HARTA QARUN : ANTARA PENILAIAN AHLUD DUNYA VS PENILAIAN AHLUL ILMI
Allah Ta’ala berfirman :
فَخَرَجَ عَلَىٰ قَوْمِهِۦ فِى زِينَتِهِۦ ۖ قَالَ ٱلَّذِينَ يُرِيدُونَ ٱلْحَيَوٰةَ ٱلدُّنْيَا يَٰلَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَآ أُوتِىَ قَٰرُونُ إِنَّهُۥ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
وَقَالَ ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ ٱللَّهِ خَيْرٌ لِّمَنْ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحًا وَلَا يُلَقَّىٰهَآ إِلَّا ٱلصَّٰبِرُونَ
“Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: “Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun, sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.
Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: “Kecelakaan yang besarlah bagi kalian, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar”. ( QS. Al Qashash : 79-80)
Tafsir As Sa’dy rahimahullah :
Qarun pun terus dalam sikap pembangkangan, kocongkakan, dan tidak mau menerima nasihat kaumnya karena bangga diri dan sombong, dia telah bangga diri dan terpedaya dengan harta yang dikaruniakan kepadanya,
﴿فَخَرَجَ﴾ ذات يوم ﴿فِي زِينَتِهِ﴾
“maka keluarlah dia,” pada suatu hari, “dalam kemegahannya,” yaitu dalam keadaan yang paling megah dari perihal dunia yang ia punya yang sungguh ia telah memiliki harta yang luar biasa, ia telah bersiap-siap dan berdandan dengan dandanan semewah mungkin. Dan hiasan kemewahan itu biasanya, pada orang yang semisal dia adalah sangat luar biasa. Kemegahan yang mengkombinasikan perhiasan dunia beserta keindahan, kemegahan dan kebanggaannya, sehingga mata terbelalak melihatnya, dan membuat takjubnya hati, dan perhiasan yang mencengangkan jiwa, sehingga manusia yang memandangnya terbagi menjadi dua kelompok : Yang Masing-masing akan berpendapat sesuai dengan cita-cita dan keinginannya :
1- ﴿قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا﴾
“berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia.”
yaitu, orang-orang yang keinginannya terpaku sebatas dunia, dan dunia itu menjadi akhir dambaan dan cita-citanya, tidak ada impian bagi mereka kepada selainnya,
﴿يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ﴾
“duhai sekiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun,” berupa harta kekayaan dunia, serta kenikmatan /kemewahannya,
﴿إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ﴾
“sesungguhnya dia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.”
Mereka tentu benar bahwa Qarun adalah orang yang mendapat keberuntungan yang sangat besar, jika perkaranya adalah berakhir seperti harapan mereka itu, dan tidak ada dibalik kehidupan dunia ini adanya kehidupan yang lain (akherat). Sungguh Qarun telah dikarunia puncak kesenangan dari kesenangan dunia, yang denganya dia bisa melakukan semua yang ia maukan. Maka hal tersebut menjadi keberuntungan yang sangat besar menurut keinginan mereka. Sungguh impian yang telah menjadikan hal seperti itu sebagai puncak harapan dan akhir yang dicarinya adalah benar-benar bagi orang yang impiannya paling rendah, paling hina dan tak berharga. Ia sama sekali tidak memiliki sedikit keinginan untuk naik kepada harapan-harapan yang tinggi dan cita-cita yang mulia.
2- ﴿وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ﴾
“Dan berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu.”
Yaitu mereka yang mengetahui hakikat sesuatu dan memandang terhadap esensi dunia di saat mereka (golongan yang pertama) hanya melihat dunia kepada bagian dhahirnya saja. “celakalah bagi kalian,” sebuah keprihatinan (sangat menyayangkan) atas apa yang mereka dambakan untuk diri mereka, sambil melihat kondisi mereka dengan memberi pengingkaran terhadap perkataan /pandangan mereka.
﴿ثَوَابُ اللهِ)
“Pahala Allah,” :
– yang sekarang ini berupa kelezatan beribadah, mencintai-Nya, kembali kepada-Nya, dan menghadap kepada-Nya, dan
– kelak di akhirat, berupa surga dan segala isinya yang diinginkan oleh jiwa dan rasa sedap dipandang mata
“adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh”
Yaitu lebih lebih baik daripada apa yang kalian angankan dan kalian inginkan. Inilah hakekat perkara yang sebenarnya. Namun tidaklah setiap orang yang tahu hal itu akan menerimanya dan mendapat taufik untuknya.
﴿إِلَّا الصَّابِرُونَ﴾
“kecuali orang-orang yang sabar, ” yaitu orang-orang yang menahan diri mereka untuk tetap diatas ketaatan kepada Allah, dan meninggalkan maksiyat kepada Allah, dan (sabar) menerima takdir-takdir Allah yang menyakitkan. Merekapun sabar (menahan diri) atas gemerlap dunia dan kenikmatannya untuk tidak memalingkan mereka dari Allah, dan tidak menjadi penghalang antara mereka dengan tujuan mereka diciptakan (ibadah kepada Allah). Merekalah orang-orang yang mengutamakan balasan pahala dari Allah atas dunia fana ini.
Walloohu a’lam bisshowwab
Al Faqir ilaa Rabbihi
Abu Abdillah MRf
Jum’at sore, 16 Ramadhan 1444 H.
Ma’had Darus Salaf Al Islamy Kutim