بسم الله الرحمن الرحيم
الْحَمْدُ لِلَّهِ نَحْمَدُه ونَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوبُ إِلَيهِ ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِن سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا ، مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي وَمَن يُضلِلْ فَلَن تَجِدَ لَهُ وَلِيّاً مُرشِداً .
وَصَلَّى الله عَلَى محمَّد وَعَلَى اله وَأَصحَابِه وَسَلِّم تَسلِيمًا كَثِيرًا.
أَمَّا بَعدُ:
Memuliakan tamu adalah termasuk sifat yg terpuji dan termasuk syari’at yg datang sebelum syari’at Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan ditetapkan oleh syari’at Islam, dan sangatlah penting bagi kita untuk mengetahui hak-hak seorang tamu dan hak-hak orang yg ditamui, semoga sedikit catatan ini bermanfaat bagi penulisnya dan juga pembacanya, aamiin.
Hukum Menjamu Tamu
– pendapat Imam Ahmad dan Al-Laits menjamu tamu adalah wajib sehari semalam, dikarenakan hadits Abu Syuraih secara marfu’, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:” [ barangsiapa yg beriman kepada Allaah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya, memuliakannya sehari semalam, dan menjamu tamu adalah tiga hari, adapun setelah itu, maka itu adalah shadaqah ] diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari no ( 6019 ), dan Muslim no ( 14 ) di dalam Kitab Al-Luqathah.
Dan di dalam Musnad Imam Ahmad ( 4/130 ), dan Sunan Abi Daud ( 3750 ), dari hadits Al-Miqdaam bin Ma’dii Karib radhiyallaahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Malam bertamu adalah suatu kewajiban (untuk memuliakannya), maka barangsiapa diwaktu pagi ia (tamu) berada di halaman rumahnya, maka itu adalah hutang; jika mau ia boleh menjamu dan jika tidak maka ia boleh membiarkannya.” dan Isnadnya shahiih. dan sesuatu yg lebih dari sehari semalam sampai 3 hari itu sangatlah disukai, dan sesuatu yg lebih dari itu maka itu adalah shadaqah.
Dan dari Ahmad terdapat riwayat lain tentang wajibnya menjamu tamu bagi orang desa bukan orang kota.
Adapun Jumhuur mereka berpendapat tentang istihbaabnya (Sunnah) menjamu tamu, dan mereka memberikan alasan bahwasanya ini adalah hartanya seorang muslim maka tidaklah halal baginya kecuali dengan kelapangan jiwa darinya, dan mereka membawa hadits-hadits yg telah lewat, bahwasanya hadits-hadits tersebut dibawa kepada istihbaab (Sunnah), dan juga kepada kemuliayan akhlaq. dan ini adalah pendapatnya Maalik, Asy-Syaafi’i dan Abu Haniifah.
Dan pendapatnya Jumhuur adalah pendapat yg lemah, dan yg benar adalah pendapatnya Ahmad dan Al-Laits, dan bagaimanakah dia dikatakan istihbaab (Sunnah) setelah sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:” barangsiapa yg beriman kepada Allaah dan kepada hari akhir maka muliakanlah tamunya, dan sabdanya shallallaahu ‘alaihi wa sallam:” suatu kewajiban (untuk memuliakannya), dan sabdanya shallallaahu ‘alaihi wa sallam:” maka itu adalah hutang baginya. lihatlah : Al-Mughni (13/353), Al-Majmu’(9/57).
Faedah:
Dikatakan kepada Ahmad rahimahullaah”: jika seandainya datang kepada seseorang, seorang tamu kafir apakah dia memuliakan tamunya ?
beliau berkata:” Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Malam bertamu adalah kewajiban atas setiap Muslim (untuk memuliakannya), dan hadits ini sungguh jelas, dan ketika seorang musyrik dimuliakan, ini menunjukkan bahwasanya muslim dan musyrik juga dimuliakan, dan aku juga berpendapat seperti itu.
