Allah berfirman:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Dan bergaullah dengan mereka (ISTRI) secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An Nisaa’ : 19)
Al Hafidz Ibnu Katsir ; ketika menafsirkan ayat ini menyatakan:
“Yakni baguskan ucapan kalian terhadap para istri dan perbaiki perbuatan dan penampilan kalian sesuai kadar kemampuan kalian sebagaimana engkau suka dia melakukan hal tersebut, maka engkau pun melakukan yang semisalnya. Sebagaimana Allah , berfirman:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf”. (QS. Al Baqarah: 228)
Dalam hadits Aisyah bahwasannya Rasulullah bersabda:
خيركم خيركم لأهله و أنا خيركم لأهلي .
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik terhadap keluarganya dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian terhadap keluargaku.” (HR. At Tirmidzi. Dishahihkan Al Albani dalam shahih Al Jami’ no. 3314)
Termasuk akhlak Nabi, beliau sangat baik pergaulannya dengan istri-istrinya, senantiasa berseri-seri wajahnya, bersenda gurau, bercumbu rayu dengan istri, bersikap lembut pada mereka dan melapangkan mereka dalam nafkah serta tertawa bersama istri-istrinya sampai beliau pernah mengajak Aisyah ummul mukminin berlomba lari untuk menunjukkan cinta dan kasih sayang beliau kepadanya.
Aisyah berkata, “Rasulullah pernah mengajakku lomba lari, maka aku bisa mengalahkan beliau, itu terjadi sebelum aku gemuk. Kemudian pada kali yang lain ketika tubuhku telah gemuk, beliau mengajakku lomba lari dan beliau bisa mengalahkanku. Beliau berkata, “Kemenangan ini sebagai balasan atas kekalahan yang dahulu.”
Termasuk pergaulan Rasulullah terhadap istrinya, setiap malam beliau biasa mengumpulkan istri-istrinya di rumah istri yang beliau bermalam di situ (yang mendapat giliran), makan bersama-sama mereka pada sebagian waktu, kemudian masing-masing istri pulang ke rumahnya. Beliau biasa tidur dengan salah seorang istrinya dalam satu selimut. Beliau letakkan rida’ nya dari kedua pundaknya dan tidur dengan sarungnya. Setelah shalat Isya’, beliau masuk ke rumahnya dan berbincang-bincang sejenak dengan istrinya sebelum tidur untuk menyenangkan mereka.
Sementara Allah berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (21)
“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al Ahzab: 21)
(selesai ucapan Ibnu Katsir)
Amr bin Al Ahwash Al Jusyami pernah mendengar Nabi , berkhutbah dalam haji Wada’. Setelah memuji dan menyanjung Allah, memperingatkan dan menasehatkan. Beliau bersabda:
ألا و استوصوا بالنساء خيرا فإنما هن عوان عندكم ليس تملكون منهن شيئا غير ذلك إلا أن يأتين بفاحشة مبينة فإن فعلن فاهجروهن في المضاجع و اضربوهن ضربا غير مبرح فإن أطعنكم فلا تبغوا عليهن سبيلا ألا و إن لكم على نسائكم حقا و لنسائكم عليكم حقا فأما حقكم على نسائكم فلا يوطئن فرشكم من تكرهون و لا يأذن في بيوتكم لمن تكرهون ألا و إن حقهن عليكم أن تحسنوا إليهن في كسوتهن و طعامهن .
“Berpesanlah kalian dengan kebaikan terhadap wanita (para istri), karena mereka itu hanyalah penolong di sisi kalian. Kalian tidak menguasai dari mereka sedikitpun selain itu kecuali bila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Bila mereka melakukan hal tersebut, tinggalkanlah mereka di tempat tidurnya dan pukullah dengan pukulan yang tidak membuat cacat Namun bila mereka mentaati kalian, maka tidak ada jalam bagi kalian untuk menyusahkan mereka. Ketahuilah, kalian memiliki hak terhadap istri-istri kalian. Dan merekapun memiliki hak terhadap kalian. Hak kalian terhadap mereka adalah mereka tidak boleh membiarkan ada orang yang kalian benci untuk menginjak hamparan (permadani) kalian dan istri tidak boleh menginknn orang yang kalian benci masuk rumah kalian. Adapun hak mereka terhadap kalian adalah kalian berbuat baik kepada mereka dalam memberikan pakaian dan makanan mereka.” (HR. Tirmidzi. Dihasankan Syaikh Al Albani di Shahih Al Jami’ No. 7880)
Dalam sanad hadits ini ada Sulaiman bin Amr. Kata Al Hafidz, “Ia maqbul” Namun hadits ini memiliki pendukung yang disebutkan dalam Musnad Imam Ahmad (juz 5, hal. 72).
