Madkhali sallamahullah amin
سلام عليكم ورحمة الله وبركاته … وبعد :
Aku kirimkan kepada anda (asy-Syaikh Rabi’) satu berkas naskah terkait dengan al-Akh fillah … [11]. Aku berharap kepada anda untuk menelaahnya sekaligus memberikan faidah/masukan (kepada saya) tentang yang anda ketahui terkait kondisi orang tersebut, sehingga kita (asy-Syaikh Bin Baz) bisa melakukan mengambil kebijakan yang seharusnya dilakukan berdasarkan (faidah/masukan anda) tersebut Insya Allah.
Semoga Allah memberikan taufiq kepada kami dan anda kepada amalan yang dicintai dan diridhai-Nya, dan semoga Allah membarakahi perjuangan anda, sesungguhnya Dia sebaik-baik tempat meminta.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Mufti Umum Kerajaan Arab Saudi
sekaligus Ketua Hai’ah Kibarul Ulama dan Lembaga Riset Ilmiah dan Fatwa
(stempel resmi asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz)
__ * * * __
Kalau kita mencermati ketiga contoh surat asy-Syaikh al-’Allamah ‘Abdul ‘Aziz kepada al-’Allamah Rabi’ di atas, semuanya dalam hal al-Jarh wa at-Ta’dil serta membantah bid’ah dan ahlul bid’ah, bukan sekedar berisi permohonan beliau kepada asy-Syaikh Rabi’ untuk menuliskan masalah-masalah ilmiah murni lainnya. Ini menunjukkan kepada apa yang telah kami sebutkan di atas, bahwa asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah setuju dan mendukung manhaj dan uslub (metode/cara) asy-Syaikh Rabi’ dalam masalah mentahdzir dan membantah ahlul bid’ah, dan bahwasanya manhaj beliau sejalan dengan manhaj asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz dan para ‘ulama kibar lainnya. Tidak seperti yang dikesankan oleh saudara Firanda dengan berbagai tipu dayanya dalam mempermainkan atau membenturkan perkataan dan ijtihad para ‘ulama sunnah.
Yang menarik untuk dicermati adalah tidak sedikit dari karya tulis asy-Syaikh Rabi’ yang disodorkan terlebih dahulu kepada ‘ulama sunnah lainnya untuk dimuraja’ah dan diberi tambahan faidah sebelum dicetak atau bahkan setelahnya, dan itulah kebiasaan beliau. Tentunya hal ini menunjukkan,
– Ketawadhu’an beliau yang tinggi.
– Kehati-hatian beliau dalam menulis karya tulis.
– Sikap ta’anni (tidak terburu-buru) dalam menampilkan karya tulis kepada umat.
– Kesamaan aqidah dan manhaj be liau dengan para ‘ulama sunnah lainnya, dengan memposisikan mereka sebagai tempat musyawarah dan berbagi faidah di satu sisi, dan di sisi yang lain adanya dukungan dari para ‘ulama sunnah tersebut terhadap karya tulis beliau setelah mereka (para ‘ulama tersebut) membacanya.