Faedah Lainnya:
Dari Ahmad ada satu riwayat, sesungguhnya seorang tamu jika dia turun disuatu kaum dan mereka tidak menjamu tamunya, maka bagi tamunya berhak untuk mengambil harta mereka sebanding dengan jamuan tamunya, walaupun mereka tidak mengetahuinya, karena hadits ‘Uqbah bin ‘Amir radliallaahu ‘anhu bahwa dia berkata; “Kami bertanya; “Wahai Rasulullaah, sesungguhnya anda mengutus kami, lalu kami singgah di suatu kaum, namun mereka tidak menjamu kami, maka Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada kami: “Jika kalian singgah di suatu kaum, lalu mereka melayani kalian sebagaimana layaknya seorang tamu, maka terimalah layanan mereka. Jika mereka tidak melayani kalian, maka kalian boleh mengambil dari mereka hak tamu yang layak bagi mereka.” diriwayatkan oleh Al-Bukhari no ( 2461 ), dan Muslim ( 1727 ). ( lihatlah Al-Mughni 13/354 )(Fathul A’laam Fi Diraasati Ahaadiitsi Buluughul Maraam Li Abi ‘Abdillaah Muhammad bin ‘Ali bin Hizaam Al-Fadhli Al-Ba’daanii 5/377-478 ).
bertamu adalah Sunnah para Rasul shalawaatu Rabbii wa salamuhu ‘alaihim
Allah ta’ala berfirman:
هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ ضَيْفِ إِبْرَاهِيمَ الْمُكْرَمِينَ (#) إِذْ دَخَلُوا عَلَيْهِ فَقَالُوا سَلامًا قَالَ سَلامٌ قَوْمٌ مُنْكَرُونَ (#) فَرَاغَ إِلَى أَهْلِهِ فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِينٍ (#) فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ أَلا تَأْكُلُونَ (#) فَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيفَةً قَالُوا لا تَخَفْ وَبَشَّرُوهُ بِغُلامٍ عَلِيمٍ (الذاريات 24- 28)
(24) Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim (Yaitu malaikat-malaikat) yang dimuliakan?
(25)(ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan: “Salaamun”. Ibrahim menjawab: “Salaamun (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal.”
(26) Maka dia pergi dengan cepat secara diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk.
(27) lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim lalu berkata: ” Silahkan anda makan.”
(28)(Tetapi mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa takut terhadap mereka. mereka berkata: “Janganlah kamu takut”, dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishak) (Qs.Adz-Dzaariyaat : 24-28 )
di dalam ayat-ayat ini terdapat fawaa’id
1. Allaah telah menghibur Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam atas apa yg telah didustakan oleh kaumnya, maka baginya ada suri tauladan kepada Ayah-Ayahnya ( Ibrahim ) dan juga saudara-saudaranya.
2. Sesungguhnya malaikat adalah hamba-hamba Allaah yg dimuliakan seperti perkataan Al-Hasan Al-Bashri rahimahullaah :” itu adalah seperti firman Allaah Azza wa Jalla:
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ بَلْ عِبَادٌ مُكْرَمُونَ (الأنبياء : ٢٦)
“dan mereka berkata: “Allaah yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak”, Maha suci Allaah. sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan.” (Qs. Al-Anbiyaa’ : 26 )
3. Bagi seorang tamu hendaknya mengucapkan kata-kata yg baik untuk menghormati yg di datanginya seperti diayat ini dengan kata:” semoga keselamatan atas mu, dan begitu pula orang yg menjamu menjawabnya dengan kata-kata yg baik atau paling minim yg semisalnya, Allaah Azza wa Jalla berfirman:
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا (النساء :٨٦)
“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa, Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.”( Qs. An-Nisaa: 86 )
4. didalam perkataan :” kamu adalah orang-orang yang tidak dikenal.yg dimaukan ‘alais salaam di dalam perkataan itu adalah untuk perkenalan, dan lebih baiknya agar seorang tamu mengenalkan dirinya.
