Syaikh Muhammad bin Saleh Al-Utsaimin rahimahullah ditanya:
Saya seorang yang telah menikah walhamdulillah, saya memiliki harta dan saya tidak mempunyai anak kecuali seorang anak wanita saja. Saya memiliki seorang saudara laki- laki dan seorang saudara perempuan dari ayah saya. Anak perempuan saya diberi kemudahan dalam hal materi dan dia menginginkan agar aku mencatat semua harta peninggalan yang dikhususkan untuk pamannya , yaitu saudara laki- lakiku. Demikian pula halnya saudara perempuanku, dia menginginkan hal yang sama seperti saudara laki-lakinya.
Perlu diketahui bahwa aku telah menikahi seorang wanita selain ibu anak wanitaku dan ia isteriku tersebut tidak punya keturunan. Namun mereka membencinya, dan aku tidak ingin menelantarkan hak yang menjadi bagiannya, dan diwaktu yang sama aku takut jika aku mencatat bagian harta untuk saudaraku lalu dia mengeluarkan aku dan isteriku dari rumahku. Aku berharap bimbingan untukku untuk melakukan hal yang lebih maslahat.”
Beliau menjawab:
العمل الأصلح أن تبقي مالك في يدك؛ لأنك لا تدري ماذا يعرض لك في حياتك، ولا تكتبه لأحد . وأنت إذا قدر الله عليك فمُتَّ: ورث الورثة من مالك بقدر ما جاء في شريعة الله سبحانة وتعالى. ثم إنك كيف تكتبه لهؤلاء على أنهم ورثتك؛ مع أنك لا تدري فقد يموتون قبلك وتكون أنت الوارث لهم ؟!. فالمهم أننا ننصحك بأن تمسك عليك مالك ولا تكتبه لأحد، ودعه بيدك تتصرف فيه كما شئت بالحدود الشرعية . وإذا قدر أن مات أحدكم ورثه الآخر بحسب ما حدده الله سبحانه وتعالى ورسوله صلى الله عليه وسلم.
“Yang lebih maslahat adalah engkau membiarkan hartamu tetap ditanganmu, sebab engkau tidak mengetahui apa yang kamu alami dalam kehidupanmu, dan jangan kamu tuliskan buat siapapun. Jika Allah U menakdirkan kepadamu sehingga engkau meninggal, maka ahli waris tersebut mendapatkan warisan dari hartamu sesuai kadar yang telah datang dalam syariat Allah I. Kemudian bagaimana mungkin engkau menuliskan hartamu untuk mereka sebagai ahli warismu, padahal kamu tidak mengetahui boleh jadi mereka mati sebelum kamu dan kamu yang menjadi ahli waris mereka?!, yang jelas kami nasehatkan kepadamu agar kamu menyimpan hartamu dan jangan kamu tulis untuk siapapun, biarkan dalam kepemilikanmu sehingga engkau bertindak sesuai keinginanmu dalam batas- batas yang disyariatkan. Jika ditakdirkan meninggal salah seorang kalian, maka yang lain mewarisinya sesuai apa yang telah ditetapkan Allah U dan Rasul-Nya e.
(Fatawa Nur Alad Darb: 2/559-560)
http://www.alukah.net/Fatawa_Counsels/0/13645/
Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad hafizhahullah ditanya :
“Apakah boleh bagi seseorang menyerahkan apa yang dimilikinya dari harta kepada ahli warisnya sebelum ia meninggal? Apa hukum orang yang membagi hartanya sebelum meninggal kepada anak- anaknya yang laki- laki dan perempuan dengan sama rata? Apakah disyaratkan masing- masing ridha?
Beliau menjawab:
الذي ينبغي لإنسان ألا يفعل وإنما يترك ذلك لله عز وجل يعني إذا مات يقسم كما شرع الله لكن إذا أراد أن يعطيهم في حياته فله أن يعطي لكن يكون للذكر مثل حظ الأنثيين لأن الإعطاء على طريقة الميراث وقد يكون بعض الناس يريد أن يتخلص من القسمة التي فيها للذكر مثل حظ الأنثيين فيعطي النساء مثل البنين ألا يأتي الميراث فيكون له النصف فالإعطاء للبنين مختلف فيه هل يكون بالسوية أو يكون للذكر مثل حظ الأنثيين والذي يظهر أنه للذكر مثل حظ الأنثيين وأن هذا مثل ما لو بقي المال فإنه يؤول الأمر إلى أن يكون للذكر مثل حظ الأنثيين وكذلك لو استعجل وأعطي شيئا في الحياة فإنه يكون للذكر مثل حظ الأنثيين
(شرح سنن الترمذي: كتاب الطب: شريط:227)
“yang sepantasnya bagi seseorang untuk tidak melakukan hal itu, namun dia tinggalkan hal tersebut karena Allah. Yaitu tatkala dia meninggal, maka harta dibagi sebagaimana yang disyariatkan Allah U. Namun jika dia hendak memberikan kepada mereka pada masa hidupnya, maka boleh dia berikan namun dengan ukuran seorang anak laki- laki mendapat bagian dua kali lipat dari anak wanita, sebab memberikan sesuatu berdasarkan metode pembagian warisan. Terkadang sebagian orang ada yang ingin menghindar dari pembagian seorang anak laki- laki mendapat bagian dua kali lipat anak wanita, sehingga dia berikan kepada wanita sama seperti yang dia berikan kepada laki- laki agar jangan sampai tiba pembagian warisan lalu dia hany mendapatkan setengah. Pemberian harta kepada anak laki- laki (pada masa hidupnya) terjadi perselisihan apakah dibagi secara merata atau anak laki- laki mendapatkan dua kali lipat wanita. Yang nampak adalah seorang anak laki- laki endapat dua kali lipat dari wanita, dan keadaannya sama seperti harta yang tetap pada pemiliknya hingga dia meninggal lalu dibagi dengan pembagian seorang anak laki- laki mendapatkan dua kali lipat wanita, maka demikian pula jika pembagian tersebut dipercepat dan dibagi pada masa hidupnya maka dengan cara seorang anak laki- laki mendapat bagian dua kali lipat dari anak wanita.”
(Syarah sunan Tirmidzi, kitab Ath-Thib, kaset no:227)