Imam Ahmad berkata, “Telah menceritakan kepada kami Affan, is berkata, Telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah, ia berkata, Telah memberitakan kepada kami Ali bin Abi Zaid dari Abi Hurrah Ar Raqasyi dari pamannya, ia berkata, “Aku pernah memegang tali kekang unta Rasulullah pada pertengahan hari Tasyrik. Ketika itu beliau berkhutbali di hadapan manusia, di antara isi khutbahnya beliau bersabda:
“Bertakwalah kalian kepada Allah dalam urusan para istri, karena mereka itu adalah penolong di sisi kalian. Kalian tidak menguasai sedikitpun jiwa-jiwa mereka. Mereka memiliki hak terhadap kalian dan kalian juga mempunyai hak terhadap mereka. Hak kalian adalah mereka tidak boleh membiarkan seorangpun selain kalian untuk menginjak rumah kalian dan tidak mengizinkan seorangpun yang kalian benci untuk masuk ke rumah kalian. Dan kalau kalian khawatir nusyuz mereka, maka nasehatilah dan tinggalkanlah di tempat tidur dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membuat cacat. – Berkata Humaid: Aku bertanya kepada Al Hasan, “Apa yang dimaksud dengan pukulan yang tidak membuat cacat?” Jawabnya, “Pukulan yang tidak memberikan bekas”-. Hak mereka terhadap kalian adalah mendapatkan nafkah dan pakaian dengan cara yang ma’ruf. Istri-istri itu kalian ambil dengan amanah dari Allah, kalian halalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah . Barangsiapa yag dititipi amanah, maka hendaknya is menunaikan amanah itu dan menyampaikannya pada orang yang berhak.” Kemudian Rasulullah membentangkan kedua tangannya seraya berkata: “Bukankah aku telah menyampaikan, bukankah aku telah menyampaikan?” Lalu beliau berkata: “Hendaknya orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, karena berapa banyak orang yang disampaikan, dia lebih faham dari orang yang menyampaikan.” Berkata Humaid: “Al Hasan mengatakan ketika sampai kalimat ini: “Sungguh, Demi Allah mereka telah menyampaikan kepada kaum-kaum yang sangat berbahagia dengannya.”
Hadits dengan sanad ini di dalamnya ada rawi yang bernama Ali bin Zaid bin Jad’an, dia dlaif, tetapi hadits ini terangkat dengan 2 jalannya sampai derajat Hasan. Wallahu a’lam.
Engkau wahai suami, tidak dianggap mempergauli istri dengan baik bila engkau membebani istrimu dengan melampaui Batas dan engkau memayahkannya untuk memenuhi hak-hakmu. Bahkan sepantasnya engkau menempuh jalan pertengahan dan engkau merelakan sebagian hakmu tidak terpenuhi untuk merealisasikan perkara yang lebih penting darinya, di antaranya untuk memperbaiki pergaulan dan meringankan istrimu.
Abu Hurairah meriwayatkan dari Nabi , beliau bersabda:
استوصوا بالنساء خيرا فإن المرأة خلقت من ضلع و إن أعوج شيء في الضلع أعلاه فإن ذهبت تقيمه كسرته و إن تركته لم يزل أعوج فاستوصوا بالنساء خيرا .
“Berpesanlah kalian dengan kebaikan kepada para istri karena wanita itu diciptakan dari tulang rusuk dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian paling atas. Bila engkau paksa untuk meluruskannya, maka engkau akan mematahkannya, dan hila engkau tinggalkan (tidak berupaya meluruskannya) maka ia akan terus-menerus bengkok. Karena itu berpesan-pesanlah berupa kebaikan terhadap para istri.” (HR.Bukhari dan Muslim)
Wanita itu kurang akal dan agamanya sebagaimana dikabarkan oleh Nabi dari hadits Abu Said Al Khudri, dia berkata: Ketika hari Idul ‘Adha -atau Idul Fithri- Rasulullah keluar menuju musholla (tanah lapang) dan ketika sampai pada khutbah Id Beliau melewati kaum wanita seraya bersabda, “wahai para wanita, bersedekahlah kalian karena diperlihatkan kepadaku kebanyakan penghuni neraka adalah kalian,”
Para wanita berkata, “Mengapa, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Karena kalian banyak melaknat dan mengkufuri kebaikan suami, aku belum pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya yang bisa menghilangkan akal seorang laki-laki yang teguh daripada kalian.”(HR. Bukhari)
Orang yang kurang akal pasti butuh kepada seseorang yang memberikan pengarahan kepadanya dengan pengarahan yang benar, dengan cara yang halus, lembut dan lunak. Dan orang yang kurang akal ini dimaafkan sebagian kesalahannya:
Maafkan saudaramu bila
bercampur darinya kebenaran dan kekeliruan
Bila suatu hari dia tergelincir dan jatuh Jauhi cercaan terhadapnya
Siapa gerangan yang tak pernah bersalah?
Dan siapa gerangan yang hanya memiliki kebaikan semata?.
Wallahu A’lam dinukil oleh Muh. Rifa’i dari kitab : Al Intishar lihuhuqil Mu’minat. Karya : Ummu Salamah As Salafiyyah Hal. 51 – 54. Penerbit darul Atsar Yaman Cet. I Th. 2002. Telah diterjemahkan dengan judul buku : Persembahan untukmu Duhai Muslimah Cet. Pustaka Al Haura’ Yogyakarta)