5. didalam perkataan :” kamu adalah orang-orang yang tidak dikenal.dan para muhaqqiqiin berpendapat bahwasanya ‘alais salaam mengatakan itu didalam dirinya,atau kepada orang-orang yg bersamanya dari pengikutnya, disitu terdapat faedah bahwasanya yg diutarakan ketamu adalah perkataan yg baik-baik.
6. Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullaah berkata:” (فراغ ) para ulama berkata:” artinya pergi dengan cepat secara diam-diam, dan ini termasuk dari tata krama yg bagus dalam menjamu tamu, pergi dengan cepat agar tidak menunda dia menyantap makanan ( Syarhu Riyaadhish Shaalihiin baabu bayaani katsrati thuruqil khair )
7. Asy-Syaikh Muhammad bin Shaalih Al-‘Utsaimin rahimahullaah berkata:” karena itu Ibrahim ‘alaihis salaam merasa takut terhadap mereka, karena mereka tidak mau makan, dan adat bangsa Arab, bahwasanya tamu jika dia tidak mau makan, maka dia telah mempunyai niat jahat, dan untuk itu termasuk dari adat kita sampai sekarang, jika tamu telah datang, dan tamu itu belum makan maka mereka berkata:” rasakanlah makanan kami, dan jika mereka tidak mau merasakan, mereka berkata:” sesungguhnya lelaki ini telah berniat jahat kepada kita, maka dari itu Ibrahim ‘Alaihis Salaam merasa takut terhadap mereka ( Syarh Riyadhish Shaalihiin baabu bayaani katsrati thuruqil khair )
8. Sesungguhnya menyembelih itu lebih baik di dalam menjamu tamu dari pada dengan makanan yg telah tersedia, dikarenakan sembelihan itu menunjukan bentuk keikhlasan yg tidak dilakukan ketika datangnya tamu kecuali sembelihan itu bentuk dari memuliakannya yg dengan itu akan menimbulkan perasaan bahagia dihati tamu
9. Didalamnya terdapat bahwasanya termasuk dari memuliakan tamu adalah menghadirkan makanan yg lebih dari apa yg mereka makan, dan agar tamu tidak dipanggil ketempat yg telah dikumpulkan makanan padanya, tetapi makananlah yg dihadirkan kehadapan para tamu
10. Asy-Syaikh Muhammad bin Shaalih Al-‘Utsaimin rahimahullaah berkata:” ulama berkata:” bahwasanya anak sapi adalah termasuk dari jenis daging yg paling baik, karena dagingnya lembut dan lezat ( Syarh Riyadhish Shaalihiin baabu bayaani katsrati thuruqil khair )
11. dan termasuk dari sunnah adalah menyegerakan berita gembira, seperti kisah taubatnya Ka’ab bin Maalik radhiyallaahu, dan mensifatinya dengan sifat ‘Alim karena itu adalah kekhususan sifat manusia yg sempurna, dan bukanlah dengan ketampanan dan kekuatan dan selainnya.
وَلَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُنَا إِبْرَاهِيمَ بِالْبُشْرَى قَالُوا سَلامًا قَالَ سَلامٌ فَمَا لَبِثَ أَنْ جَاءَ بِعِجْلٍ حَنِيذٍ (هود :69)
“Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada lbrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: “Selamat.” Ibrahim menjawab: “Selamatlah,” Maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang.” (Qs. Huud :69)
Adab-Adab dalam bertamu
1. Menyambut para tamu dan memuji mereka dengan apa yang ada pada mereka
dari Ibnu Abbaas radhiyallaahu ‘anhu berkata:” Ketika utusan Abdul Qais datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bertanya kepada mereka: “Kaum manakah ini atau utusan siapakah ini? Mereka menjawab: “Rabi’ah!” Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “selamat datang wahai para utusan dengan tanpa kehinaan dan tanpa penyesalan” ( Muttafaqun ‘Alaihi )
2. Bersegera ketika menjamu tamu
Adapun dari Al-Qur’an yaitu firman Allaah Azza wa Jalla
(#) فَرَاغَ إِلَى أَهْلِهِ فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِينٍ (#) فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ أَلا تَأْكُلُونَ (#) فَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيفَةً قَالُوا لا تَخَفْ وَبَشَّرُوهُ بِغُلامٍ عَلِيمٍ (الذاريات 26- 28)
“Maka dia pergi dengan cepat secara diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk. Lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim lalu berkata: ” Silahkan anda makan.” (Tetapi mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa takut terhadap mereka. mereka berkata: “Janganlah kamu takut”, dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishak)” (Qs.Adz-Dzaariyaat : 24-28 )
Adapun dari As-Sunnah
“dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu ia berkata; Pada suatu hari atau suatu malam Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pergi keluar rumah, tiba-tiba beliau bertemu dengan Abu Bakar dan ‘Umar. Lalu beliau bertanya: “Mengapa kalian keluar rumah malam-malam begini?” Mereka menjawab; ‘Kami lapar, wahai Rasulullah! ‘ Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, aku juga keluar karena lapar seperti kalian. Marilah!” Mereka pergi mengikuti beliau ke rumah shahabat Anshar (Abu Haitsam bin At -Taihan). Namun sayang dia sedang tidak di rumah. Tetapi tatkala istrinya melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam datang, dia mengucapkan; “Marhaban wa Ahlan (selamat datang).” Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Kemana si Fulan (Abu Haitsam)?”‘ Isterinya menjawab; ‘Dia sedang mengambil air tawar untuk kami.’ Tiba-tiba datanglah orang anshar tersebut dan melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam beserta dua sahabat beliau, maka dia berkata; ‘Alhamdulillaah, tidak ada seorangpun kedatangan tamu yg lebih mulia hari ini dariku.’ Lalu dia mengambil setandan kurma, di antaranya ada yang masih muda, yang mulai masak, dan yang sudah masak betul. Katanya; ‘Silakan dimakan ini.’ Sambil dia mengambil pisau. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Janganlah engkau sembelih yg sedang menyusui.’ Maka dipotongnya seekor kambing, lalu mereka makan kambing, makan kurma setandan, dan minum. Setelah semuanya kenyang dan puas makan dan minum, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Abu Bakar dan ‘Umar: ‘Demi Dzat yang jiwaku berada dalam Tangan-Nya, kalian akan ditanya pada hari kiamat tentang nikmat yang kalian peroleh ini. Kalian keluar dari rumah karena lapar dan tidak pulang sampai kalian memperoleh keni’matan ini (HR. Muslim no 2030 )
3. Mendahulukan hak seorang tamu daripada hak dirinya dan keluarganya
dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, telah datang seorang lelaki kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan dia berkata:” aku dalam kesulitan/kelaparan, lalu beliau mengutus kebeberapa istrinya, lalu istrinya berkata:” demi Dzat yg telah mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak mempunyai sesuatu kecuali air, kemudian beliau mengutus kepada istrinya yg lainnya, lalu istrinya berkata seperti itu sampai seluruh istrinya berkata seperti itu, tidak, demi Dzat yg telah mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak mempunyai sesuatu kecuali air, lalu beliau berkata:” siapakah yg ingin menjamu orang ini malam ini semoga Allaah merahmatinya, lalu berdirilah seorang lelaki dari Anshaar dan berkata:” saya wahai Rasulullah, lalu berangkatlah ia bersamanya ketempat kediamannya, lalu berkatalah dia kepada istrinya, tamu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, apakah kamu tidak mempunyai suatu makanan yg disimpan ?, lalu istrinya berkata:” demi Allaah tidak ada, kecuali makanan anak-anak, lalu dia berkata:” jika anak-anak menginginkan makan malam maka tidurkanlah mereka, lalu datanglah kamu kesini dan matikanlah lampu, dan kita kosongkan perut kita untuk malam ini, lalu istri tersebut melaksanakannya, kemudian lelaki ( tamu -) itu pergi pada pagi harinya ke Rasulullah shallallaah shallallaah ‘alaihi wa sallam, dan berkata:” sungguh Allaah Azza wa Jalla telah takjub atau tertawa terhadap apa yg telah dilakukan fulan dan fulanah, lalu Allaah Azza wa Jalla menurunkan ayat:
وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (الحشر : ٩)
“dan mereka mengutamakan orang lain, atas diri mereka sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung” (Al-Hashr : 9)
dan dalam suatu riwayat lain
“buatlah sesuatu dan jika tamu kita telah masuk, lalu padamkanlah lampunya dan perlihatkanlah kepadanya bahwasanya kita sedang makan, dan jika dia mempunyai keinginan untuk makan maka berdirilah kamu menuju lampu sampai kamu padamkan lampunya, lalu mereka duduk dan tamunya memakan, maka ketika masuk waktu pagi mereka pergi ke Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau berkata:” sungguh Allaah telah takjub dari pekerjaan kalian dengan tamu kalian tadi malam” ( HR.Muslim 3/1624 no 2054 )
4. Apa yg dikatakan oleh seorang tamu jika ada orang yg tidak diundang mengikutinya
dari Abu Mas’ud Al Anshari ia berkata:” Ada seorang laki-laki Anshar bernama Abu Syu’aib, dia mempunyai seorang pelayan tukang daging, pada suatu hari Abu Syu’aib melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dia tahu dari wajah beliau bahwa beliau sedang lapar, maka Abu Syu’aib berkata kepada pelayannya; ” celakalah kamu ! Siapkanlah hidangan untuk kami, untuk lima orang, aku hendak mengundang Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam beserta lainnya sebanyak lima orang, setelah hidangan tersedia, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pun tiba beserta orang lainnya sebanyak lima orang dan seorang lagi mengikuti mereka, ketika sampai di pintu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata:” sesungguhnya lelaki ini mengikuti kami, jika kamu menghendaki, kamu izinkan dia turut makan, dan jika kamu menghendaki, dia akan kembali, Abu Syu’aib berkata:” ‘Jangan, bahkan aku izinkan baginya wahai Rasulullaah! ( HR. Al-Bukhari no 5434, dan Muslim no 2036 )
5. Dimanakah duduknya seorang tamu ?
dari Abu Mas’ud Al Anshari ia berkata:” Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
”Dan janganlah seseorang dari kalian mengimami seseorang di daerah wewenangnya, dan janganlah seseorang duduk di rumah seseorang di tempat singgasananya ( tempat duduk khususnya –pent ), kecuali telah mendapatkan izin darinya.” ( HR. Muslim no 673 )
6. Menghormati ulama
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (المجادلة : ١١)
“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, Maka lapangkanlah niscaya Allaah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allaah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allaah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Al-Mujaadalah : 11 )
