Oleh: Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
Soal:
Bagaimana pendapat agama dalam masalah pacaran ini?
Jawaban:
Perkataan penanya “Sebelum Pernikahan”, apabila yang dimaksud sebelum masuk dan setelah akad nikah, maka tidak mengapa. Sebab dengan akad, wanita tersebut telah menjadi istrinya, meskipun belum mendapatkan surat resmi untuk masuk (membina rumah tangga) bersamanya.
Adapun apabila hubungan tersebut dilakukan sebelum nikah, pada saat mengkhitbah atau sebelumnya, maka hal itu haram dan tidak boleh dilakukan.Tidak boleh bagi seseorang untuk bersenang-senang dengan wanita asing yang bukan mahramnya, tidak dengan ucapan, tidak dengan memandang dan tidak dengan berdua-duaan. Telah tsabit dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwasanya beliau bersabda,
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ وَمَعَهَا ذُوْ مَحْرَمٍ. وَلاَ تُسَافِرِ الْمَرْأَةُ إِلاَّ مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ
“Janganlah seseorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali wanita tersebut disertai mahramnya, dan janganlah wanita melakukan safar kecuali disertai mahramnya” (Muttafaqun ‘alaihi – red)
Walhasil, apabila hubungan tersebut setelah akad, maka tidaklah mengapa. Namun apabila sebelum akad nikah, meskipun setelah khitbah dan diterima, maka sesungguhnya tidak boleh, itu adalah perbuatan haram baginya, sebab wanita tersebut masih asing dan belum menjadi mahramnya hingga dia mengadakan akad dengannya.
(Dinukil untuk http://ulamasunnah.wordpress.com dari buku “Bingkisan ‘tuk Kedua Mempelai” hal 475, Abu Abdirrahman Sayyid bin Abdirrahman As Shubaihi, taqdim dan Murajaah oleh Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, penerjemah Abu Huzaifah, penerbit Maktabah Al Ghuroba, Solo)
****
Oleh: Asy Syaikh Shalih Bin Fauzan Al Fauzan
Pertanyaan:
Bagaimana hukum seorang wanita menolak pinangan (khithbah) dari seorang laki-laki tanpa alasan?
628152404xxxx@satelindogsm.com
Jawab:
Asy Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al Fauzan hafidzahullah ditanya oleh seorang pemudi dengan pertanyaan yang senada dengan pertanyaan di atas, beliau hafidzahullah menjawab:
“Apabila engkau tidak berhasrat untuk menikah dengan seseorang maka engkau tidaklah berdosa untuk menolak pinangannya, walaupun ia seorang laki-laki yang shalih. Karena pernikahan dibangun di atas pilihan untuk mencari pendamping hidup yang shalih disertai dengan kecenderungan hati terhadapnya.
Namun bila engkau menolak dia dan tidak suka padanya karena perkara agamanya, sementara dia adalah seorang yang shalih dan berpegang teguh pada agama maka engkau berdosa dalam hal ini karena membenci seorang mukmin, padahal seorang mukmin harus dicintai karena Allah, dan engkau berdosa karena membenci keteguhannya dalam memegang agama ini. Akan tetapi baiknya agama laki-laki tersebut dan keridhaanmu akan keshalihannya tidaklah mengharuskanmu untuk menikah dengannya, selama tidak ada di hatimu kecenderungan terhadapnya. Wallahu a’lam” (Al Muntaqa min Fatawa Fadilatusy Syaikh Shalih Al Fauzan, 3/226-227, sebagaimana dinukil dalam Fatawa Al Mar’ah Al Muslimah, 2/706-707)
Sumber: Majalah Asy Syariah halaman 75
Vol II/No.04/Desember 2003/Syawwal 1424
Sumber: http://www.ghuroba.blogsome.com