Pergi ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji merupakan karunia Allah yang menjadi dambaan setiap muslim. Predikat ‘Haji Mabrur’ yang tiada balasan baginya kecuali Al Jannah tak urung sebagai target utama dari kepergian ke Baitullah. Namun, mungkinkah semua yang berhaji ke Baitullah dapat meraihnya? Tentu jawabannya: mungkin, dengan dua syarat:
1. Di dalam menunaikannya harus benar-benar ikhlas karena Allah, bukan karena ingin menyandang gelar ‘pak haji’ atau ‘bu haji’.
2. Harus dilakukan sesuai bimbingan Rasulullah
Mungkin calon jama’ah haji akan mengatakan: “Kami siap mengikhlaskannya karena Allah I, bukan untuk tetek bengek dari kehidupan dunia ini! Tapi kami masih buta tentang manasik haji Rasulullah , bisakah kami mengetahuinya, agar dapat meraih haji mabrur?”
Jangan bersedih wahai jama’ah haji, karena setiap muslim berhak untuk mengetahui ajaran Rasulullah .
Ketahuilah, di dalam melakukan ibadah haji ada tiga cara: Tamattu’, Qiran, dan Ifrad. Yang paling utama adalah tamattu’, dan alhamdulillah mayoritas jamaah haji Indonesia berhaji dengan haji tersebut. Maka dari itu akan lebih tepat bila kajian kali ini difokuskan pada jenis haji ini.
Apa yang dimaksud dengan haji tamattu’? Haji tamattu’ adalah melaksanakan ibadah umrah secara sempurna pada bulan-bulan haji (Syawwal, Dzulqa’dah dan sebelum tanggal 10 Dzul Hijjah) dan bertahallul darinya, lalu berihram untuk haji pada tahun (Hijriyyah) itu juga.
Untuk haji ini wajib menyembelih Hadyu (hewan kurban).
Saudaraku, jamaah haji Indonesia -menurut kebiasaan- terbagi menjadi dua gelombang. Gelombang pertama akan berangkat terlebih dahulu ke kota Madinah dan setelah tinggal beberapa hari di sana, barulah berangkat ke Makkah. Untuk gelombang pertama ini miqatnya adalah Dzulhulaifah (Abyar Ali), miqat ahlul Madinah, sehingga start ibadah hajinya dari Madinah. Untuk gelombang kedua, maka akan langsung berangkat ke Makkah dan miqatnya adalah Yalamlam yang berjarak kurang lebih 10 menit sebelum mendarat di Bandara King Abdul Aziz Jeddah, sehingga start ibadah hajinya (ihramnya) sejak di pesawat.
Adapun manasik haji tamattu’ yang sesuai dengan bimbingan Rasulullah adalah sebagai berikut :
1. Bila anda telah berada di miqat, maka mandilah, dan pakailah wewangian jika memungkinkan. Kemudian pakailah kain ihram yang terdiri dari dua helai, untuk bagian bawah dan atas tubuh. Adapun wanita tetap mengenakan pakaiannya sesuai dengan batasan-batasan syar’i. Kemudian berniatlah ihram untuk umrah dengan mengatakan:
لَبَّيْكَ عُمْرَةً
“Kusambut panggilan-Mu untuk melakukan umrah”
Kemudian mengucapkan Talbiyah:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ و النِّعْمَةَ لَكَ وَ الْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ
“Ku sambut panggilan-Mu Ya Allah, ku sambut panggilan-Mu tiada sekutu bagi-Mu, ku sambut panggilan-Mu, sesungguhnya segala pujian, nikmat dan kerajaan hanyalah milik-Mu tiada sekutu bagi-Mu.”
Di antara hal-hal yang harus diperhatikan ketika berihram adalah:
Menjalankan apa yang telah diwajibkan oleh Allah seperti sholat dan yang lainnya dan meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah diantaranya; kesyirikan, perkataan yang kotor, kefasikan, debat dan kemaksiatan.
Tidak boleh mencabut rambut ataupun kuku, dan tidak mengapa bila rontok atau terkelupas dengan tidak sengaja.
Tidak boleh mengenakan wewangian baik pada tubuh, ataupun kain ihram. Dan tidak mengapa adanya bekas minyak wangi yang dikenakan sebelum berihram.
– Tidak boleh berburu ataupun membantu orang yang berburu.
– Tidak boleh mencabut tanaman yang ada di Tanah Suci, tidak boleh meminang wanita, menikah ataupun menikahkan.
– Tidak boleh menutup kepala dengan sesuatu yang menyentuh (kepala tersebut) dan tidak mengapa untuk memakai payung ataupun berada di bawah atap kendaraan.
– Tidak boleh memakai pakaian yang sisi-sisinya melingkupi tubuh (baju, kaos), imamah, celana dan sebagainya. Boleh untuk memakai sandal, cincin, kaca mata, walkman, jam tangan, sabuk, dan tas yang digunakan untuk menyimpam uang, data-data penting dan yang lainnya. Dan diperbolehkan juga untuk mengganti kain yang digunakan serta mencucinya sebagaimana diperbolehkan membasuh kepala dan badan.
