Berikut sedikit nukilan nasehat yang disampaikanoleh Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah dalam khutbah jum’at. Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhary dari Abu Bakrah رضي الله عنه bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلمbersabda di atas mimbar:
“Sesungguhnya cucuku ini seorang pemimpin, semoga saja melaluinya Allah تعالى mendamaikan dua kelompok besar dari kaum muslimin -yang sedang bertikai-.”
Ucapan ini di sampaikan oleh Rasulullah dalam kondisi Al-Hasan masih kecil, dan hadits ini dihafal oleh sebagian shahabat. Kamudian berlalulah waktu dan datanglah saatnya dimana Al-Hasan menjadi orang yang baik dan berbakti, dermawan serta mulia. Apa yang Allah tentukan? Allah tentukan Al-Hasan menjadi seorang khalifah, seorang pemimpin dan panutan kaum muslimin. Al-Hasan dibai’at dan dipilih oleh kaum muslimin untuk menjadi pemimpin dan panutan. Kaum muslimin memilihnya dan bukan Al-Hasan memaksa kaum muslimin untuk menjadikannya pemimpin dengan pedangnya dan kedudukannya.
Tidak pula seperti orang-orang yang koar-koar bahwa kekuasaan dan kepemimpinan itu haknya bukan hak orang lain, dalam kondisi dia sendiri melancarkan berbagai pengrusakan.
Dan ternyata Allah mentaqdirkan adanya orang yang menyelisihi Al-Hasan dalam kepemimpinan ini, yaitu Mu’awiyah. Keduanya telah berusaha untuk mencari titik temu untuk menyelesaikan pertikaian yang ada, namun titik temu tersebut belum kunjung tergapai. Sampailah ketentuan Allah yang lain yaitu masing-masing pihak menyiapkan pasukan perang untuk memerangi pihak lain.
Ketika kedua pasukan telah saling siap dan berhadapan, sudah menganjak berkobarnya perang dan jadilah pedang sebagai pemutus perkara, jadilah saling bunuh sebagai hakim, maka bangkitlah Abu Bakrah yang masih menghafal hadits Rasulullah tadi dan berkata: “Aku harus datang ke Al-Hasan dan mengingatkannya akan hadits Rasulullah.” Maka dia datang kepada Al-Hasan dan berkata: “Wahai Hasan, ketahuilah bahwa Rasulullah bersabda di atas mimbarnya:
“Sesungguhnya cucuku ini seorang pemimpin, semoga saja melaluinya Allah تعالى mendamaikan dua kelompok besar dari kaum muslimin -yang sedang bertikai-.”
Rasulullah mendorong Al-Hasan untuk melakukan ishlah dan perdamaian, dan perdamaian ini tidak akan terwujud kecuali dengan mengalah dari kepemimpinan. Kalau tidak niscaya fitnah dan musibah yang besar yang akan timbul.
Al-Hasanpun mendengar dan mengikuti nasehat yang diberikan demi keutuhan dan perdamaian umat. Tidaklah Al-Hasan menempuh cara berkelit-kelit, tidak pula membangkang dan congkak. Para shahabat adalah orang yang penuh kejujuran, penuh adab, dan tawadhu’ kepada Allah تعالى, tawadhu’ terhadap Rasul-Nya, dan tawadhu’ terhadap sesama hamba Allah تعالى.
Apa yang dilakukan Al-Hasan?
Al-Hasan mengalah dari kepemimpinan. Lihatlah, ini sikap yang dipilih oleh orang pilihan, sikap para pemimpin yang mulia. Apa yang mereka sumbangkan dan curahkan untuk umat???
Aku tidak mengatakan: “Apa yang mereka timpakan terhadap umat ini??? -berupa musibah dan pertikaian-” Tapi aku mengatakan: “Apa yang mereka sumbangkan dan curahkan untuk umat ini??? -berupa kerukunan dan perdamaian-”
Al-Hasan mengalah dari kepemimpinan.
Kenapa Al-Hasan mengalah dari kepemimpinan?? Apakah karena tidak punya pengikut? Tidak punya pasukan? Atau karena tidak punya hujjah?
Al-Hafizh Ibnu Hajar dan Al-Munawy berkata: “Al-Hasan mengalah dari kepemimpinan, padahal dia memiliki pasukan dan pengikut yang bisa dilihat depannya dan tidak bisa terlihat bagian akhirnya.” Artinya demikian banyak pengikut Al-Hasan, sampai Mu’awiyah pesimis untuk bisa selamat kalau pertikaian benar-benar terjadi.
Al-Hasan mengalah dari kepemimpinan bukan karena sedikit pengikutnya, bukan karena cacat dalam kepemimpinan dan dirinya, bukan karena hina. Akan tetapi Al-Hasan mengalah sebagai bentuk rahmat dan belas kasih terhadap keselamatan umat dan kerukunan umat.
Dimanakah orang-orang yang berbelas kasih terhadap umat?? Dimanakah belas kasih orang-orang yang gila kepemimpinan terhadap umat?
Perhatikan sempurnanya kepemimpinan Al-Hasan!! Kepemimpinan Al-Hasan begitu sempurna dan diagungkan di mata umat. Padahal dia telah mengalah dari kepemimpinan.
Benar Al-Hasan telah mengalah dari kepemimpinan, namun ini tidak menyebabkan dia rendah. Justru dia menjadi pemimpin yang dihormati di dalam kalbu umat, lebih dihormati dari pada kepemimpinan orang lain. Sebabnya adalah sikap baik yang disumbangkan untuk umat. Mengalah dari kepemimpinan untuk mendamaikan dan merukunkan umat, untuk berbelas kasih terhadap umat.
Dalam berberapa riwayat disebutkan ada seseorang berkata kepada Al-Hasan: “Wahai orang yang menghinakan kaum mukiminin.” Maka Al-Hasan berkata: “Aku tidak menghinakan kaum mukiminin -dengan mengalahnya aku dari kepemimpinan-, akan tetapi tidak ingin mencelakakan umat dan memanfaatkan umat demi mengejar kepemimpinan.”
Tidak sedikit pada masa ini orang yang bersikap culas berusaha meraup banyak harta dan memimpin, meski harus melakukan konspirasi terhadap umat, meski harus merusak negara dan umat. Pantaskah demikian!!!
Wahai kaum muslimin!! Inilah jalan yang dicontohkan dan ditempuh oleh orang pilihan: “Menyelamatkan umat, dan bersikap belas kasih terhadap umat, berbuat baik terhadap umat, menjauhkan umat dari fitnah dan musibah”.
Demikian nasehat ini begitu berharga bagi Al-Hasan, dan buahnya kerukunan umat, ketentraman umat dan keutuhan umat terjaga. Sampai pada waktu itu dikenal dengan Tahun Persatuan.
Demikian berharga pelajaran yang bisa diambil dari kisah dan sikap Al-Hasan ini. Sikap pemimpin para pemuda si surga.
Hendaknya pelajaran ini menjadi ibrah bagi kita semua, bagi para pemimpin. Pemimpin keluarga, pemimpin masyarakat, pemimpin negara, para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan juga para da’i.
Akankah kita membuat umat bertikai demi tendensi pribadi yang ada pada kita?
Wallahu a’lam.