Samahatusy Syaikh Muhammad bin Sholih Al-’Utsaimin rahimahullah ditanya:”Terjadi perdebatan antara jama’ah sholat, yaitu jika ada seseorang masuk masjid dan mendapati shof telah penuh sehingga ia tidak mendapatkan shof, maka bolehkah ia menarik seseorang dari shof yang telah sempurna tadi untuk sholat bersamanya? Ataukah ia harus sholat sendirian di belakang shof? Atau apakah yang harus dikerjakannya?
Jawab: Masalah ini mengandung tiga kemungkinan. Apabila seseorang mendapati shof telah sempurna, maka bisa jadi ia sholat sendiri di belakang shof atau ia menarik seseorang dari shof dan sholat bersamanya atau ia maju ke depan di samping kanan imam. Inilah tiga keadaan jika ia ikut sholat. Atau boleh jadi ia tidak ikut sholat berjama’ah. Lalu manakah yang dipilih dari empat hal ini?
Kami katakan bahwa yang kita pilih dari hal-hal tersebut adalah hendaknya ia membuat shof sendiri dibelakang shof yang ada dan melakukan sholat bersama imam. Hal ini karena yang wajib yaitu melakukan sholat berjama’ah dan berada dalam shof. Ini adalah dua kewajiban, jika sesuatu ada halangannya yaitu berada dalam shof, maka yang lain tetap wajib, yaitu sholat berjama’ah. Pada kondisi seperti ini kami katakan: Sholatlah bersama jama’ah dibelakang shof agar engkau mendapatkan keutamaan berjama’ah. Sedangkan berdiri dalam shof pada kondisi seperti ini tidak wajib bagimu karena tidak dapat dilakukan. Sedangkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah berfirman:“Maka bertaqwalah kepada Allah semampumu”.
Sebagai penguat tentang hal ini, bahwa wanita berdiri sendirian dibelakang shof jika tidak ada wanita lain bersamanya, karena ia tidak diperkenankan satu shof bersama kaum laki-laki. Ketika ia ada halangan syar’i untuk satu shof bersama kaum laki-laki maka iapun sholat sendirian.
Begitu juga laki-laki ini yang datang ke masjid dan mendapati shof telah penuh, sehingga tidak ada tempat baginya untuk masuk shof, maka gugurlah kewajibannya untuk masuk shof, tetapi ia tetap wajib berjama’ah. Maka hendaklah ia tetap sholat di belakang shaf. Adapun harus menarik agar orang lain agar sholat di sampingnya, hal ini tidak layak, karena hal ini akan menyebabkan tiga hal, yaitu:
Pertama: Membuat celah dalam shof. Hal ini bertentangan dengan yang diperintahkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang merapatkan dan menutup celah dalam shof.
Kedua: Memindahkan orang yang ditarik tadi dari tempatnya yang utama ke tempat yang kurang utama. Hal ini termasuk kejahatan kepadanya.
Ketiga: Mengganggu sholat orang yang ditarik tadi, sebab bila ia ditarik tentunya hatinya akan terganggu kosentrasinya. Dan hal ini termasuk kejahatan kepadanya.
Adapun bentuk ketiga, yaitu berdiri bersama imam, hal ini juga tidak tepat. Karena kedudukan imam harus berbeda dengan tempat makmum. Sebagaimana ia juga memiliki kekhususan dalam ucapan maupun gerakan yang lebih dahulu dibanding makmum. Maka imam bertakbir sebelum lainnya bertakbir, imam rukuk sebelum lainnya rukuk dan juga sujud sebelum yang lainnya sujud. Maka sudah wajar jika tempatnya juga khusus.
Posisi imam yang berada di depan para makmum adalah petunjuk dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Dan inilah hal yang nyata bahwa tempat imam adalah tempatnya khusus secara sendirian. Sehingga jika makmum berdiri bersama imam tentu akan hilang kekhususannya yang memang tidak layak kecuali bagi imam.
Adapun bentuk ke empat yang mana ia meninggalkan sholat berjama’ah tetntunya lebih tidak berdasar lagi. Karena berjama’ah itu wajib. Bershof juga wajib. Jika ada salah satu yang tidak dapat dikerjakan, maka yang lainnya tidak terhapus karena yang satu tadi tidak dapat dikerjakan.
Dinukil dari: Majmu’ Fatawa Arkanil Islam, soal no. 308.