– – Tidak boleh melewati miqatnya dalam keadaan tidak berihram.
2. Bila telah tiba di Makkah (di Masjidil Haram) maka bersucilah (sebagai syarat Thawaf), lalu selempangkan pakaian atas di bawah ketiak kanan, sedang yang kiri tetap diatas pundak kiri, kemudian lakukanlah Thawaf sebanyak 7 putaran, dimulai dari Hajar Aswad dengan memposisikan Ka’bah di sebelah kiri. Hajar Aswad ke Hajar Aswad terhitung 1 putaran. Disunnahkan pada putaran 1 hingga 3 untuk berthawaf sambil berlari-lari kecil, dan disunnahkan pula mengakhiri semua putaran (ketika berada di antara 2 rukun: Yamani dan Hajar Aswad) dengan membaca:
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Ya Allah limpahkanlah kepada kami kebaikan di dunia dan juga kebaikan di akhirat, serta jagalah kami dari adzab api neraka.”
Setiap kali tiba di Hajar Aswad disunnahkan untuk menciumnya atau memegangnya ataupun berisyarat dengan tangan, sambil mengucapkan “Bismillahi Allahu Akbar”. Bila terjadi keraguan tentang jumlah putaran Thawaf, maka ambillah hitungan yang paling sedikit.
3. Seusai Thawaf tutuplah kembali pundak kanan dengan pakaian atasmu, kemudian lakukanlah shalat dua raka’at di belakang Maqam Ibrahim (tempat berdirinya Nabi Ibrahim ketika membangun Ka’bah) walaupun agak jauh darinya, dan bila kesulitan mendapatkan tempat maka tidak mengapa dilakukan di bagian mana saja dari Masjidil Haram. Disunnahkan pada rakaat pertama membaca surat Al-Kaafiruun dan pada rakaat ke dua membaca surat Al-Ikhlash.
4. Kemudian minumlah zam-zam lalu cium/pegang/berisyarat ke Hajar Aswad, dan setelah itu pergilah ke Shofa untuk bersa’i. Setiba di Shofa bacalah
إِنَّ الصَّفَا وَ الْمَرْوَةَ مِن شَعَآ ئِرِاللهِ صلى
(QS. Al Baqoroh: 158)
أَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللهُ بِهِ
kemudian menghadaplah ke ka’bah, lalu bertakbir tiga kali, dan mengucapkan:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ يحُيْي وَ يُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَئٍ قَدِيْر لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ
Ini dibaca 3 kali, setiap kali selesai dari salah satunya, disunnahkan untuk berdo’a sesuai dengan apa yang kita inginkan.
5. Setelah itu berangkatlah menuju Marwah dan ketika lewat diantara dua tanda hijau percepatlah jalanmu lebih dari biasanya, setiba di Marwah lakukanlah seperti apa yang dilakukan di Shofa (namun tidak membaca QS. Al Baqoroh: 158). Dengan demikian, terhitunglah 1 putaran. Lakukanlah seperti ini sebanyak 7 kali (Dimulai dari Shafa dan diakhiri di Marwah).
6. Seusai Sa’i, lakukanlah tahallul dengan mencukur rambut kepala (bagi pria) dan memotong sepanjang ruas jari (bagi wanita). Dengan bertahallul, maka berarti telah selesai dari umrah dan diperbolehkan segala sesuatu dari mahdhuratil Ihram (hal-hal yang dilarang ketika berihram).
7. Pada tanggal 8 Dzul Hijjah (hari Tarwiyyah) mandilah dan pakailah wewangian serta kenakan pakaian ihram, setelah itu berniatlah ihram untuk haji dari tempatmu seraya mengucapkan:
لَبَّيْكَ حَجًّا،
“Kusambut panggilan-Mu untuk melakukan haji”
kemudian mengucapkan Talbiyah:
لَبَّيْكَ اللهُمَّ لَبَّيْكَ ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ وَ النِّعْمَةَ لَكَ وَ المُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ
Lalu berangkatlah menuju Mina (untuk menginap di sana) dengan melakukan shalat-shalat yang 4 rakaat (Dhuhur, Ashr dan Isya’) menjadi 2 rakaat (qashar) dan dikerjakan pada waktunya masing-masing tanpa di-jama’.
8. Ketika matahari telah terbit di hari 9 Dzul Hijjah, berangkatlah menuju Arafah, dan setiba disana perbanyaklah do’a dengan menghadap kiblat dan mengangkat tangan hingga matahari terbenam. Adapun shalat dhuhur dan ‘ashr dilakukan di waktu shalat dhuhur (jama’ taqdim) 2 rakaat-2 rakaat (qashar) dengan satu adzan dan dua iqomah.
9. Ketika matahari terbenam, berangkatlah menuju Muzdalifah sambil terus mengucapkan talbiyah. Setiba di Muzdalifah sholatlah Maghrib dan Isya’ di waktu Isya’ (jama’ ta’khir) dengan di-qashar, kemudian bermalamlah di sana hingga datang waktu shalat subuh. Seusai shalat shubuh perbanyaklah do’a dan dzikir hingga langit tampak terang (sebelum terbit matahari).