7. Mendahulukan yg lebih tua kemudian yg sebelah kanan dalam memberikan jamuan.
“Dari Sahl bin Sa’ad As-Saa’idii radhiyallaahu ‘anhu berkata:” Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam diberi bejana yg berisi minuman lalu beliau meminum darinya, dan disebelah kanannya terdapat anak yg paling muda dikaum itu, dan orang-orang yg tua berada di sebelah kirinya, lalu beliau berkata:” wahai pemuda, apakah kamu memberikan idzin kepadaku untuk aku berikan kepada orang-orang yg tua ?, lalu pemuda itu menjawab:” aku tidak akan mendahulukan seorangpun atas keutamaanku darimu wahai Rasulullah, lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memberikannya” ( HR. Al-Bukhari no 2351, dan Muslim no 2030 )
8. merendahkan suara dan menjaga pandangan
Allaah Azza wa Jalla berfirman
وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الأصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ (لقمان : ١٩)
“dan rendahkanlah suaramu, sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” ( Qs. Luqmaan : 19 )
Allaah Azza wa Jalla berfirman
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (النور: ٣٠)
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. ( Qs. An-Nuur : 30 )
9. Jangka waktu bertamu
“dari Abu Syuraih Al-Ka’bii radhiyallaah ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:” barangsiapa yg beriman kepada Allaah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya, memuliakannya sehari semalam, dan menjamu tamu adalah tiga hari, adapun setelah itu, maka itu adalah shadaqah, maka tidak dihalalkan baginya untuk bertamu kepadanya sehingga menyakitinya ( Muttafaqun ‘alaihi, HR.Al-Bukhari no 6135, dan Muslim no 14, 48 Kitab Al-Luqathah )diriwayat lain, para shahabat berkata:” wahai Rasulullah, bagaimana menyakitinya ?, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata:” sang tamu tinggal bersamanya, sedangkan ia tidak punya apa-apa untuk menjamu tamunya”. ( HR.Muslim no 4611 )
10. Tidak terbebani
“dari Anas bin Maalik radhiyallaahu ‘anhu, kami berada disini ‘Umar radhiyallaahu ‘anhu, lalu beliau berkata:” kita telah dilarang terbebani.” ( HR. Al-Bukhari no 7293 )
“dari Jabir bin ‘Abdillaah Radhiyallaahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:” makanan untuk satu orang cukup untuk dua orang, dan makanan untuk dua orang cukup untuk empat orang, dan makanan untuk empat orang cukup untuk delapan orang”. (HR. Muslim no 2059 )
11. Doa seorang tamu jika selesai memakan
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika diberi jamuan dan diminta doa untuk penjamunya beliau berdoa:
« اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمْ فِى مَا رَزَقْتَهُمْ وَاغْفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ »
“Ya Allaah berikanlah keberkahan untuk mereka pada rizqi yg telah Engkau berikan kepada mereka, dan berikanlah ampunan dan rahmat untuk mereka”. (HR. Muslim no 5449 dari hadits Abdullaah Ibnu Busur radhiyallaahu ‘anhu )
Hak seorang tamu dan perkataan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bagi orang yg tidak menjamu tamu
“dari ‘Abdullaah bin ‘Amr bin ‘Aash radiyallaahu ‘anhuma, berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:”…. sesungguhnya bagi pengunjungmu mempunyai hak atasmu”. ( HR. Al-Bukhari no 1873 dan Muslim no 1157 )
“dari ‘Uqbah bin ‘Aamir radhiyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau berkata: ” tidak ada kebaikan bagi orang-orang yg tidak menjamu tamu” ( HR. Ahmad no 17455 dishahikan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullaah di shahiihul Jaami’ no 7492 dan Ash-Shahiihah no 2434 )
‘Abdurra’uuf Al-Manaawi rahimahullaah berkata:” maksudnya bagi siapa saja yg tidak menjamu tamu yg bertamu kepadanya jika dia mampu untuk menjamunya.” ( Faidhul Qadhiir Syarh Al-Jaami’ish Shaghiir 6/552 no 9883 )
cukup sekian dulu, jika terdapat kesalahan maka itu dari saya dan dari syaithan, dan jika terdapat kebenaran maka itu dari Allaah Azza wa Jalla
Akhuukum Abu Bakr Fahmi Abu Bakar jawwas
Yang mengharapkan ampunan dan ridho Rabbnya
Mekkah Al-Mukarramah 1 Muharram 1434 H / 15 November 2012 M
WA ASK KARAWANG
Sumber : WA Salafy Lintas Negara