KASIH SAYANGMU IBU
–Kasihnya Tak Sekedar Kata–
ووصينا الإنسان بواليه إحسانا حملته أمه كرها ووضعته كرها وحمله وفصاله ثلاثون شهرا
“Dan Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya, ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan…” (al-Ahqof: 15)
Di kala bayinya menangis, sang ibu lalu menggendong sambil membelai rambut dan menimang-nimangnya, hingga si buah hatipun lelap tertidur. Dengan perlahan ia meletakkan si kecil ke tempat ayunannya.
Di kala sang ibu sedang menyuapi anaknnya makan, ia sisihkan antara daging dan tulang lauknya. Sambil bercerita ia berkata kepada anaknya, “Makan yang banyak ya!” lalu sang anak berkata kepada ibunya, “Ibu kok belum makan?” Ibunya berkata, “Ibu makannya nanti saja, belum selera makan.”
Di kala sang anak sakit ibunya berkata, “Kalau sudah sembuh, Adik mau minta apa?” Anaknya menjawab, “Aku minta dibelikan mainan mobil-mobilan, minta dibelikan baju baru, minta dibelikan kue.” Kata sang ibu, “Terus minta apa lagi?” Sang anak menjawab, “Aku juga minta diajak jalan-jalan sama Ayah, sama Ibu, sama Kakak.” Ibunya berkata, “Oya… nanti insya Allah kalau Adik sudah sembuh. Makanya makan yang banyak supaya cepat sembuh ya sayang!”
Di kala sang anak sudah mulai dewasa dan hendak mencari pekerjaan, sang ibu berkata kepada anaknya, “Ambillah simpanan uang Ibu! Sengaja Ibu tabung untuk modal usahamu.”
Di kala sang anak sudah mendapat pekerjaan ia ingin berbelanja untuk ibunya. Sang ibu berkata, “Kau tabungkan saja uangmu buat bekalmu nanti kalau sudah berkeluarga! Di rumah masih ada beras, insya Allah masih cukup untuk makan sepekan.”
Di kala sang anak sudah menikah dan belum punya rumah, ibu berkata, “Tinggallah dulu di rumah tua sama Ibu. Nanti kalau sudah punya rumah sendiri baru kalian pindah.”
Di kala anak punya rumah baru, ia ingin mengajak ibunya agar bersedia pindah dari rumah tua. Namun, Ibu berkata, “ Biar Ibu tinggal di rumah tua saja. Itu adalah rumah peninggalan Ayahmu.”
Sering ibu menangis tatkala rindu dengan anak dan cucu-cucunya. Rasa ingn bertemu dan berkumpul sekeluarga menjadi impian yang senantiasa dinanti-nanti. Ia menyadari bahwa usia sudah tua, rambut sudah memutih. Entah berapa tahun lagi sisa usianya.
Di kala ibu sudah sakit berat, anaknya datang menjenguk. Dipeluknya sang ibu sambil menangis. Ibunyapun lalu berkata, “ Jangan menangis Nak!. Jika Ibumu sudah makin melemah, hubungi semua kerabat kita. Ibu juga berpesan kepadamu, jika Ibu telah meninggal jaga baik-baik Istri dan anak-anakmu! Jangan sering ribut!. Jaga selalu ibadahmu agar Ibu senantiasa ridho kepadamu! Dan doa’akan selalu Ibu dan Ayahmu di setiap sholatmu.”
Tiga pekan pertama sepeninggal ibu, dunia terasa sepi. Dahulu ibu sering menelpon jika sudah lewat tiga pekan anak dan cucunya tidak berkunjung. Sekarang tiada lagi suara yang lembut itu. Namun, senyuman ibu masih juga terbayang di pelupuk mata. Terima kasih Ibu……Semoga Allah memberikan balasan yang terbaik untuk Ibu. Selamat jalan…..semoga Allah mengumpulkan kita lagi di jannahnya kelak.
Sungguh dia adalah seorang pahlawan sejati. Dialah pahlawan tanpa tanda jasa. Sosok pahlawan yang berjuang tulus sepenuh hati, meskipun tak pernah mengikrarkan janji. Semangat di hati tak hiraukan jauhnya bentangan hari-hari. Kasih sayang ibu takkan pudar seiring zaman. Ia senantiasa merawat sang buah hati dengan tabah dan sabar. Hatinya lembut bagaikan kapas, namun himmahnya keras bagaikan besi.
Dikirim oleh Al-Abu Dawud Al-Pasimy (Salah satu Thulab di Darul Hadist Fuyus,Yaman)
Sumber : WA Thullab Al Fiyusy