Pada edisi kali ini, akan kami sajikan adanya isyarat dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tentang penunjukan Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu sebagai khalifah sepeninggal beliau shalallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini merupakan bukti dan penguat akan keabsahan beliau sebagai halifah sebagaimana telah kami sebutkan pada edisi 36. Isyarat ini sekaligus meruntuhkan syubhat dan kesesatan yang dilontarkan oleh Syi’ah Rafidlah yang meragukan keabsahan kekhalifahan beliau
Para ulama telah berbeda pendapat tentang bagaimana pengangkatan Abu Bakar ash-Shidiq sebagai khalifah. Apakah pengangkatan tersebut ditentukan dengan nash secara langsung dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam atau dilakukan dengan musyawarah antara kaum muslimin. Sebagian ulama berpendapat bahwa pengangkatan beliau sebagai khalifah ada lah hasil dari musyawarah dari kaum muslimin ketika itu.
Sedangkan Hasan al-Bashri dan sebagian para ulama dari kalangan ahlul hadits berpendapat bahwa terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah adalah dengan nash yang samar dan isyarat dari rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. (Lihat Syarh Aqidah ath-Thahawiyah, hal. 471)
Dalil-dalil yang menunjukkan akan adanya isyarat secara tidak langsung (bukan wasiat) dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yang mengisyaratkan bahwa Abu Bakarlah yang lebih pantas menjadi khalifah sangat banyak. Isyarat-isyarat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Abu Bakar radhiallahu ‘anhu dipilih sebagai imam Shalat pengganti Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
Hadits-hadits yang menunjukkan diperintahkannya Abu Bakar untuk memimpin shalat menggantikan Rasulullah, shalallahu ‘alaihi wasallam sangat masyhur. Salah satu di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abi Musa radhiallahu ‘anhu berikut:
مَرِضَ رَسُولُ اللَّهِ فَاشْتَدَّ مَرَضُهُ فَقَال مُرُوا أَبَا بَكْرٍ فَلْيُصَلِّ بِالنَّاسِ فَقَالَتْ عَائِشَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبَا بَكْرٍ رَجُلٌ رَقِيقٌ مَتَى يَقُمْ مَقَامَكَ لاَ يَسْتَطِعْ أَنْ يُصَلِّيَ بِالنَّاسِ فَقَالَ مُرِي أَبَا بَكْرٍ فَلْيُصَلِّ بِالنَّاسِ فَإِنَّكُنَّ صَوَاحِبُ يُوسُفَ قَالَ فَصَلَّى بِهِمْ أَبُو بَكْرٍ حَيَاةَ رَسُولِ اللَّهِ. ]متفق عليه)
Ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sakit parah beliau berkata: “Suruhlah Abu Bakar untuk mengimami manusia”. Maka berkatalah Aisyah: “Ya Rasulullah sesungguhnya Abu Bakar adalah seorang laki-laki yang amat perasa (mudah menangis). Bagaimana dia akan menggantikan kedudukanmu, dia tidak akan mampu untuk memimpin manusia”. Rasulullah berkata lagi: “Perintahkanlah Abu Bakar untuk mengimami manusia! Sesungguhnya kalian itu seperti saudara-saudaranya nabi Yusuf”. Abu Musa berkata: maka Abu Bakar pun mengimami shalat dalam keadaan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam masih hidup. (HR. Bukhari Muslim)
2. Perintah untuk meneladani Abu Bakar radhiallahu ‘anhu
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
اقْتَدُوْا بِاللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِي أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ… (رواه الترمذي والحاكم وصححه الألباني في الصحيحة: 1233)
Teladanilah dua orang setelahku, Abu Bakar dan Umar… (HR. Tirmidzi dan Hakim, dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 1233)
Syaikh Albani menyatakan bahwa hadits ini diriwayatkan dari beberapa shahabat, seperti Abdullah bin Mas’ud, Hudzaifah Ibnul Yaman, Anas bin Malik dan Abdullah bin Umar. Hadits ini juga dikeluarkan oleh banyak pakar-pakar ahlul hadits seperti Tirmidzi, Hakim, Ahmad, Ibnu Hibban, ath-Thahawi, al-Humaidi, Ibnu Sa’ad, Ibnu Abi ‘Ashim, Abu Nu’aim, Ibnu Asakir dan lain-lain. (Lihat Silsilah Ahadits ash-Shahihah, juz 3 hal. 234, hadits no. 1233)
3. Abu Bakar adalah orang yang paling dicintai oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