Yang menarik juga, ketika asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin ditanya tentang kesesatan Sayyid Quthb, beliau mengarahkan si penanya untuk merujuk beberapa kitab ‘ulama tentang hal itu, di antaranya karya asy-Syaikh Rabi’. Tentunya hal ini menunjukkan ketsiqahan (kepercayaan) beliau terhadap ilmu, aqidah,manhaj dan akhlaq asy-Syaikh Rabi’. Sebagaimana dalam jawaban beliau berikut ini,
مطالعاتي لكتب سيد قطب قليلة، ولا أعلم عن حال الرجل ولكن قد كتب العلماء فيما يتعلق بمؤلفه في التفسير “في ظلال القرآن”، قد كتبوا عليه ملاحظات على كتابه في التفسير مثلما كتب الشيخ عبدالله الدويش رحمه الله، وكتب أخونا الشيخ ربيع المدخلي ملاحظات على سيد قطب في تفسيره وفي غيره فمن أحب أن يراجعها فليراجعها
“Penelitianku terhadap karya-karya tulis Sayyid Quthb sedikit, dan aku tidak tahu tentang kondisi orang ini, namun para ‘ulama telah menulis tentang sesuatu yang berhubungan dengan karyanya di bidang tafsir “Fii Zhilal al-Qur’an” dan mereka telah menulis berbagai catatan (kritikan) terhadap kitabnya di bidang tafsir tersebut, seperti yang ditulis oleh asy-Syaikh ‘Abdullah ad-Duwaisy rahimahullah, dan saudara kami asy-Syaikh Rabi’ al-Madkhali telah menulis berbagai catatan (kritikan) terhadap kitabnya di bidang tafsir dan yang lainnya, barangsiapa yang ingin merujuknya maka silakan merujuknya.”[12]
Yang lebih menarik lagi, kitab Manhaj Ahlis Sunnah wal Jama’ah fi Naqdi ar-Rijal wa al-Kutub wa ath-Thawa’if, salah satu karya monumental asy-Syaikh Rabi’ yang spesifikasinya tentang metode kritik Ahlus Sunnah wal Jama’ah terhadap perorangan, kitab-kitab, dan kelompok-kelompok, disodorkan terlebih dahulu kepada asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah untuk dimuraja’ah dan diberi tambahan faidah, kemudian karena berbagai kesibukan akhirnya beliau limpahkan hal itu kepada asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz ar-Rajihi. Ketika telah ada jawaban dari asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz ar-Rajihi yang kemudian dibacakan kepada beliau, senanglah hati beliau hingga ditulislah surat rekomendasi untuk kitab tersebut. Silakan melihat kembali tulisan semua bagian ke-2.
Tentu sekali lagi, semua Ahlus Sunnah berkeyakinan bahwa asy-Syaikh Rabi’ tidak maksum. Tetapi keyakinan Ahlus Sunnah tidak merekomendasi kita untuk menolak dan mempermainkan berbagai perkataan dan karya mereka, sebagaimana telah kami jelaskan di awal tulisan.
Berikut ini kita akan menyimak bersama pernyataan dan sikap imam dakwah salafiyah lainnya, yaitu asy-Syaikh al-’Allamah Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin. Dalam salah satu pernyataannya beliau mengatakan,
والشيخ ربيع من علماء السنة، ومن أهل الخير، وعقيدته سليمة، ومنهجه قويم …
“Asy-Syaikh Rabi’ termasuk dari ulama’ sunnah, dari ahlul khair (kalangan orang baik), akidahnya selamat dari penyimpangan, dan manhajnya lurus… ”
Subhanallah… sosok asy-Syaikh Rabi’ yang mulia menjadi sangat rendah di hadapan seorang Firanda. Tidakkah ia bercermin dengan ucapan asy-Syaikh al-‘Allamah Faqihul ‘ashr Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah ketika beliau ditanya tentang karya-karya tulis asy-Syaikh Rabi’ sebagaimana dalam kaset Ithaful Kiram?!
الظاهر أن هذا السؤال لا حاجة إليه، وكما سئل الإمام أحمد عن إسحاق بن راهويه -رحمهم الله جميعاً- فقال: مثلي يسأل عن إسحاق ! بل إسحاق يسأل عني ….
