Dari Aisyah Rhodhiyallohu ‘anha, beliau berkata : adalah kebiasaan Rosululloh Shalallohu ‘alaihi wasallama apabila sholat malam, beliau membaca istiftah sholat :
اللَّهُمَّ رَبَّ جِبْرِيلَ , وَمِيكَائِيلَ , وَإِسْرَافِيلَ فَاطِرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ , عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ ، اللَّهُمَّ اهْدِنِي لِمَا اخْتُلِفَ فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ , إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Artinya:
“Ya Allah, Rabbnya Jibril, Mikail, dan Israfil. Pencipta langit dan bumi. Yang mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Engkau yang memutuskan diantara hamba-Mu terhadap apa yang mereka perselisihkan. Berilah petunjuk kepadaku berupa kebenaran terhadap apa yang diperselisihan dengan izin-Mu. Sesungguhnya Engkau memberi petunjuk kepada siapa saja yang Engkau kehendaki menuju jalan yang lurus.” (HSR. Muslim 770, Abu Daud 767, At Tirmidzi 3420 dan yang lainnya)
Faedah / pelajaran yang bisa dipetik :
- Pada doa istiftah tersebut disyariatkannya bertawassul (menjadikan perantara dengan menyebut Rububiyyah Allah) yaitu Allah sebagai Rabb (pencipta, pengatur, penguasa, pemberi rezeki) secara umum terhadap seluruh makhluk maupun secara khusus terhadap para malaikat yang mendapatkan tugas yang berkaitan dengan kehidupan, yaitu:
- Jibril : bertugas menyampaikan wahyu, yang dengan sebab wahyu menjadikan hidupnya hati dan jiwa
- Mikail : bertugas menurunkan hujan, yang dengan sebab hujan menjadikan hidupnya bumi, tetumbuhan dan hewan-hewan.
- Israfil : bertugas meniup sangkakala (terompet) yang dengan sebab itu terjadilah kehidupan makhluk setelah kematian mereka.
(Lihat kitab ighotsatul lahfan Ibnul Qoyyim 2 / 172)
- Bertawassul dengan menyebut bahwa Allah adalah pencipta langit dan bumi
- Bertawassul dengan menyebut ilmu Allah yang mengetahui seluruh perkara yang ghaib maupun yang nyata.
- Sehingga Allah-lah yang akan menghukumi diantara hamba-hambanya dalam perkara yang mereka perselisihkan (karena Allah maha berilmu tentang segala perkara.pent)
- Maka kitapun berdoa agar Allah memberi hidayah pada perkara yang diperselisihkan tersebut
- Satu-satunya yang memberi hidayah adalah Allah Ta’ala bagi siapa yang dikehendaki-Nya
- Hidayah tersebut berupa ilmu (mengetahui) Al Haq (kebenaran) dan senatiasa memeganginya dan mengutamakannya dari yang lain. Sehingga orang yang disebut “mendapatkan petunjuk” adalah orang yang mengetahui Al Haq dan senantiasa memeganginya serta mengamalkannya. Hidayah inilah yang merupakan sebesar-besar nikmat Allah bagi seorang hamba (sehingga menjadi perkara yang diminta dalam doa iftiftah saat sholat malam.pent)
Kita memohon kepada Allah agar memberikan hidayah kepada kita seluruhnya, yaitu petunjuk kepada jalan-Nya yang lurus dan agar memberikan taufik kepada kita dalam semua perkara kebaikan. Amiin
(Disadur dari Kitab Fiqhul Ad’iyyah wal Adzkar karya Syaikh Abdurrozaq bin Abdil Muhsin Al Badr)
Oleh Al Ustadz M. Rifa’i
1 Muharram 1438 H di Ma’had Darussalaf Bontang