Disebutkan dalam suatu riwayat dari ‘Amr bin ‘Ash:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ بَعَثَهُ عَلَى جَيْشِ ذَاتِ السَّلاَسِلِ فَأَتَيْتُهُ فَقُلْتُ أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ عَائِشَةُ قُلْتُ مِنَ الرِّجَالِ قَالَ أَبُوهَا قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ عُمَرُ فَعَدَّ رِجَالاً. )رواه البخاري ومسلم)
Bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam telah mengutus Abu Bakar memimpin pasukan dalam perang dzatu tsalatsil. Aku mendatangi Rasulullah dan bertanya kepada beliau: “Siapakah orang yang paling engkau cintai?” Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Aisyah.” Aku berkata: “Dari kalangan laki-laki wahai Rasululah?” Beliau menjawab: “Ayahnya”. Aku berkata: “Kemudian siapa?” Beliau menjawab: “Umar”. Kemudian beliau menyebutkan beberapa orang. (HR. Bukhari dalam Fadhailil A’mal, fathul Bari juz ke 7, hal. 18 dan Muslim dalam Fadhailus Shahabah juz ke-4 hal. 1856 no. 2384)
4. Abu Bakar dijadikan wakil menggantikan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
Diriwayatkan dari Jubair bin Muth’im, dia berkata:
أَتَتِ امْرَأَةُ النَّبِيَّ فَأَمَرَهَا أَنَ تَرْجِعَ إِلَيْهِ قَالَتْ أَرَأَيْتَ إِنْ جِئْتُ وَلَمْ أَجِدْكَ كَأَنَّهَا تَقُوْلُ الْمَوْتَ قَالَ إِنْ لَمْ تَجِدِيْنِيْ فَأْتِي أَبَا بَكْرٍ. (رواه البخاري)
Datang seorang wanita kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, maka Rasulullah menyuruhnya untuk datang kembali. Maka wanita itu mengatakan: “Bagaimana jika aku tidak mendapatimu?” –seakan-akan wanita itu memaksudkan jika telah meninggalnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Beliau menjawab: “Jika engkau tidak mendapatiku, maka datangilah Abu Bakar”. (HR. Bukhari 2/419; Muslim, 7/110; lihat ???? ????? hal. 541-542, no. 1151)
Hadits ini merupakan isyarat yang jelas dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa yang akan menggantikan dirinya sepeninggal beliau adalah Abu Bakar ash-Shidiq radhiallahu ‘anhu.
5. Rencana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam untuk menuliskan wasiat kepada Abu Bakar radhiallahu ‘anhu
Lebih tegas lagi ketika Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam sakit, beliau shalallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada ‘Aisyah untuk memanggil ayahnya, Abu Bakar, untuk diberikan wasiat kepadanya. Tetapi kemudian beliau mengatakan: “Allah dan kaum mukminin tidak akan ridla, kecuali Abu Bakar”. Lihatlah riwayat lengkapnya sebagai berikut:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ لِي رَسُوْلُ اللهِ: ادْعِي لِي أَبَا بَكْرٍ أَبَاَكِ وَأَخَاكِ، حَتَّى أَكْتُبُ كِتَابًا، فَإِنِّي أَخَافُ أَنْ يَتَمَنَّى مُتَمَنٍّ، وَيَقُوْلُ قَائِلُ: أَنَا أَوْلَى، وَيَأْبَى اللهُ وَالْمُؤْمِنُوْنَ إِلاَّ أَبَا بَكْرٍ
Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anhu?, ia berkata; berkata kepadaku Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam: “Panggillah Abu Bakar Bakar, Ayahmu dan saudaramu, sehingga aku tulis satu tulisan (wasiat). Sungguh aku khawatir akan ada seseorang yang menginginkan (kepemimpinan –pent.), kemudian berkata: “Aku lebih utama”. Kemudian beliau bersabda: “Allah dan orang-orang beriman tidak meridlai, kecuali Abu Bakar”. (HR. Muslim 7/110 dan Ahmad (6/144); Lihat Ash-Sha-hihah, juz 2, hal. 304, hadits 690)
Dalam riwayat ini jelas, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menghendaki dengan isyaratnya beliau bahwasanya Abu Bakar radhiallahu ‘anhu lah yang lebih layak menjadi khalifah sepeninggalnya. Tetapi beliau tidak jadi menulis wasiatnya, karena beliau yakin kaum mukminin tidak akan berselisih terhadap penunjukkan Abu Bakar radhiallahu ‘anhu sebagai khalifah. Dan hal ini terbukti, setelah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam wafat, kaum muslimin sepakat untuk menunjuk Abu Bakar radhiallahu ‘anhu sebagai khalifah.