“Tampaknya pertanyaan ini tidak perlu (untuk diutarakan), hal ini sebagaimana al-Imam Ahmad pernah ditanya tentang Ishaq bin Rahawaih rahimahumullahu jami’an, maka beliau menjawab, ‘Orang seperti aku ditanya tentang Ishaq?! Justru Ishaq-lah yang semestinya ditanya tentangku’…”
Memang benar, hanya orang-orang yang memiliki keutamaanlah yang mengetahui keutamaan dan kedudukan orang-orang yang mulia. Masih ingatkah pepatah,
لا يعرف فضل أهل الفضل إلا ذووه
Tidaklah mengetahui keutamaan para pemilik keutamaan (ahlul fadhl), kecuali orang-orang yang memiliki keutamaan
Asy-Syaikh al-‘Allamah Faqihul ‘ashr Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah adalah seorang yang mulia dan memiliki keutamaan – sebagaimana kedua imam dakwah sebelumnya (asy-Syaikh al-Albani dan asy-Syaikh Bin Baz) –, sehingga mereka sangat mengetahui kemuliaan dan keutamaan asy-Syaikh al-‘Allamah Rabi’ bin Hadi al-madkhali hafizhahullah. Beliau juga seorang yang berilmu, yang mengerti tentang pentingnya ilmu al-jarh wa ta’dil dan beratnya tugas tersebut. Sehingga beliau sangat menghargai asy-Syaikh Rabi’ yang telah tampil dengan penuh amanat ilmiah dalam berbagai karyanya membantah ahlul bid’ah dan hizbiyyah. Tentu berbeda dengan Halabiyun dan saudara Firanda yang tidak bisa dan tidak memiliki kemauan menghargai kapasitas keilmuan dan perjuangan asy-Syaikh Rabi’ dalam berbagai karyanya. Karena mereka bukanlah orang yang berilmu dan mementingkan ilmu, mereka bukanlah orang yang mengerti tentang bid’ah dan ahlul bid’ah serta bahayanya, dan mereka adalah orang-orang yang jahil tentang kemuliaan tugas dan perjuangan berat tersebut.
Mengakhiri tulisan kali ini, saya teringat dengan sebuah syair
يا ناطح الجبل العالي ليوهنه … أشفق على الرأس لا تشفق على الجبل
Wahai seorang yang (ingin) menanduk gunung yang tinggi untuk menghancurkannya
Sayangilah kepalamu (agar tidak hancur) jangan malah kamu menyayangi gunung tersebut
Demikianlah permisalan ‘ulama kibar ahlus sunnah, terkhusus dalam hal ini asy-Syaikh Rabi’. Beliau bagaikan gunung yang kokoh menjulang tinggi, kemudian ada seorang anak manusia yang kecil, jahil, dan lemah hendak merobohkan gunung kokoh dan menjulang tinggi itu. Maka dialah yang akan hancur. Itulah perumpaan kejahilan saudara Firanda terhadap asy-Syaikh Rabi’. Maka sayangilah dirimu wahai saudara Firanda, sungguh engkau akan hancur jika engkau terus dalam sikapmu yang jahil.
Namun di sisi lain, ada hikmah besar di balik kejahilan dan kelancangan Halabiyun terhadap al-’Allamah Rabi’ bin Hadi al-Madkhali . Yaitu semakin diketahui di hadapan umat kemuliaan ilmu beliau serta perjuangannya, sebagaimana pernah kami sebutkan
وَإِذَا أَرَادَ اللهُ نَشْرَ فَضِيْلةٍ طُوِيَتْ أَتَاحَ لَهَا لِسَانَ حَسُوْدِ
لَوْ لاَ اِشْتِعَالُ النَّارِ فيِمَا جَاوَرَتْ مَا كَانَ يُعْرَفُ طِيْبُ عَرْفِ العُوْدِ
“Dan apabila Allah menghendaki tersebarnya sebuah keutamaan yang selama ini tertutupi
Maka akan Allah tampilkan melalui perantara lisan orang yang hasad
Kalau bukan karena bara api yang membakar benda yang ada di sekitarnya
Maka tidak akan diketahui aroma wangi kayu gaharu [13]“
(bersambung insya Allah)
al-Faqir ila ‘afwi wa ‘auni rabbihi
Luqman Muhammad Ba’abduh
Jember, 5 Muharram 1435 H / 9 November 2013 M
[1] Perlu diketahui, bahwa jauh-jauh hari sebelum saya menulis tulisan-tulisan ini, telah banyak thalabatul ilmi, bahkan beberapa ‘ulama hafizhahumullah yang membantah ‘Ali Al-Halabi dan para Halabiyyun.
[2] Kebrutulan ini tampak dalam semua tulisannya sejak bagian awal, lebih-lebih dalam bagian ke-7. semoga Allah membantu saya untuk menampakkan kepada para pembaca kebrutalan-kebrutalan mereka tersebut. Amin Allahumma amin.