10. Kemudian berangkatlah menuju Mina sambil terus mengucapkan Talbiyah, dan bila ada para wanita ataupun orang-orang lemah yang bersamamu, maka boleh berangkat ke Mina dipertengahan malam.
11. Ketika tiba di Mina (tanggal 10 Dzul Hijjah) kerjakanlah hal-hal berikut ini:
Lemparlah jumrah Aqobah dengan 7 batu kerikil (sebesar kotoran kambing) dengan bertakbir pada tiap kali lemparan.
– Sembelihlah Hadyu (hewan qurban), makanlah sebagian dagingnya serta shodaqohkanlah kepada orang-orang fakir. Boleh juga penyembelihan ini diwakilkan kepada petugas resmi dari pemerintah Arab Saudi yang ada di sana. Bila tidak mampu membeli atau menyembelih hewan kurban maka wajib puasa tiga hari di hari-hari haji dan tujuh hari ketika pulang dari haji.
– Gundullah atau cukurlah seluruh rambut kepalamu, dan gundul lebih utama. Adapun wanita cukup memotong sepanjang ruas jari dari rambut kepalanya. Dan jika anda telah melempar jumrah Aqobah dan menggundul atau mencukur rambut, maka berarti anda telah ber-tahallul awal sehingga boleh memakai pakaian dan seluruh larangan-larangan ihram kecuali menggauli isteri.
– Kemudian pergilah ke Makkah untuk melakukan thawaf ifadhoh/thawaf haji (tanpa lari-lari kecil pada putaran satu hingga tiga), lalu bersa’i. Dengan selesainya amalan ini, maka berarti telah ber-tahallul tsani dan diperbolehkan semua yang dilarang dalam ihram.
–
Thawaf ifadhoh ini boleh diakhirkan, sekaligus dijadikan sebagai thawaf wada’ (ketika hendak meninggalkan Makkah).
Demikianlah urutan yang paling utama dari amalan yang dilakukan di Mina pada tanggal 10 Dzul Hijjah tersebut, namun tidak mengapa bila didahulukan yang satu atas yang lainnya.
12. Setelah melakukan thawaf ifadhoh pada tanggal 10 Dzul Hijjah tersebut kembalilah ke Mina untuk mabit (bermalam) disana selama tanggal 11, 12, dan 13 Dzul Hijjah (hari-hari Tasyriq), dan anda boleh bermalam 2 malam saja (nafar awal).
13. Lemparlah 3 jumrah selama 2 atau 3 hari dari keberadaanmu di Mina, setelah tergelincirnya matahari (ketika masuk waktu dhuhur hingga waktu malam). Sediakanlah 21 butir batu kerikil, 7 butir untuk melempar jumrah Sughra, 7 butir untuk melempar jumrah Wustho, dan 7 butir untuk melempar jumrah ‘Aqobah (Kubra). Bertakbirlah setiap kali melakukan pelemparan pada jumrah-jumrah tersebut dan pastikan lemparan itu masuk ke dalam sasaran. Bila ternyata tidak masuk, maka ulangilah lemparan walaupun dengan batu yang didapati di sekitarmu.
14. Bila anda ingin mabit 2 malam saja di Mina (nafar awal), maka keluarlah dari Mina sebelum terbenamnya matahari tanggal 12 Dzul Hijjah, tentunya setelah melempar 3 jumrah yang ada. Namun jika matahari telah terbenam dan anda masih berada di Mina maka wajib untuk bermalam dan melempar jumrah di hari ke-13 (yang lebih utama adalah mabit 3 malam /nafar tsani). Boleh bagi seseorang yang sakit ataupun lemah untuk mewakilkan pelemparan jumrah kepada yang lainnya, dan boleh bagi yang mewakili, melempar untuk dirinya kemudian untuk orang lain (dengan batu yang berbeda) diwaktu dan tempat yang sama.
15. Bila hendak meninggalkan Makkah, maka lakukanlah thawaf wada’ tanpa sa’i, kecuali bagi yang menjadikan thawaf ifadhah sebagai thawaf wada’nya maka harus dengan sa’i.
Demikianlah bimbingan ringkas tentang manasik haji Rasulullah . Semoga kita diberi taufiq oleh Allah I untuk mengamalkannya. Amin.
Wallahu a’lam bishshowab.
Sumber bacaan:
At Tahqiq wal Idhoh, karya Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz.
1. Hajjatun Nabi, karya Asy Syaikh Al Albani.
2. Manasikul Hajji Wal Umrah, karya Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin.
3. Shifat Hajjatin Nabi, karya Asy Syaikh Jamil Zainu.
4. Dalilul Haajji wal Mu’tamir, karya Majmu’ah minal Ulama’
5. .Dalilul Haajj wal Mu’tamir
http://assalafy.org/al-ilmu.php?tahun3=32