6. Abu Bakar adalah orang terdekat dan kekasih Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ جَلَسَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَقَالَ عَبْدٌ خَيَّرَهُ اللَّهُ بَيْنَ أَنْ يُؤْتِيَهُ زَهْرَةَ الدُّنْيَا وَبَيْنَ مَا عِنْدَهُ فَاخْتَارَ مَا عِنْدَهُ فَبَكَى أَبُو بَكْرٍ وَبَكَى فَقَالَ فَدَيْنَاكَ بِآبَائِنَا وَأُمَّهَاتِنَا قَالَ فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ هُوَ الْمُخَيَّرُ وَكَانَ أَبُو بَكْرٍ أَعْلَمَنَا بِهِ وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ إِنَّ أَمَنَّ النَّاسِ عَلَيَّ فِي مَالِهِ وَصُحْبَتِهِ أَبُو بَكْرٍ وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا خَلِيلاً لاَتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلاً وَلَكِنْ أُخُوَّةُ اْْلإِ سْلاَمِ لاَ تُبْقَيَنَّ فِي الْمَسْجِدِ خَوْخَةٌ إِلاَّ خَوْخَةَ أَبِي بَكْرٍ. (متفق عليه)
Dari Abu Sa’id radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sedang duduk di atas mimbar, beliau bersabda: “Allah memberikan pilihan kepada seorang hamba antara diberi keindahan dunia atau apa yang ada di sisi-Nya. Maka hamba tersebut memilih apa yang ada di sisi-Nya. Maka Abu Bakar pun menangis seraya berkata: bapak-bapak dan ibu-ibu kami sebagai tebusan wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Abu Sa’id berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam itulah hamba yang diberi pilihan tersebut dan ternyata Abu Bakar adalah orang yang paling tahu di antara kami. Maka bersabdalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam: “Sesungguhnya manusia yang paling berjasa kepadaku dengan harta dan jiwanya adalah Abu Bakar. Kalau aku mengambil seorang kekasih, niscaya aku akan mengambil Abu Bakar sebagai khalil (kekasih), tetapi persaudaraan Islam lebih baik. Tidak tersisa masjid satu pintu pun, kecuali pintunya Abu Bakar. (HR. Bukhari dengan Fathul Bary, juz 7, hal. 359, hadits 3654; Muslim dengan Syarh Nawawi, juz 15 hal. 146, hadits 6120)
Al-Khullah adalah kecintaan yang paling tinggi. Para ulama menyatakan bahwa derajat khullah lebih tinggi dari tingkatan mahabbah. Oleh karena itu seorang yang disebut sebagai khalil, lebih tinggi kedudukannya daripada habib. Di antara dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah bahwa Allah hanya mengambil dua orang manusia sebagai khalil, yaitu nabi Ibrahim dan Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Sedangkan masalah mahabbah Allah sering menyebutkan dalam al-Qur’an, Allah mencintai orang-orang yang beriman, sabar, berjihad di jalan-Nya dan lain-lain.
Oleh karena itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menyatakan kalau saja beliau menjadikan khalil, maka niscaya Abu Bakarlah orangnya. Hal ini menunjukkan bahwa Abu Bakar adalah orang yang terdekat dan paling dicintai oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Hanya saja beliau shalallahu ‘alaihi wasallam tidak mengambil khalil dari kalangan manusia.
Dengan disebutkannya beberapa isyarat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam di atas cukuplah kiranya menjadi hujjah yang tegas bahwa Abubakar adalah seorang yang paling layak menjadi khalifah. Dan kekhalifahannya adalah sah, tidak ada yang menyelisihi kecuali orang-orang yang dalam hatinya adanya penyakit.
Namun perlu diketahui bahwa pendapat ahlus sunnah ini adalah pernyataan yang keluar dari hujjah yang terdapat dalam al-Qur’an dan sunnah secara ijma’, hal ini sama sekali tidak keluar dari kebencian kepada ahlul bait. Adapun tentang keutamaan ahlul bait, insya Allah akan kami bahas pada edisi mendatang.
Wallahu a’lam
Al Ustadz Muhammad Umar As-Sewed
Dinukil dari: Buletin Manhaj Salaf Cirebon
http://assalafy.org/artikel.php?kategori=buletin?almanhaj=9