[3] Semestinya saudara Firanda bisa memahami hal ini dari tulisan-tulisan saya sebelumnya, tanpa perlu saya menanyakannya di sini. Tapi sayang, beberapa kali saudara Firanda keburu menyatakan bahwa tulisan saya tidak nyambung.
Adapun dua alasan lainnya yang ia jadikan sebagai landasan menilai asy-Syaikh Rabi’ mutasyaddid, maka akan datang insya Allah pembahasan tentangnya.
Jika saudara Firanda tetap tidak mau menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi, dan terus mengatakan tulisan saya tidak nyambung, maka pembaca semua akan semakin tahu bahwa itulah sesungguhnya “gambaran” saudara Firanda dalam permasalahan-permasalahan lainnya.
[4] Beliau adalah salah seorang ‘ulama kibar (senior) yang berdomisili di wilayah bagian selatan Saudi ‘Arabia. Lahir pada tahun 1346 H (88 tahun yang lalu).
[5] Dia adalah salah seorang ahlul bid’ah yang sangat ma’ruf diketahui berbagai kesalahan dan penyimpangannya. Namun hingga saat ini, Jam’iyyah Ihyaut Turats (JIT) tetap menjadikannya sebagai rujukan. Dia juga termasuk salah seorang tokoh penting yang punya andil dalam memprovokasi rakyat Mesir untuk memberontak kepada pemerintahnya, sehingga terjadi pertumpahan darah dan korban yang sangat banyak. Semoga Allah menyelamatkan kaum muslimin di Indonesia dari bahaya orang ini dan Ihyaut Turats, yang telah menanamkan kaki tangannya di Indonesia. Waspadailah!!
[6] Jejak ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq ini diikuti oleh Ihyaut Turats, ‘Ali Hasan, Abul Hasan al-Ma’ribi, dan pengikutnya.
[7] Semisal ini pula beliau lakukan terhadap ‘Ali Hasan al-Halabi dan Abul Hasan al-Ma’ribi dalam waktu yang cukup lama, dan berbagai kesempatan. Namun, keduanya tetap bersikeras mempertahankan manhajnya yang menyimpang dari manhaj Ahlus Sunnah.
[8] Kecuali Halabiyyun, termasuk di dalamnya saudara Firanda. Yang sangat tampak dari berbagai sikap dan ucapan mereka, bahwa mereka tidak membutuhkan karya-karya asy-Syaikh Rabi’.
[9] Lihat kitab Ats-Tsana’ al-Badi’ Minal Ulama’ ‘ala asy-Syaikh Rabi’, hlm. 45.
[10] Para pembaca sekalian lambat laun insya Allah akan mengetahui trik dan tipu daya saudara Firanda dan para halabiyun lainnya dalam mencela, menyebarkan isu-isu batil, ketidakamanahan, pemalsuan, dan penyelewengan ucapan dari maksud yang sebenarnya, baik terhadap ucapan asy-Syaikh Rabi’ maupun ‘ulama kibar lainnya.
Salah satu contohnya, apa yang telah kami tampilkan tentang cara penukilan terhadap dialog asy-Syaikh al-Albani, yang ia nukil secara tidak lengkap. Lihat tulisan bagian ke-4.
[11] Terhapus dari kopian surat aslinya, dan ada keterangan: (tidak perlu disebutkan namanya)
[12] Lihat kitab Ats-Tsana’ al-Badi’ Minal Ulama’ ‘ala asy-Syaikh Rabi’ karya asy-Syaikh Khalid bin Dhahwi azh-Zhafiri, hlm. 16.
[13] Yaitu sebuah kayu harum aromanya, biasaya berasal dari pohon Tengkaras, yang apabila dibakar dengan bara api maka akan semakin terasa aroma wanginya.
Maka demikianlah keutamaan keilmuan dan perjuangan asy-Syaikh al-’Allamah Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizahullah, tatkala semakin banyak ahlul bid’ah dan hizbiyyah membenci dan mencela beliau, maka akan semakin tampak – insya Allah – keutamaan beliau di hadapan umat.